Senin, 08 September 2014

PENDIDIKAN KARAKTER DAN REVOLUSI MENTAL

Berita harian Kompas tanggal 8 September 2014 dipojok kiri atas halaman pertama menampilkan sebuah judul berita “Pendidikan Karakter Tak Mudah Diajarkan.” Pendidikan karakter disebut akan menjadi fokus dalam kurikulum 2013. Ada 18 karakter yang ingin dikembang di SD, SMP dan SMA. Menurut Kompas pendidikan karakter tak mudah diajarkan dikelas-kelas sekolah sehingga agama sering menjadi pendekatan untuk mengajarkan karakter. Beragam cara sekola-sekolah yang ada di seantero negeri menerapkan pendidikan karakternya. Sebagian besar menerapkan pendidikan karakter melalui pendidikan agama.

Kompas mengutip pendapat Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting yang mengkritik penilaian spiritual yang juga terdapat di kurikulum 2013. Menurutnya hal itu menyebabkan agamanisasi kurikulum. Selanjutnya seorang pengamat pendidikan dan anak, Seto Mulyadi menyebutkan bahwa pada dasarnya semua anak punya rasa ingin tahu, jujur, disiplin, dan karakter baik lainnya. Namun semua karakter baik itu bisa terus tumbuh dalam diri anak tergantung dari contoh yang diberikan orangtua, guru, dan masyarakat. Kak Seto menyebutkan “anak-anak kita sekarang banyak yang kehilangan contoh dan keteladanan.”
Tampaknya ada kebingungan para praktisi pendidikan bagaimana harus bersikap terhadap kurikulum 2013, utamanya dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Tujuan yang baik untuk mengutamakan pendidikan karakter belum ditindaklanjuti oleh upaya untuk menerapkannya secara terstruktur, sistematis dan standar. Sehingga dalam penerapannya di berbagai tempat berbeda-beda yang tentunya memberikan pertanyaan bagi kita apakah keperbedaan cara penerapan tersebut akan memberikan jaminan bahwa pendidikan karakter akan sesuai dengan tujuan yang sebenarnya.

Pada sisi lain Presiden terpilih untuk periode 2014-2019, saat kampanye pemilihan presiden menelurkan sebuah gagasan tentang Revolusi Mental. Menurut Kompas.com, Jokowi pertama kali menyebut visi dan misi revolusi mental di Metro TV pada tanggal 24/4/2014. Menurut Jokowi, negara Indonesia adalah negara besar. Namun, masyarakat Indonesia sering tidak percaya diri saat menghadapi tantangan-tantangan zaman. Oleh sebab itu, mindset rakyat Indonesia harus diubah melalui kepemimpinan dirinya.
Jokowi pun pernah mengatakan "Kita ini kan selalu bicara mengenai fisik dan ekonomi. Padahal, kekurangan besar kita character building. Oleh sebab itu saya sebut revolusi mental," ujarnya di luar pagar rumah dinas, Jalan Taman Surapati 7 Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2014). Ungkapan ini menunjukan begitu seriusnya perhatian Jokowi terhadap Revolusi Mental. Lebih khusus lagi beliau mengaitkan ini dengan pembangunan karakter. Persoalan besar bangsa kita adalah masalah integritas, peran karakter sangat penting dalam menentukan integritas seseorang.

Tampaknya ada benang merah antara pendidikan karakter dengan revolusi mental yang diusung oleh Jokowi. Saat menjelaskan revolusi mental Jokowi menghubungkannya dengan pembangunan karakter. Menurut Jokowi seorang pemimpin harus mampumampu membangun pola pikir sekaligus karakter positif di masyarakat. Dalam konteks ini  Jokowi mengaitkan antara pola pikir dan karakter positif. Dalam logika ini pola pikir yang baik akan membentuk karakter yang baik. Atau secara timbal balik dapat pula kita katakan bahwa karakter yang baik akan membuat orang berpikir secara baik.
Melihat pesan kurikulum 2013 yang menekankan pendidikan karakter dan gagasan Jokowi tentang revolusi mental, tampaknya kedua konsep itu bisa saling bersinergi atau bahkan melebur untuk membangun manusia Indonesia yang unggul. Memang menilik dari terminologi katanya, pendidikan karakter lebih kearah suatu proses bertahap yang dilakukan secara sitematik dan terstruktur. Sedangkan revolusi mental lebih kearah suatu perubahan yang cepat dan fundamental serta memberikan dampak signifikan dan segera dirasakan.

Menurut Lickona (belajarpsikologi.com), karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Dalam hal revolusi mental, menurut Zilmahram (habahate.blogspot.com), secara operasional revolusi mental dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan membentuk pola pikir, sikap dan perilaku rakyat Indonesia agar berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial budaya.

Jika menilik kedua pengertian diatas dapat dikatakan pendidikan karakter berfokus pada individu sedangkan revolusi mental menyasar lebih luas kepada masyarakat dan bangsa. Tentunya kedua konsep ini bisa saling memperkuat, melengkapi, menyatu menjadi sesuatu yang tidak saling terpisahkan. Tentunya diperlukan langkah-langkah yang lebih konkrit untuk mengsinergikan kedua hal diatas. Pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang lebih otoritatif perlu merumuskan lebih lanjut operasionalisasi kedua konsep diatas, pendidikan karakter dan revolusi mental untuk mencapai manusia Indonesia yang unggul.

TANTANGAN PENGEMBANGAN SDM INDONESIA DALAM PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2014-2019 telah ditetapkan yaitu Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Dengan ditetapkannya pemimpin baru Indonesia, era baru telah dimulai, namun tantangan lama dan terus berkembang semakin kompleks tetap hadir didepan mata, yaitu kualitas SDM Indonesia. Data menunjukan bahwa hanya 4,3% dari 1000 orang Indonesia yang tergolong terampil. Bandingkan dengan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.

Salah satu faktor  kemajuan bangsa ditentukan oleh daya saingnya dan daya saing sangat terkait dengan inovasi. Bangsa yang mampu berinovasi memiliki daya saing yang kuat. Kemampuan untuk berinovasi ternyata ditentukan pula oleh peran Pemimpinnya. Menurut sebuat riset, peran pemimpin adalah 97,2% terhadap munculnya inovasi. Riset ini didapat dari hasil penelitian terhadap 200 perusahaan. Peran dominan pemimpin dalam mendorong inovasi memberikan motivasi yang kuat bagi karyawan untuk berinovasi, terlebih dari pada itu pemimpin juga dapat membangun kultur dan atmosfir yang subur dalam mendorong munculnya inovasi. Hal yang menarik adalah visi dan jejaring yang kuat tidak begitu berpengaruh dalam menumbuhkan iklim inovasi. Selain itu para pejabat level manajemen menengah juga tidak begitu berpengaruh dalam membangun inovasi.
Dalam riset itu juga disebut bahwa karakter pemimpin memberikan pengaruh yang siginifikan dalam menumbuhkan inovasi. Dibutuhkan karakter pemimpin yang berani untuk memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk berinovasi.

Gambaran diatas menunjukkan begitu pentingnya peran pemimpin puncak dalam menumbuhkan iklim inovasi sekaligus sebagai fondasi untuk membangun daya saing yang kuat. Jika Indonesia sebagai sebuah organisasi besar, maka untuk menumbuhkan inovasi dan memiliki daya saing yang kuat, tentunya diperlukan peran pemimpin puncak yang signifikan. Pada tataran inilah kita sangat menaruh harapan pada Jokowi-JK untuk mengambil peran mulia tersebut yaitu mendorong inovasi, membangun daya saing bangsa yang tangguh, agar Indonesia unggul dan terhormat diantara bangsa-bangsa lainnya.

Hal lain yang perlu dicermati adalah posisi Indonesia dalam konteks indeks pembangunan manusia. Indonesia pada data HDI 2013 meraih peringkat ke-121 dari 186 negara dan 8 negara-teritori. Seluruh negara diklasifikasikan ke dalam 4 kelas berdasarkan hasil akhir scoring di tiap parameter. Empat kelas tersebut adalah Very high human development, High human development, Medium human development, dan Low human development. Indonesia dengan peringkat 121 menempati kelas medium human development.
Peringkat tersebut harus diperbaiki sedemikian rupa agar kita bisa masuk setidaknya dalam kategori high human development. Peringkat tersebut menunjukan bagaimana upaya kita selama ini, terutama pemerintah tentunya yang belum secara maksimal berhasil memposisikan Indonesia dalam kelompok negara-negara yang memiliki kualitas pembangunan manusia yang baik.

 Memang ada pula berita yang menggembirakan, yaitu Forum Ekonomi Dunia (WEF) dalam laporannya yang bertajuk “The Global Competitiveness Report 2013-2014” atau laporan daya saing global mengumumkan kenaikan posisi Indonesia dari 50 pada tahun 2012/2013 menjadi posisi 38 pada tahun 2013/2014. Namun, untuk menjadi sebuah bangsa yang maju dan unggul tentunya peringkat tersebut tidak cukup. Diperlukan upaya yang lebih keras agar posisi Indonesia dapat terus membaik.

Menilik data-data tersebut, tidaklah ringan tugas yang akan diemban oleh pemerintahan Jokowi-JK. Visi  Misi yang disampaikan selama ini harus ditunjang oleh strategi yang tepat agar pelaksanaan program-program khususnya yang berkaitkan dengan Sumber Daya Manusia dan terlebih-lebih lagi yang terkait dengan Revolusi Mental agar dapat dilaksanakan secara tepat dan mampu mengangkat harkat manusia Indonesia.  

Fakta lain menunjukkan, daya saing bangsa Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti China, Korea Selatan, Swis, Swedia, Jerman, dan Singapura. Hal ini tercermin dari laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2012 yang mencatat, dari 144 negara, indeks daya saing global Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 46 pada 2011 menjadi urutan 50 pada 2012. salah satu penyebab pelemahan daya saing nasional ini adalah minimnya inovasi sebagai salah satu indikator penilaian daya saing.

Berkaitan dengan minimnya inovasi terlihat dari catatan World Intelectual Property Organization (WIPO), indeks inovasi global Indonesia hanya menduduki peringkat 100 (dari 141 negara), sebelumnya menduduki peringkat 99 (dari 125 negara), di bawah peringkat negara Asia Tenggara Iainnya, seperti Thailand (57), Brunei (53), dan Malaysia (32). Kondisi ini harus segera dibenahi. (majalahinovasi.com).

Tugas berat menanti Jokowi-JK untuk meningkatkan kualitas SDM agar Indonesia mamu menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi. Rumusan strategi yang tepat untuk mengejewantahkan Visi Misi yang telah disusun harus ditindaklanjuti oleh program yang selaras. Dan yang terpenting dari itu semuanya tentunya diperlukan orang-orang yang tepat untuk menjalan semua rumusan dan program tersebut.

Strategi pembangunan Indonesia selama ini sangat menggantungkan diri pada pada alam telah mengabaikan potensi manusia Indonesia. Tentunya pemerintahan Jokowi-JK harus mampu mengoreksi kekeliruan selama ini agar potensi manusia Indonesia dapat lebih terelaborasi dan muncul menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu menempatkan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang unggul dalam persaingan bangsa-bangsa di dunia.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang tertera di Harian Kompas 8 september 2014 bahwa pembangunan ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada sumber daya alam menyebabkan sektor lain terbengkalai. Pertumbuhan sumber daya manusia pun tak bisa optimal.

Mengutip dari makalah Rokhmin Dahuri dalam ISEI 2014 di Ternate Maluku Utara, bahwa terdapat beberapa data yang mengkuatirkan dan dapat menjadi kendala dalam membangun sumber daya manusia yang unggul, yaitu measih terdapat pengangguran terbuka (Februari 2014) sejumlah 7,15 juta orang, setengah menganggur 10,57 juta orang, penduduk miskin (maret 2014) 28,28 juta orang. Sementara menurut versi Bank Dunia penduduk miskin yang memiliki penghasilan 2 dollar AS/orang/hari berjumlah 117 juta orang.

 Tentu angka-angka tersebut memprihatinkan dan menjadi tugas berat pemerintahan Jokowi-JK untuk memperbaikinya sehingga dicapai suatu angka ideal dalam rangka menopang pembangunan manusia Indonesia untuk mencapai kekuatan daya saing bangsa yang tangguh. Hal terpenting dalam membangun sumber daya manusia yang tangguh adalah melalui Pengembangan SDM yang terstruktur, sistematis dan harmonis.

Pengembangan SDM adalah suatu bagian terpenting dalam membangun kualitas manusia seutuhnya. Pengembangan SDM menurut Armstrong (1997:507) berkaitan dengan tersedianya kesempatan dan pengembangan belajar, membuat program-program yang meliputi perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi atas program-program tersebut.
Kita sadari kekuatan suatu bangsa, masyarakat, kelompok sosial maupun keluarga terletak pada SDM nya. SDM yang kuat membuat komunitas sosial menjadi kuat. Apabila kita pilah lagi maka kekuatan SDM tersebut bergantung pula pada Value, Leadership, Competency, Resources dan HR Development Infrastructure yang dimiliki masyarakat tersebut.

Value manyangkut apa yang diyakini dan dipercayai dalam masyarakat tersebut yang merupakan seperangkat nilai yang dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Value yang berkembang di Indonesia dapat merujuk pada sila-sila yang ada didalam falsafah bangsa yaitu Pancasila sebagi way of life dari bangsa Indonesia.
Leadership merujuk pada kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, yaitu orang-orang yang dipimpin atau pengikutnya. Dalam konteks pengembangan SDM Indonesia kepemimpinan sangat terkait bagaimana para tokoh baik penguasa formal maupun tokoh formal memiliki keberpihakan yang tinggi terhadap pengembangan SDM. Para pemimpin di Indonesia dalam tataran verbal sering mengungkapkan perhatiannya yang besar terhadap pendidikan dan pengembangan SDM, namun dalam level praksis kurang terlihat keberpihakannya yang sungguh-sungguh. Dalam konteks ini peran Jokowi-JK sangat signifikan untuk menunjukan keberpihakan yang tinggi dalam mengembangkan sumber daya manusia. Konsep Revolusi Mental telah menunjukan adanya itikad tersebut, selanjutnya dibutuhkan aksentuasi dan implementasi sebagai sebuah perwujudan untuk membangun manusia seutuhnya yang mampu meningkatkan daya saing bangsa secara menyeluruh.

Competency merupakan kombinasi dari keterampilan, pengetahuan dan kepribadian. Untuk menilai bagaimana competency SDM di Indonesia dapat dibandingkan dengan negara lain. Hal ini bisa dilihat salah satunya dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang didasarkan utamanya dari dukung faktor pendidikan dan kesehatan. Sebagaimana disebutkan diatas posisi Indonesia belum begitu menggembirakan dalam hal ini sehingga diperlukan sebuah program yang terstruktur, sistematis dan harmonis untuk mencapai tingkat IPM yang lebih baik.
Untuk mendukung hal tersebut diperlukan resources yang cukup terutama anggaran. Alokasi anggaran pendidikan di Indonesia yang besar harus disertai komitmen untuk penggunaannya yang tepat. Anggaran harus diarahkan pada program-program yang nyata untuk meningkatkan kompetensi manusia Indonesia dan tidak habis begitu saja untuk hal-hal yang bersifat administratif. Jokowi-JK harus bersunggguh-sungguh mengawal pengalokasian dan penggunaan anggaran di bidang pendidikan ini sehingga didapatkan hasil yang optimal untuk membangun kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mencapai postur yang ideal.

Dalam mengalokasikan resources harus ada keberanian dan goodwill untuk mengutamakan aspek pengembangan manusia. Mulai dari modal, materi, manusia dan berbagai sumberdaya yang lain harus diarahkan secara fokus dan memprioritaskan upaya-upaya untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Tantangan berikutnya infrastruktur harus terus diperkuat. Mulai dari pendidikan dasar sampai dengan tinggi harus ditingkatkan kapasitas dan kualitasnya. Demikian pula lembaga-lembaga pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM mampu menyiapkan kualitas manusia Indonesia yang dapat bersaing dikancah global.

Diharapkan melalui respon yang tepat dalam menghadapi kelima tantangan pengembangan SDM tersebut diatas kualitas manusia Indonesia semakin meningkat. Indeks pembangunan Manusia di Indonesia akan membaik, ranking kualitas pendidikan akan semakin tinggi dan SDM Indonesia akan semakin siap serta semakin kompetitif baik di level lokal, regional maupun global. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam upaya membangun Indonesia sebagai bagian dari masyarakat maju dunia.

Dan tentunya sebagaimana dikatakan oleh Jokowi, Revolusi Mental menjadi landasan untuk membangun karakter manusia Indonesia yang unggul. Bagaimana kita mengelola Revolusi Mental tersebut? Tentunya diperlukan suatu langkah konkrit untuk mengejewantahkannya (dalam tulisan tentang Revolusi Mental di blog Habahate, penulis telah memaparkan ide tentang bagaimana mengelola dan mengimplementasikan konsep Revolusi Mental).