Selasa, 17 Mei 2011

MENILAI INTEGRITAS

Integritas merupakan salah satu dimensi penting dalam penilaian perilaku. Seorang pemimpin, profesional, pekerja dalam bidang apapun memerlukan kadar integritas tertentu agar dapat melaksanakan tugasnya secara baik. Mereka yang memiliki profesi yang sangat terkait dengan kepentingan masyarakat, seperti politisi dan pejabat publik, memerlukan kadar integritas yang tinggi agar mereka dapat bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menilai integritas bukanlah sesuatu hal yang mudah. Hal ini agak mirip dengan menilai kejujuran. Kejujuran memiliki kompleksitas yang lebih sulit untuk diukur. Sedangkan integritas dalam konteks organisasi dan manajemen masih memungkinkan untuk diukur sepanjang kriterianya jelas. Sehingga integritas lebih mungkin untuk diukur dan dinilai.

Sebelum kita membahas bagaimana menilai integritas ada baiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan integritas. Sering sekali integritas dikaitkan dengan kejujuran, etika, bertindak sesuai dengan aturan. Namun, apa sesungguhnya pengertian integritas?

Dalam konteks assessment kompetensi manajerial integritas diartikan sebagai Bertindak sesuai dengan norma-norma dan etika sosial maupun organisasi dalam melaksanakan bisnis baik internal maupun eksternal. Definisi lain menyebutkan integrity implies honesty, fairness, ethics, and moral character.” Terkadang disebut juga sebagai “adherence to moral and ethical principles; soundness of moral character; honesty.” Banyak definisi berkaitan dengan integritas umumnya dikaitkan dengan norma, etika, kejujuran, moral, prinsip, pedoman dan karakter.

Dalam bahasa lain sering pula integritas ini dikaitkan dengan satunya niat, pikiran, perkataan dan perbuatan. Hal itu dilihat dalam suatu kesatuan, terintegrasi. Niat tentu sulit kita ukur, namun pikiran, perkataan dan perbuatan masih memungkinkan untuk dilakukan pengukuran maupun penilain.

Kembali ke tema diatas, bagaimana kita menilai integritas? Menurut hemat penulis setidaknya penilaian tentang integritas melibatkan dua hal utama yaitu konsistensi dan track record. Konsistensi mengandung arti ketaatan asas, berpegangnya seseorang pada suatu pedoman tertentu, bertindak sesuai dengan garis-garis nilai yang ia yakini. Beberapa tes dalam bidang psikologi mencoba menilai konsistensi ini melalui perangkat pemeriksaan tertentu. Konsistensi merupakan dasar terpenting untuk menilai apakah seseorang secara ajeg berpegang pada nilai tertentu yang terefleksi dalam bentuk perilaku yang relatif konstan jika menghadapi suatu situasi yang sama.

Penilaian integritas berikutnya dapat dilakukan dengan cara menelusuri track record seseorang. Setidaknya hal ini bisa dilakukan dengan tiga cara, menelusuri riwayat hidup secara komprehensif, mencari informasi dari significant person dan melakukan depth interview. Melalui cara-cara ini kita dapat mengetahui secara mendalam bagaimana perjalanan hidup seseorang, mengetahui latar belakang dirinya, prinsip-prinsip hidupnya dan perilakunya. Perjalanan waktu akan membuktikan apakah seseorang itu jujur, memiliki etika, berpegang pada prinsip, berpedoman pada aturan dan memiliki karakter yang baik.

Jadi sesungguhnya integritas dapat dinilai melalui hal-hal tersebut diatas. Untuk pekerjaan dan jabatan yang sangat berhubungan dengan kepentingan publik, seperti politisi dan pejabat publik, penilaian integritas mutlak harus dilakukan.

Selasa, 03 Mei 2011

BUKAN LOYALITAS TAPI KOMITMEN

Judul tulisan diatas sejatinya penulis peroleh dari seorang Direktur SDM sebuah maskapai penerbangan ternama. Direktur tersebut menyampaikan kata-kata tersebut saat diundang dalam sebuah sesi sharing tentang pengelolaan SDM untuk mendukung kinerja perusahaan.

Loyalitas merujuk pada kesetiaan terhadap seseorang atau terhadap suatu lembaga. Sedangkan komitmen lebih pada kesediaan untuk melaksanakan apa yang sudah disepakati. Komitmen lebih merujuk pada kesungguhan untuk mencapai kinerja sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.

Untuk mencari pekerja profesional yang dibutuhkan adalah komitmen bukan loyalitas. Seorang pekerja profesional harus bersungguh-sungguh terhadap apa yang sudah disepakati, bertekad untuk memenuhi bahkan melampaui target kinerjanya, senantiasa memperhatikan rencana kerja dan berusaha memberikan yang terbaik dimana pun ia bekerja.

Seorang profesional harus memiliki komitmen. Hal tersebut lebih dari sekedar loyalitas, lebih dari sekedar setia terhadap organisasi, lebih dari sekedar patuh terhadap seseorang. Loyalitas sangat kental dengan emosi dan ideologi. Sementara sebuah perusahaan yang mengelola bisnis lebih sarat dengan aspek rasio, sering sekali tidak berurusan dengan ideologi, perusahaan lebih terikat pada aspek logis untuk memenuhi tujuan bisnisnya.

Profesional yang bekerja pada suatu perusahaan lebih peduli pada kepentingan bisnis. Harus logis dalam bertindak, mengedepankan rasio meskipun tidak mengabaikan sama sekali aspek emosi, namun tindakannya lebih mengutamakan logika dan rasio. Walaupun terkadang kita sering mendengar istilah insting bisnis, intuisi bisnis atau naluri bisnis, namun jika dikaji lebih lanjut istilah insting, intuisi dan naluri sebetulnya pun tetap menggunakan logika dan akal sehat pada saat harus diimplementasikan.

Jika loyalitas kental dengan aspek ideologi dan emosi, maka komitmen lebih mengedepakan logika dan rasio. Logika artinya dapat dijelaskan secara runtut dan rasio adalah akal sehat atau dapat diterima secara akal/masuk diakal. Meskipun kita pahami dalam praktiknya terjadi bauran antara rasio dan emosi, namun loyalitas lebih menekankan pada aspek emosi, sedangkan komitmen selain emosi diperkuat oleh sifat logis dan rasionalnya.

Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa para profesional sering berpindah perusahaan atau organisasi. Karena hal tersebut bukanlah hal yang tabu, mereka profesional, mereka memiliki komitmen terhadap tugas-tugasnya. Setia terhadap satu organisasi atau perusahaan seumur hidup bukan menjadi orientasi kaum profesional. Mereka lebih kepada berkomitmen untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang diperjanjikan.