Rabu, 28 Januari 2009

KOPI TERAKHIR BUATAN DINDA

Seperti biasanya saat aku bangun pagi, istriku Dinda telah bangun terlebih dahulu dan sibuk berbenah di dapur. Aku bangun segera menunaikan shalat subuh, kemudian berolahraga kecil. Setelah itu aku segera bersiap-siap karena hari ini aku ada janji ketemu dengan Pak Daniel untuk melakukan survey ke lokasi pertanahan yang rencananya akan dibeli oleh perusahaan kami.

Tadi malam Dinda memohon kediriku agar dapat menemaninya untuk check-up ke Rumah Sakit, “sekali ini aja Mas” kata Dinda memelas. Dinda memang sudah 2 tahun terakhir ini mengalami sakit yang mengharuskan ia melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Dan terus terang aku belum pernah menemaninya sekali pun karena berbagai kesibukan dan tugasku yang sering keluar kota. Biasanya Anto, sopir keluarga yang selalu mengantarkannya dan kadang-kadang ditemani oleh anak tunggal kami Dianda. Bahkan kadang-kadang ditemani bi Inah pembantu setia kami.

Memang aku sendiri merasa heran setiap ia harus check-up ada-ada saja halangannya. Pas aku keluar kota-lah, harus segera menemani tamu penting-lah atau rapat mendadak dengan pimpinan puncak perusahaan, yang kesemuanya tidak mungkin aku tinggalkan. Biasanya Dinda sangat mengerti. Ia memang istri yang baik dan cukup memahami posisi suaminya. Tetapi tadi malam ia memohon kepada diriku dengan sungguh-sungguh agar aku bisa menemaninya, tetapi benar-benar untung tak dapat diraih malang pun tak dapat ditolak, aku sudah berjanji dengan Pak Daniel rekanan penting perusahaan kami untuk melakukan survey tanah hari ini dan sangat tidak mungkin aku membatalkan janji dengan Pak Daniel. Aku coba menjelaskan kepada Dinda, ia tersenyum namun jelas ekspresi kekecewaan terpancar diwajahnya.

Aku segera berkemas-kemas bersiap-siap untuk segera berangkat. Setelah sarapan aku segera pamit ke Dinda ”Mas berangkat dulu ya” sambil kukecup keningnya, ”jadi Mas benar-benar nggak bisa nemanin aku check-up” Dinda masih memohon ”seperti Mas bilang semalam, ”hari ini Mas benar-benar sudah punya janji penting, giliran check-up berikutnya dech Mas akan nemanin.” Raut kekecewaan terpancar diwajah Dinda, aku bergegas keluar menuju mobil, terlihat bi Inah membuka pintu garasi dan aku segera berangkat ke lokasi survey.

Perjalanan sedikit jauh mungkin menghabiskan waktu sekitar 2 jam dari rumahku menuju lokasi. Aku biasa menyetir sendiri. Anto sopir kami biasanya aku minta melayani keluarga seperti antar jemput sekolah putri tunggal kami Dianda, dan juga untuk mengantar istriku Dinda. Pikiranku menerawang memikirkan Pak Daniel. Ia adalah seorang yang memiliki kemampuan negosiasi luar biasa, seorang negosiator yang tangguh. Argumentasinya sangat jitu dan kadang-kadang menggunakan logika yang sulit dibantah.

Jalanan terlihat padat dan aku telah menghabiskan waktu hampir 1 jam dalam perjalanan. Aku berpikir untuk segera menghubungi Pak Daniel untuk memastikan agenda pertemuan hari ini. Saat kurogoh kantong hp-ku aku terkaget ternyata hp-ku tidak ada. Wah... hp adalah sarana vital yang harus kumiliki, banyak pesan penting termasuk alamat jelas lokasi survey dan nomor telepon Pak Daniel ada di hp tersebut. Aku sedikit panik dan aku langsung memutuskan untuk kembali kerumah, karena tanpa hp memoriku hilang dan komunikasi-ku terputus. Itulah benda kecil produk modernisasi yang membuat kita tergantung setengah mati terhadapnya. Dengan sedikit menggerutu aku segera memutar balik menuju rumah. Tidak apalah terlambat pikirku, daripada seharian aku kehilangan kontak. Dengan kecepatan tinggi aku memacu mobil menuju rumah.

Hampir 1 jam aku baru berhasil mencapai rumah, langsung kubunyikan klakson dan berharap bi Inah bergegas membukakan pintu. Sampai tiga kali aku menglakson bi Inah belum juga keluar. Aku dengan tidak sabar segera turun , ternyata pintu pagar maupun pintu rumah tidak terkunci.

Saat memasuki rumah aku lihat sepi tidak ada siapapun. Bi Inah tidak terlihat, demikian pula istriku. Aku menuju kamar untuk mengambil hp-ku. Saat melintas ruang tengah kulihat istriku duduk terdiam di meja makan. Aku tiba-tiba merasa ingin minum ”Dinda tolong buatkan kopi untuk Mas” tidak ada sahutan. Aku melihat beberapa lampu belum dimatikan, langsung aku matikan. Kulihat juga ada kran air yang masih terbuka dan aku segera menutupnya. Aku heran biasanya bi Inah cukup tertib untuk mematikan lampu dan kran air. Tetapi bi Inah juga entah kemana tidak kelihatan.

Aku melangkah menuju ruang makan. Kulihat kopi telah tersaji dan masih hangat. Ternyata setelah aku minta kopi tadi, Dinda langsung membuatnya. Istriku masih duduk berdiam diri dengan wajah sedikit pucat. Aku buru-buru minum kopi dan segera keluar menuju mobil. Beberapa saat kemudian mobilku melaju berangkat lagi. Ah .... karena sangat terburu-buru ternyata aku lupa pamit ke istriku dan aku tidak sempat mengecup keningnya, ya sudahlah aku pikir nanti aku akan menelponnya.

Sekitar 5 menit aku didalam mobil aku segera memencet tombol hp mencari nomor telepon Pak Daniel, tiba-tiba hp-ku berdering terlihat nomor Anto, supir kami.

”Ada apa Anto?”
”Pak ..... Pak ..... Bapak segera kerumah sakit”
”Kenapa Anto ......... ya kenapa?”
”Segera saja Pak ......... Ibu ..pak ....... Ibu”

Aku segera memacu mobil ke rumah sakit langganan istriku. Hatiku mulai tidak tenang dan mulai berkecamuk. Bukankah istriku 5 menit yang lalu ada dirumah kok sekarang tiba-tiba sudah dirumah sakit pikirku? Bi Inah, Anto tadi ada dimana? Aku tidak sempat berpikir panjang lagi. Aku memacu mobil sekencang-kencang. Setibanya dirumah sakit aku langsung menuju ruang gawat darurat.

Anto telah menunggu dimuka pintu ..... aku digiring kedalam dan kulihat sebuah tubuh diatas ranjang ............ tubuh seseorang yang sangat kukenal ........ ya tubuh Dinda telah terbujur kaku terbaring diatas ranjang ruang gawat darurat rumah sakit.

Sayup-sayup kudengar suara Anto ”sekitar 2 jam yang lalu Ibu sesak nafas dan segera saya dan bi Inah membawanya kerumah sakit, kami mencoba menghubungi hp Bapak tapi tidak ada jawaban, Ibu tidak tertolong lagi Pak ...........”

Mataku nanar kepalaku berputar-putar sementara hp-ku terus berdering-dering disela-sela isak tangis bi Inah dan Anto ..................

Tidak ada komentar: