Rabu, 25 Juli 2012

MENTALITAS PERANTAU

Pernahkah kita mengamati bagaimana perjalanan hidup seseorang jika dibandingkan antara mereka yang seumur hidupnya tinggal disuatu tempat selamanya atau mereka yang menghabiskan umurnya dikampung halaman dibandingkan dengan mereka yang merantau?

Kalau kita amati secara umum mereka yang merantau meninggalkan kampung halamannya jauh lebih berhasil dibandingkan dengan yang seumur hidup atau sebagian besar hidupnya dihabiskan dikampung halaman.

Mereka yang merantau ini juga dapat dikatakan adalah orang-orang yang melakukan hijrah dengan harapan hidupnya akan lebih baik jika mereka berpindah tempat atau mereka menuju tempat baru yang memberikan harapan.

Pertanyaan yang mengemuka, mengapa mereka yang merantau secara umum jauh lebih sukses dibandingkan dengan mereka yang tetap tinggal dikampung halamannya? Pertanyaan ini menarik untuk kita kaji terutama untuk mengetahui motivasi dan bagaimana mereka berjuang untuk hidup.

Bagi kaum perantau umumnya berlaku kredo “jangan pulang sebelum berhasil.” Semangat untuk berhasil ini dan tidak ingin pulang sebagai pecundang mewarnai kepribadian dan mentalitas kaum perantau.

Bagu kaum perantau tidak ada istilah setengah-setengah, berhasil atau terpuruk itulah pilihan hidupnya. Para perantau rela menderita jangka pendek untuk mencapai kesejahteraan dalam jangka panjang. Berusaha menahan diri akan dorongan konsumtif untuk mencapai kebahagiaan dijangka panjang.

Secara mental pada saat memutuskan merantau atau mengetahui bahwa ia hidup dalam perantauan maka ia sadar bahwa harus “survive.” Eksistensi hidupnya sangat tergantung pada perjuangan dirinya sendiri. Ini akan berbeda kalau ia berada dikampung halaman bersama keluarga besarnya sendiri, ia cenderung merasa aman, merasa diproteksi, tanpa berjuang keras pun kehidupan hidupnya dapat terpenuhi. Hidup dalam “comfort zone” ternyata membuat diri terlena dan keinginan untuk berjuang keras pun sirna.

Di perantauan situasi berbeda, seseorang harus mandiri, peluang untuk bergantung pada orang lain sangatlah minimal, kesempatan untuk diproteksi oleh keluarganya akan berkurang dan pemenuhan kebutuhan hidupya haruslah ditanggulangi sendiri.

Mentalitas perantau adalah mentalitas pejuang. Bagi pejuang target jangka panjang jauh lebih penting dibandingkan jangka pendek. Perantau berpikir sebagai seorang investor. Investasi utamanya adalah dalam bidang sosial dan membangun relasi yang luas. Berbeda jika dikampung halaman hubungan sosial sudah “given.” Diperantauan seseorang harus berinisiatif sendiri untuk membangun jejaring sosial agar ia eksis dalam kehidupan sosialnya.

Seorang perantau akan bangun lebih pagi dan istirahat lebih malam. Bekerja lebih cerdas, lebih cepat dan lebih berkualitas. Bersikap lebih kompetitif sekaligus lebih kooperatif. Bergaul lebih luwes untuk memperoleh “social acceptance.”

Seorang perantau memiliki mentalitas seperti bola tenis dibandingkan seperti telur. Jika telur jatuh maka akan pecah berantakan, namun jika bola tenis jatuh ia akan mental kembali ke atas. Perantau tidak akan mudah menyerah, kegagalan tidak membuat dirinya punah, kegagalan akan dijadikan pelajaran pahit dan untuk kemudian tampil lebih sukses lagi.

Jadi apakah anda tetap ingin tinggal di kampung halaman? So MERANTAULAH!

Jumat, 20 Juli 2012

TOP MODAL SUKSES

Banyak kiat yang disampaikan berbagai pakar tentang kesuksesan. Meskipun definisi sukses sendiri sangatlah sumir dan setiap orang bisa mendefinisikan secara berbeda tentang makna sukses. Belum lagi jika hal tersebut dikaitkan dengan dimensi waktu, sukses jangka pendek tidak selalu linier dengan sukses jangka panjang, bahkan terkadang untuk mencapai sukses jangka panjang kita harus mengorbankan sesuatu dalam jangka pendek atau gagal dalam jangka pendek.
Namun secara umum modal sebuah kesuksesan sangat dikaitkan dengan kualitas personal seseorang. Kualitas personal ini terutama berkaitan dengan bagaimana seseorang merespon dinamika kehidupannya seperti saat menghadapi permasalahan, tantangan maupun kegagalan. Orang-orang sukses umumnya memiliki kendali yang kuat terhadap lingkungannya bukan malah dikendalikan, mampu berperan positif dilingkungan dan memberikan teladan dalam banyak hal.
Seorang yang sukses umumnya memiliki kecerdasan minimal rata-rata. Tidak harus menjadi jenius untuk sukses, namun jangan terlalu dungu pula. Selain itu orang sukses biasanya memiliki kendali emosi yang baik. Dalam kasus tertentu memang ditemukan beberapa pemimpin kharismatik memiliki emosi yang meledak-ledak dan dianggap sebagai pemimpin sukses. Namun emosi yang meledak-ledak ini lebih kearah energi untuk membangkitkan semangat pengikut dan konstituennya.
Selain itu seorang sukses secara umum memiliki kemampuan sosialibilitas yang baik. Namun untuk kasus tertentu ditemukan pula mereka yang introvert dan penyendiri yang dianggap sukses. Umumnya hal ini muncul dari kalangan ilmuwan, para penemu dan bidang-bidang yang terkait dengan penelitian. Biasanya mereka terbiasa hidup menyendiri dan fokus untuk meneliti sesuatu hal.
Berikutnya orang-orang sukses biasanya memiliki sikap kerja yang baik. Bekerja dengan perencanaan dan visi yang jauh kedepan, mampu mengelola energi dan kapasitas mentalnya, memiliki dayang juang yang besar dan selalu termotivasi mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya secara baik dan sempurna.
Deskripsi diatas menggambarkan sekilas tentang ciri-ciri orang yang sukses. Ciri-ciri diatas lebih menggambarkan pada aspek perilakunya. Namun, disamping faktor intelektual, emosional, sosiabilitas dan sikap kerja, maka diperlukan suatu kondisi awal yang sesuai untuk membangun berbagai perilaku sukses tersebut. Kondisi awal ini merupakan dasar bagaimana seseorang membangun persepsi dan sikapnya. Atas persepsi dan sikap yang benar inilah akan muncul perilaku yang relevan untuk membangun kesuksesan.
Persepsi dan sikap awal ini disingkat dengan TOP, yaitu Trust-Optimist-Positive. Untuk membangun suatu perilaku yang mampu menghantarkan seseorang meraih kesuksesan diperlukan persepsi dan sikap TOP ini.
Trust akan menumbuhkan sikap saling menghargai dan dengan sikap saling menghargai akan muncul situasi kondusif untuk membangun sinergi antar berbagai pihak. Karena kesuksesan sangat memerlukan dukungan berbagai pihak, dengan bersikap Trust maka modal untuk meraih dukungan tersebut akan diperoleh.
Optimis akan membuat seseorang selalu bergairah dan bersemangat. Orang-orang optimis selalu melihat peluang dibalik berbagai hal. Dengan sikap optimis orang-orang akan mampu menghasilkan solusi dibandingkan dengan terpaku pada masalah. Sikap optimis mampu mengeluarkan semua potensi seseorang untuk melakukan hal-hal terbaik yang ia miliki. Orang optimis tidak pernah bertindak ragu-ragu, yakin dengan pilihan dan putusannya serta berusaha maksimal untuk meraih keberhasilan.
Positif akan mampu membangun sikap mental yang sehat. Sikap mental yang sehat diperlukan agar semua energi dan potensi kita muncul secara optimal. Bersikap positif membuat kita lebih dapat menikmati situasi dengan gembira. Kegembiraan akan berdampak baik saat kita berelasi dilingkungan sosial. Kegembiraan membuat semua potensi kita dapat muncul. Dengan sikap positif lingkungan pun nyaman dengan keberadaan kita dan dengan kondisi ini tentu lingkungan pun akan memberikan dukungan yang kita perlukan untuk meraih kesuksesan.
Jadi …… ingin sukses? Bangunlah sikap TOP, Trust-Optimist-Positive!   

Rabu, 18 Juli 2012

HELSINKI


MINUM KOPI BISA LEBIH SUKSES?

Sebuah artikel di Harian Nasional menyebutkan para peminum kopi cenderung hidupnya lebih sukses. Benarkah demikian? Tentunya menurut artikel tersebut memang benar. Berikut penulis cuplik dari kompas.com :

Kopi selalu menjadi teman kita untuk mengawali hari, atau daya berpikir kita mulai "meredup" di sore hari. Bila Anda termasuk orang yang selalu mengandalkan kopi untuk teman saat bekerja, coba baca hasil survei dari Nespresso ini. Kebiasaan ngopi ternyata bisa menunjukkan seberapa tingkat kesuksesan kita di tempat kerja.

Perusahaan pembuat mesin kopi ini sebelumnya melakukan survei terhadap 2.000 kalangan profesional di Inggris. Survei mengungkapkan beberapa fakta menarik seputar kebiasaan minum kopi. Lebih dari tiga perempat responden (77 persen) yang merupakan manajer golongan top dan senior ternyata lebih memilih kopi ketimbang teh saat bekerja. Orang-orang yang tergolong sangat ambisius (dengan tingkat ambisi 4 dan 5 dari skala 1-5) minum 1,5 cangkir kopi lebih banyak daripada yang dikategorikan kurang ambisius.

Namun alasan mereka memilih kopi ternyata tidak hanya itu. Kopi bagi mereka juga sangat berkaitan dengan status. Terbukti hampir separuh responden (45 persen) mengaku bahwa mereka menganggap kopi memiliki status sosial yang lebih tinggi daripada teh.
Kemudian, responden diminta memilih deskripsi pekerjaan mereka yang disesuaikan dari 13 pilihan yang ada, dari managing director hingga supporting role seperti petugas keamanan atau office boy. Dari sini, responden dikelompokkan ke dalam Top Management, Senior Management, Middle Management, Junior Level, dan karyawan non-office. Pengelompokan ini ditujukan agar para peneliti dapat menentukan responden yang memiliki penghasilan tertinggi.
Terlihat, 78 persen dari responden dengan gaji yang tinggi mengakui bahwa kopi sudah menjadi kebutuhan bagi mereka, agar mereka merasa lebih "tune in" dan lebih produktif sepanjang hari. Mereka cenderung memilih kopi dengan citarasa yang kuat, seperti espresso atau macchiato. Kedua jenis kopi ini lebih dipilih oleh dua pertiga dari responden yang berada di top management, dan tiga perempat responden yang tergolong "ambisius", ketimbang jenis kopi latte (dengan tambahan susu) dan cappuccino dengan taburan cokelat. Sebaliknya, jenis kopi panas dengan campuran susu lebih jadi favorit responden yang tergolong "kurang ambisius".

Nah, sekarang Anda mungkin tahu alasannya, mengapa meskipun sudah minum lima cangkir kopi sehari tetapi tidak naik-naik pangkat juga. Mungkin Anda terlalu banyak menambahkan susu ke dalam kopi Anda.... Sumber: Huffington
Dari tulisan tersebut terlihat orang yang sukses dan bergaji tinggi cenderung serng minum kopi. Namun kita harus membedakan dua hal ini disini : apakah karena minum kopi orang menjadi sukses atau orang-orang sukses memang telah memiliki motivasi dan semangat kerja yang kuat membutuhkan asupan energi untuk lebih meningkatkan vitalitas mereka, salah satunya dengan minum kopi (bisa juga minum yang lain). Penulis cenderung memilih yang kedua, bagaimana anda?