Minggu, 31 Januari 2010

THE SPEED OF TRUST

Kondisi masyarakat kita akhir-akhir ini menunjukan gejala semakin saling tidak percaya, penuh curiga, intrik dan menonjolkan sikap permusuhan. Kondisi ini mengingatkan penulis akan sebuah buku yang ditulis oleh Stephen M.R. Covey bersama Rebecca R. Merrill yang berjudul THE SPEED OF TRUST. Buku tersebut pada intinya menunjukan pentingnya trust dan sikap saling percaya untuk membangun suatu masyarakat yang berkeadaban dan sejahtera.

Trust akan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan berperan penting dalam pengelolaan konflik. Ketidakpercayaan akan menimbulkan sikap tertutup dan terjadi jarak antar berbagai kelompok masyarakat yang ujung-ujungnya melemahkan kohesivitas sosial. Kohesivitas sosial yang lemah akan melemahkan kinerja kelompok sosial dan membuat berbagai hambatan dalam proses interaksi.

Dalam buku tersebut diulas sebuah formula yang sederhana, sebagai berikut :

- Low-Trust = Low-Speed, High Cost
- High-Trust = High-Speed, Low Cost

Dalam formula tersebut terlihat bahwa kepercayaan yang rendah akan menimbulkan kelambatan dan biaya tinggi. Kepercayaan yang tinggi akan berdampak pada kecepatan dan biaya yang rendah. Dicontohkan setelah kasus 11 September 2001, ketidakpercayaan di Amerika Serikat meluas, terutama terhadap orang asing khususnya Islam dan Timur Tengah. Demi alasan keamanan, setiap penumpang pesawat harus datang lebih awal, melewati berbagai pemeriksaaan yang bertele-tele dan membuang waktu sekian lama. Hal ini memperpanjang waktu dan membuat kelambatan, sekaligus meningkatkan biaya.

Tampaknya hal ini mulai terjadi dinegeri ini, terutama dalam kehidupan politik. Ketidakpercayaan telah menimbulkan berbagai proses politik yang cukup menyita waktu dan sekaligus menimbulkan biaya tinggi. Mirip seperti yang ditunjukan dalam formula diatas.

Menurut M.R. Covey dan Rebecca R. Merrill setidaknya ada tiga tahap membangun trust yaitu :

1. Self Trust
2. Relationship Trust
3. Stakeholder Trus

Self trust harus dibangun melalui kredibilitas. Individu harus mampu menunjukkan kemampuan untuk tampil secara seimbang, sejalannya antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Individu juga harus memiliki kapabilitas yang cukup, memiliki agenda hidup yang jelas dan menunjukan hasil yang nyata dari perbuatannya.

Relationship trust berkaitan dengan perilakunya dalam berinteraksi di lingkungan sosial. Hal ini meliputi kemampuan untuk menunjukan respek kepada orang lain, transparan, menunjukan loyalitas, kemampuan untuk mendengar dan menerima orang lain.

Berikutnya adalah Stakeholder trust, meliputi organizational trust yang menuntut adanya alignment antara segenap komponen organisasi, market trust yang sangat berkaitan dengan reputasi dan social trust yang menuntut kontribusi positif dari seluruh komunitas sosial.

Jadi untuk membangun suatu masyarakat yang maju sangat diperlukan trust. Trust yang tinggi akan mempercepat proses dan meminimalkan biaya sehingga proses kehidupan masyarakat bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Dan yang terpenting trust adalah prasyarat mutlak untuk menuju masyarakat yang berkeadaban.

NEKROFILIA POLITIK, BERCERMIN PADA KASUS BABE SI PEMBUNUH ANAK JALANAN

Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh kasus pembunuhan anak jalanan oleh sesorang yang bernama Babe. Babe pada awalnya dikenal sebagai seorang yang menyayangi anak-anak jalanan yang dikemudian merawatnya dan tinggal bersama dirinya dirumah sederhana yang ia tempati. Dari penyelidikan diketahui Babe juga melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak tersebut. Ia melakukan kegiatan seksual kepada anak-anak dan apabila menolak ia akan membunuhnya kemudian setelah menjadi mayat ia setubuhi/sodomi.

Babe adalah pengidap fedofilia sekaligus nekrofilia. Beberapa tahun sebelumnya kita juga mengenal Robot Gedek yang kelakuannya mirip Babe. Fedofilia dan nekrofilia adalah bentuk perilaku seksual yang menyimpang atau abnormal. Fedofilia dan nekrofilia berasal dari bahasa Latin ; faidos = anak, necros = mayat, philos = menyintai. Jadi sederhananya fedofilia berarti menyintai anak secara seksual dan nekrofilia menyintai mayat secara seksual.

Dalam pembahasan kali ini lebih difokuskan pada perilaku Nekrofilia, khususnya Nekrofilia Politik. Sebelum membahas nekrofilia politik, ada baiknya memahami dulu apa itu nekrofilia. Nekrofilia adalah fenomena untuk melakukan hubungan seksual dan menikmati orgasme dengan mayat. Penyebab perilaku menyimpang ini didasari oleh sikap inferior yang dimiliki oleh pelaku yang begitu hebat karena sebelumnya pernah mengalami trauma psikologis yang cukup serius berkaitan dengan kehidupan seksualnya.

Pada sebagian besar kasus pelaku juga pernah menjadi korban seksual pada masa kecilnya. Pelaku mengalami inferioritas dan tidak memiliki keyakinan diri untuk menjalani relasi sosial yang sehat dengan lawan jenisnya atau mengalami trauma untuk melakukan relasi sosial dengan orang yang masih hidup. Umumnya pelaku nekrofilia mengalami kecemasan dan ketakutan yang menetap dan tersimpan dendam yang berkaitan dengan kehidupan seksualnya.

Saat melakukan hubungan sesksual atau coitus dengan mayat kadang-kadang disertai pula dengan perilaku mutilasi, yaitu dengan merusak mayat. Nafsu seks yang menyimpang ini biasanya begitu intens dan berbaur pula dengan sifat psikotis. Perilaku mutilasi sangat terkait dengan dendam yang ia miliki sehingga dilampiaskannya dengan cara merusak mayat bahkan terkadang disertai perilaku kanibalisme, yaitu dengan cara memakan potongan mayat.

Jadi nekrofilia mengandung arti perilaku seksual yang menyimpang, inferior, agresif dan kanibal. Bisakah hal tersebut terjadi dalam politik? Sangat mungkin apabila perilaku menyimpang muncul dalam kehidupan politik, terutama penyimpangan terhadap hasrat kekuasaan. Jika mengambil pengertian nekrofilia, maka nekrofilia politik dapat berarti :

1. Hasrat politik yang menyimpang.
2. Sikap inferior yang kemudian dikompensasi dengan perilaku superioritas.
3. Agresif dengan menyerang pihak lawan atau pihak yang tidak disukai.
4. Kanibalisme dengan memangsa pihak lawan.

Nekrofilia politik mulai terlihat saat ini dilingkungan kita. Sejumlah orang atau pihak memiliki hasrat kekuasaan yang luar biasa bahkan penyalurannya bisa dilakukan dengan cara-cara menyimpang. Tidak peduli apakah yang dilakukannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku atau tidak. Maka munculah perilaku koruptif, menghabisi pihak lawan, mendelegitimasi, men-de-eksistensi sampai dengan depersonalisasi orang-orang atau pihak yang tidak disukai.

Sikap inferioritas karena merasa kekurangan dan rendah diri, menurut seorang psikolog Alferd Adler akan menimbulkan ketidakseimbangan pada diri seseorang sehingga harus dilakukan kompensasi agar individu tersebut menjadi stabil. Proses stabilisasi ini dilakukan dengan cara tampil secara superior dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks politik maka sikap inferior para politisi dikompensasi sedemikian rupa dengan memanfaatkan seluruh potensi dan sumber daya politik yang dimiliki. Setelah itu difokuskan pada kelemahan pihak lawan untuk mendelegitimasi dan menghancurkannya. Potensi dan sumber daya politik dimanfaatkan untuk menggoyang pihak lain yang secara politik berseberangan dengan dirinya.

Perilaku inferior tersebut disertai dengan perilaku agresif yang sedemikian rupa. Melakukan penyerangan terhadap pihak dan golongan lain yang berbeda secara politik bahkan sampai dengan proses depersonalisasi dengan cara meruntuhkan integritas kepribadian seseorang.

Agresivitas tersebut disertai pula dengan proses mutilasi politik dan kanibalisasi politik. Mutilasi dengan cara memporak-porandakan pihak lawan kemudian melakukan kanibalisasi dengan cara memangsa atau memanfaatkan potensi dan sumber daya politik pihak lawan.

Inilah esensi dari nekrofilia politik. Jadi jika perilaku Babe merusak individu-individu atau keluarga tertentu maka nekrofilia politik dapat menghancurkan kehidupan masyarakat dan bahkan jika tidak hati-hati akan menghancurkan integritas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita harus waspada dengan kemungkinan munculnya Babe-Babe lain. Namun, kewaspadaan yang lebih tinggi harus kita tunjukan pada Babe-Babe politisi yang memiliki syahwat politik yang menyimpang, yaitu pengidap Nekrofilia Politik.

Jumat, 22 Januari 2010

MODAL SECUKUPNYA MEMBERI YANG TERBAIK

Kemarin tanggal 21 Januari 2010 penulis berkesempatan megikuti HRMPA 1st Annual Conference di Jakarta Convention Center. HRMPA adalah Human Resorces Professional Association yang mewadahi komunitas profesional SDM. Pada konferensi yang pertama kali ini HRMPA mengambil topik "Leading Business Through Professional Human Resources." Banyak makalah yang dibahas dalam kegiatan tersebut dengan pembicara yang mumpuni.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengutip salah satu sesi yang menarik yaitu pada saat sesi penutup. Sesi ini menghadirkan pembicara Palgunadi T. Setiawan yang membawakan topik tentang spiritualitas. Ulasan beliau sangat menarik dan menggugah kesadaran spiritualitas kita.

Pak Palgunadi mengintrodusir pemaparannya dengan menceritakan sedikit kisah tentang pengalamannya di ASTRA. Hal yang menarik adalah saat beliau menceritakan tentang Alm. Michael D. Ruslin petinggi Astra yang baru saja berpulang pada hari Rabu sebelumnya. Beliau mengenang Michael sebagai pribadi rendah hati yang memiliki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa. Pribadi yang tidak berambisi terhadap jabatan namun lebih fokus pada karya apa yang bisa diberikan agar bermanfaat bagi orang lain. Ternyata Michael bebarapa hari sebelumnya telah menyiapkan sendiri kavling pemakamannya di San Diego Hill tanpa diketahui oleh keluarganya. Ia sebetulnya membeli kavling tersebut untuk keluarganya dan ternyata ia adalah pengguna yang pertama dari kavling pemakaman yang dipesannya.

Menurut Palgunadi, Michael memiliki pemikiran jauh kedepan, seorang yang mampu mengoptimalkan apa yang dimiliki namun selalu berpikir bagaimana berkarya yang mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain. Inilah menurut Palgunadi esensi spiritualitas yang sesungguhnya - bagaimana menjadi makhluk Tuhan yang bersyukur dan kemudian mengabdikan diri dan karyanya bagi orang banyak.

Palgunadi mengatakan hal ini berkaitan dengan konsep syukur. Kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki dengan cara salah satunya adalah merasa cukup. Apakah ini bertentangan dengan perilaku achiever? atau perilaku untuk membuat target yang menantang? Menurut Palgunadi tidak sama sekali. Kita harus mensyukuri dengan apa yang kita miliki dengan merasa cukup. Namun, dalam konteks memberi dan bermanfaat bagi orang lain harus senantiasa ditingkatkan, mungkinkah? Sangat mungkin.

Inilah fitrah sejati manusia. Manusia bukan mesin yang senantiasa harus diukur dengan konsep input-output. Manusia memiliki fitrah dengan kemampuan memproses segala sesuatu dengan dorongan spiritualitasnya dan hasilnya akan menjadi berlipat ganda. Jika anda makan cukup tiga kali maka anda anda berkarya dengan baik tanpa tergantung apakah anda harus makan lima kali atau sepuluh kali. Cukup disini maknanya adalah cukup dalam batas kewajaran, dalam batas kemanusiaan yang wajar.

Jadi esensi spiritualitas adalah kita paham sebagai makhluk Tuhan dan berkewajiban mengedepankan rasa syukur. Rasa syukur dengan cara merasa cukup namun harus meningkatkan nilai kemanfaatan kita bagi orang lain dan lingkungan. Kita harus merasa memiliki modal yang cukup, namun mampu memberi yang terbaik. Dan kita pun harus menyadari bahwa ketamakan manusia tidak pernah mengenal kata cukup. Ketamakan adalah antitesa dari rasa syukur. Jadi spiritualitas sangat tergantung dari rasa kebersyukuran yang dimiliki.

Senin, 04 Januari 2010

PAHLAWAN NASIONAL : GITU AJA KOK REPOT

Sepeninggalnya Gus Dur - Tokoh Besar Kemanusiaan dan Pluralisme - banyak usulan yang menginginkan beliau untuk diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Mayoritas rakyat negeri ini kiranya sepakat apabila Gus Dur memiliki sejumlah prestasi dan kontribusi bagi kemajuan negeri ini terutama dalam hal demokrasi dan penegakan hak asasi manusia.

Gus Dur dikenal pula sebagai tokoh pluralisme yang toleran dengan berbagai keyakinan yang berbeda dan mengedepankan kesetaraan bagi semua pihak. Gus Dur adalah pembuka kejumudan berpikir terutama yang berkaitan dengan toleransi terhadap keperbedaan keyakinan. Ia adalah pendobrak tradisi yang mampu membuka mata kita bahwa sesungguhnya perbedaan itu adalah rahmat dan kita diciptakan berbeda untuk saling mengenal.

Rasanya dengan segala pemikiran, perbuatan dan kiprahnya, Gus Dur sesungguhnya telah menjadi Pahlawan Nasional dibanyak hati masyarakat negeri ini. Dikukuhkan atau tidak dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional tidak akan pernah mengurangi derajat tokoh besar yang satu ini. Jadi sesungguhnya Gus Dur secara pribadi sangat diyakini tidak memerlukan berbagai gelar tersebut. Hanya mayoritas masyarakat dan tokoh dinegeri ini ingin memberikan suatu penghargaan yang pantas untuk beliau. Bukankah gelar Pahlawan Nasional adalah suatu gelar yang sangat terhormat dinegeri ini? Dan Gus Dur dipandang sangat layak untuk menyandangnya.

Jika ada berbagai perdebatan berkaitan dengan pemberian gelar tersebut tentunya tidak akan mengurangi sedikitpun penghormatan kita kepada Gus Dur. Dari berbagai pemberitaan dan kesan yang tertangkap mayoritas kita sangat menghormati Gus Dur dan menghendaki gelar Pahlawan Nasional tersebut dapat ditabalkan kepada beliau.

Seandainya kita masih bisa berdialog dengan Gus Dur dan saat kita bertanya kepada beliau tentang pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut mungkin dengan gayanya yang khas Gus Dur akan menjawab : "gitu aja kok repot ........................"

Memang benar Gus dinegeri ini sekarang kelihatan semuanya begitu merepotkan, yang berhak terkadang tidak memperoleh yang menjadi hak-nya, namun yang tidak berhak mungkin memperoleh apapun yang dikehendakinya.

Selamat jalan Gus semoga damai dialam keabadian sana ..........................

Jumat, 01 Januari 2010

MINDSET

Bagaimana seseorang memandang dunianya, memahami dan menyimpulkan kemudian memberikan reaksi sangat tergantung pada mindset. Mindset lebih dari sekedar pola pikir tetapi lebih kearah kerangka seseorang dalam memahami dunianya.

Mindset berasal dari kata mind dan set. Mind menurut Arthur S. Reber dan Emily Reber memiliki arti yang kadang bisa saling membingungkan, yaitu kecenderungan untuk mengartikan mind sebagai suatu metaphysical explanatory entity yang berbeda dengan sistem mekanistik. Arti lainnya merujuk kepada suatu sistem biologis, yaitu sistem neurofisiologis dari otak. Terdapat pula pemahaman mind dari konteks psikologis, yaitu sebagai suatu proses mental yang menentukan bagaimana seorang bertindak.

Mind secara psikologis bisa meliputi aspek sadar dan ketidaksadaran. Mind diartikan pula sebagai sebuah konsep intelegensia. Dalam perkembangannya minda dapat berarti sebuah karakter atau sifat dasar individu. Bahkan mind-pun diartikan sebagai psyche, soul dan self.

Dari semua pemahaman tersebut terlihat bahwa mind sebagai unsur dasar yang sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Mempengaruhi pola pikir, kehidupan emosi, relasi sosial dan perilaku kerjanya. Mind dapat pula disebut sebagai mediator antara unsur inner individu dengan dunia eksternalnya.

Mengapa ini penting dibahas, setidaknya ada tiga alasan, yaitu :

1. Bagaimana manusia berperilaku sangat tergantung mindset. Untuk memahami perilaku seseroang maka perlu memahami mindset-nya.
2. Orang tidak bisa berubah tanpa merubah mindset-nya.
3. Merencanakan masa depan harus dimulai dengan merancang mindset.

Contoh paling gamblang tentang mindset terlihat seperti ilustrasi yang disampaikan oleh John Naisbitt sebagai berikut :

”To a little boy with a hammer everything looks like a nail.”

Perumpamaan diatas jelas memberikan gambaran bagi kita bahwa dengan mindset tertentu maka kita pun akan melihat dunia sesuai dengan mindset tersebut. Dalam bahasa lain sering disebutkan bahwa mindset bagaikan ”kacamata jiwa.” Seluruh hal yang kita lihat tergantung pada kacamata jiwa tersebut.

Beberapa hal yang bisa membentuk mindset, yaitu :

1. Pola Asuh
2. Pola Didik
3. Role Model
4. Pengalaman yang signifikan, terutama tentang kegagalan dan keberhasilan.
5. Harapan Ideal

Khusus tentang yang kelima karena otoritas penuh ada pada tangan individu, menarik apa yang dikatan oleh John Naisbitt bahwa ”the future is embedded in the present.” Dalam ungkapan ini jelas menurut Naisbitt bahwa apa yang diharapkan secara ideal dimasa yang akan datang sebetulnya berawal bagaimana kita merancang hari ini dan bagaimana kita merancang hari ini sangat tergantung pada mindset kita. Namun, berikutnya secara dinamis mindset yang terbentuk saat ini akan menentukan masa depan dan ini akan terus berlangsung selama kurun hidup.