Selasa, 17 Maret 2009

KOALISI, BUALISASI DAN TIPUNISASI

Sejak tanggal 16 Maret 2009 kemarin sampai dengan 5 April akan berlangsung kampanye dalam rangka Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Menjelang kampanye terlihat berbagai pihak melakukan koalisi baik antar tokoh, antar pihak maupun antar partai.

Koalisi diperlukan mengingat kecil kemungkinan satu pihak berhasil meraup suara yang signifikan dan akan menghambat proses pencalonan Presiden/Wakil Presiden, sehingga diperlukan penyatuan kekuatan dalam bentuk koalisi agar dapat memenuhi ambang batas minimal untuk mencalonkan Presiden/Wakil Presiden. Meskipun wajah terang koalisi baru akan terlihat dan memperoleh kepastian setelah mengetahui hasil pemilihan legislatif. Namun, gerakan koalisi saat inipun tampaknya selain untuk mempersiapkan kondisi paska pemilihan legislatif, juga tampaknya dimaksudkan untuk memberikan pesan-pesan politik bagi pihak lain yang mungkin nanti akan menjadi kompetitor atau dapat juga sebagai bentuk "bargaining position" dalam memperoleh posisi politik yang lebih baik.

Seiring dengan maraknya koalisi, kampanye pun telah dimulai. Tadi pagi penulis mendengar berita dari televisi, radio dan media cetak, suasana kampanye mulai marak bahkan ada sedikit kerusuhan. Sebuah berita di media cetak tadi pagi menyebutkan juga ditemukannya usaha pencetakan uang palsu disuatu tempat di Bandung dan diduga uang palsu ini akan digunakan sebagai politik uang oleh pihak tertentu dalam kampanye kali ini.

Berbagai berita terkait kampanye yang terdengar semuanya ingin mengutamakan rakyat, mengedepankan kepentingan rakyat. Terkait hal ini penulis teringat sebuah ungkapan yang pernah disampaikan oleh almarhum Syahrir bahwa rakyat itu bagaikan karpet, ia digunakan oleh semua orang sekaligus juga diinjak oleh orang-orang tersebut. Moga-moga semua pihak yang saat ini berkoar-koar untuk membela kepentingan rakyat tidak menggunakan rakyat bagaikan karpet tadi.

Seorang teman berkomentar saat ini sedang dimulai proses "bualisasi dan tipunisasi." Kata-kata itu mengandung ironi, terlihat menggelikan sekaligus membuat perih. Mungkin untuk mengatasi hal tersebut kita perlu melihat kebelakang bagaimana kampanye yang pernah terjadi pada pemilu sebelumnya, berapa banyak partai yang berjanji dan setelah itu apa yang mereka lakukan?

Menurut hemat penulis, meskinya partai sekarang tidak berjanji, tetapi lebih menyampaikan rakam jejak mereka. Terutama untuk partai yang pernah ikut pemilu sebelumnya, seharusnya mereka menyebutkan apa janji mereka sebelumnya dan bagaimana realisasi janji mereka. Jangan buru-buru membuat janji baru, lebih baik menjelaskan apa yang sudah dilakukan selama ini dan apakah mereka sudah memenuhi janjinya pada pemilu saat itu.

Untuk partai baru, meskipun belum pernah ikut pemilu sebelumnya, daripada membuat janji kedepan lebih baik menyampaikan bagaimana rekam jejak mereka sebelumnya (sebagai individu dan tokoh) untuk menunjukkan pengabdian mereka kepada bangsa dan negara.

Bagi pemilih yang akan menyentang (bukan menyoblos) lebih baik anda melihat rekam jejak partai sebelumnya, bagaimana janji partai sebelumnya dan bagaimana mereka dapat memenuhi janjinya dimasa lalu. Termasuk tokoh-tokoh baru yang sebelumnya belum memiliki partai, lebih baik anda melihat bentuk pengabdian mereka dimasa lalu kepada bangsa dan negara dibandingkan terbuai dengan janji-janji yang akan mereka lakukan dimasa depan.

Saat ini dengan mudah kita menyaksikan orang-orang atau pihak-pihak tertentu yang menyampaikan berbagai hal yang muluk-muluk. Apakah akan terjadi bualisasi dan tipunisasi? Apakah semakin banyak pembual-pembual yang muncul? Atau semakin banyak tipuan-tipuan yang akan muncul? Kita berharap dan berdoa bersama agar hal tersebut tidak terjadi.

Bualisasi dan tipunisasi mungkin saja dilakukan, namun kitapun yakin bahwa rakyat kita semakin cerdas, pemilih semakin kritis, sehingga mereka yang membual dan menipu mungkin saja nantinya tidak laku.

Beberapa tips yang penulis tawarkan untuk para pemilih dalam menentukan pilihan adalah :

1. Perhatikan rekam jejak partai tersebut atau tokohnya, apakah mereka memiliki kredibilitas dan mampu memenuhi janji-janjinya dimasa lalu?
2. Jika mereka mebuat janji apakah realistis?
3. Bagaimana pola hidup mereka? apakah berpola hidup sederhana atau tidak?
4. Menurut anda sendiri apakah mereka layak dijadikan teladan? Bisa menggunakan ukuran dari sikap moral dan spiritual mereka, kecerdasan mereka atau kontribusi mereka selama ini kepada rakyat.
5. Apakah mereka relatif bersih dari persoalan hukum terutama bersih dari masalah korupsi dan moralitas?

Jika sebagian besar jawabannya adalah "YA" anda layak memilih mereka.

Senin, 16 Maret 2009

RYAN NARSISISTIK ATAU PSIKOPAT?

Masih ingatkah anda dengan Ryan? Yang lengkapnya bernama Very Idam Henyansah. Ryan beberapa waktu yang lalu telah membunuh sejumlah orang yang juga merupakan teman dekatnya. Pada tangggal 3 Agustus 2008 penulis telah mengulas masalah Ryan di blog ini. Pada hari ini sebuah berita menyebutkan bahwa Ryan disebutkan sebagai Narsisistik dan bukan Psikopat.

Memang tidak begitu mudah untuk memberikan diagnosis tunggal terhadap permasalahan kepribadian. Seringkali beberapa gejala yang menggambarkan beberapa bentuk gangguan tertentu berbaur dalam suatu pribadi. Sangat mungkin Ryan mengalami bauran permasalahan berbagai gangguan kepribadian seperti gangguan penyimpangan seksual. agresivitas, immaturity, narsistik dan psikopat sekaligus. Namun, menghilangkan kecenderungan psikopat pada diri Ryan tampaknya perlu dicermati kembali, mengingat perilaku sadistisnya, kehilangan rasa dan sensitivitas.

Sesuai dengan tulisan terdahulu tentang Ryan dan menurut The Penguin Dictionary of Psychology (Arthur S. Reber & Emily Reber) menyebutkan tentang psikopat sebagai berikut:“Psychopath is a term with two uses, both of which are falling out of favour. 1. A general label for a person with any severe mental disorder. This usage is now absent from technical writings but still occurs in popular literature. 2. An individual diagnosed as having a psychopathic personality.”Psychopathic personality menunjukkan pada seseorang yang mengalami gangguan kepribadian yang ditandai sikap tidak bermoral, kehilangan sensitivitas rasa dan tidak adanya rasa cemas maupun rasa bersalah pada saat melakukan hal-hal yang melanggar norma atau aturan.Tambahan pengertian tentang psikopat dapat dilihat dari pandangan J.P. Chaplin, Ph.D yang menyebutkan bahwa psikopat “1. An individual suffering from a mental disorder., 2. an individual with a personality disorder not psychotic in nature, which is lacking in manifest anxiety and involves inadequate social adjustment.”

Dari pengertian diatas dapat kita lihat apakah Ryan seorang psikopat melalui pertanyaan yang sederhana, yaitu :

1. Apakah Ryan menunjukkan perilaku yang amoral?
2. Apakah Ryan melakukan pelanggaran peraturan tanpa diiringi sikap bersalah dan tidak cemas sama sekali terhadap perbuatannya?
3. Apakah Ryan mati rasa? Tidak memiliki rasa kasihan terhadap penderitaan orang lain?
4. Apakah Ryan melakukan tindakan yang sikapnya manipulatif, cenderung mengecoh untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan merugikan orang lain?
5. Apakah Ryan tidak menunjukkan kemampuan penyesuaian social secara tepat?

Jika semua pertanyaan diatas jawabannya adalah “ya” kita bisa saja memiliki hipotesa yang kuat bahwa Ryan kemungkinan besar adalah seorang psikopat. Namun, hal ini memerlukan uji psikologi klinis yang komprehensif untuk dapat mengambil kesimpulan secara akurat.

Hal lain yang perlu diketahui umumnya psikopat memiliki kecerdasan diatas rata-rata, mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat tampil secara meyakinkan. Kondisi ini mampu mengecoh lingkungannya, bahkan terkadang mereka menunjukkan perilaku religius yang cukup baik seperti rajin beribadah, berderma dan terlibat dengan aktivitas keagamaan yang sebetulnya mereka lakukan untuk memperdaya lingkungannya.Orientasi seksual Ryan yang menyukai pasangan sejenis hendaknya tidak mendorong kita untuk menggenarilisasi kasus ini, karena mereka yang hetero-seksual pun ada yang memiliki potensi psikopat.

Narsisistik sendiri berarti orang yang sangat menyintai dirinya secara berlebihan, cinta diri yang dilakukan secara ekstrim. Biasanya orang yang menyintai diri secara berlebihan kurang menunjukkan perhatian terhadap orang lain. Berbeda dengan Ryan yang menunjukkan perhatian terhadap orang lain, bahkan menyintai orang lain secara eksesif, meskipun subyek yang dicintainyai tersebut sejenis.

Dengan tetap menghormati pendapat ahli lain yang menyebutkan Ryan menderita Narsisistik, penulis memiliki anggapan bahwa Ryan-pun dalam kadar tertentu memiliki kecenderungan Psikopat.

Kalau memang Ryan sebagai Psikopat apakah dapat dihukum? Penjelasan J.P. Chaplin, Ph.D yang menyebutkan bahwa psikopat tidak bisa digolongkan sebagai psikotik (seorang psikotik apabila melanggar hukum bisa saja terbebas dari konsekuensi hukum namun harus memperoleh perawatan psikologis), tegas mengatakan bahwa psikopat yang melakukan pelanggaran hukum apalagi membunuh harus mempertanggungjawabkan perilakunya dan memperoleh konsekuensi hukum. Hanya saja di beberapa tempat diluar negeri pelanggar hukum yang tergolong psikopat biasanya mendapat bantuan penanganan dari seorang psikolog untuk menangani permasalahan kepribadiannya, disamping ia tetap harus menjalani proses hukum.

Berdasarkan analisa diatas sangat mungkin Ryan mengalami bauran permasalahan kepribadian, namun tidak dapat digolongkan sebagai psikotik (dalam pengertian awam tidak dapat digolongkan sebagai "orang gila") sehingga ia dapat dikenakan konsekuensi hukum atas perbuatannya.

Catatan :
1. Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan penulis tidak berpretensi paling benar, perlu pandangan dari berbagai ahli lainnya terutama psikolog dan psikiater untuk memberikan masukan terhadap kasus ini.

2. Sebagian isi tulisan diatas pernah penulis ulas dalam blog ini pada tanggal 3 Agustus 2008 dengan judul "Apakah Ryan Psikopat?."

PERENCANAAN KARIR

Karir dewasa ini merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Bahkan sebagian besar waktu, tenaga dan pemikiran banyak tercurah ke hal-hal yang berkaitan dengan karir. Karir secara sangat terbatas sering dikaitkan dengan pekerjaan dan jabatan yang ujung-ujungnya memberikan penghasilan. Padahal karir tidak sesederhana itu. Karir lebih dari sekedar memperoleh pekerjaan dan jabatan. Karir memiliki perspektif jangka panjang dan terkait dengan tujuan hidup. Karir sangat berkaitan dengan perkembangan personal seseorang dan menjadi bagian penting dalam kesuksesan hidup. Mengingat nilai strategisnya, karir perlu direncanakan secara baik.

Sebuah pendapat bijak mengatakan bahwa arah hidup kita sangat ditentukan oleh tiga keputusan penting yang pernah kita buat. Pertama keputusan untuk memiliki bidang pendidikan yang akan kita tempuh. Kedua keputusan untuk memilih pasangan hidup kita dan ketiga keputusan untuk memilih karir (dalam arti sempit sering diartikan memilih bidang pekerjaan).

Ketiga hal tersebut sebelum diputuskan perlu direncaanakan sebelumnya untuk memilih apa yang terbaik dan apa yang harus dilakukan. Khususnya dalam pembahasan ini akan diulas masalah Perencanaan Karir. Merencanakan karir secara baik akan menentukan kita dalam meraih tujuan karir yang sesuai dengan harapan dan memberikan kontribusi dalam kesuksesan hidup.

Karir sesungguhnya bukan sesuatu yang kita dapatkan, namun karir adalah sesuatu yang harus diciptakan dan sebelumnya harus dirancang. Dalam pengertian ini karir itu sangat perlu dirancang, dengan perkataan lain sangat perlu direncanakan.

Sarah Berry seorang konsultan karir mengatakan bahwa merencanakan karir itu bagaikan kita melihat melalui telescope, melihat sesuatu yang jauh kemudian berusaha meneropongnya dan mengendalikannya untuk terlihat lebih dekat. Jadi perencanaan karir dapat dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk melihat masa depan, memvisualisasikannya sedemikian rupa untuk menetapkan apa yang kita inginkan dan ingin kita capai dimasa depan.

Jadi karir lebih dari sekedar rangkaian suatu pekerjaan atau jabatan. Karir sesuatu yang menyangkut masa depan dalam perspektif jangka panjang yang harus direncanakan sejak jauh-jauh hari, merencanakan kemana kita ingin melangkah dan apa yang ingin kita capai. Lloyd L. Byars dan Leslie W. Rue menyebutkan bahwa perencanaan karir adalah “process by which an individual formulates career goals and develops a plan for reaching those goals.” Mereka membedakannya dengan apa yang disebut pengembangan karir yaitu “an ongoing, formalized effort by an organization that focuses on developing and enriching the organization’s human resources in light of both the employees’ and the organization’s need.”

Hal penting yang perlu kita kutip dari pemahaman diatas adalah perencanaan karir merupakan otoritas individu sedangkan pengembangan karir merupakan otoritas organisasi dengan mempertimbangkan secara bersama-sama kebutuhan karyawan dan kebutuhan organisasi.

Jadi sesungguhnya perencanaan karir berdimensi lebih luas dibandingkan dengan pengembangan karir. Perencanaan karir sangat berkaitan dengan perencanaan jangka panjang karyawan itu sendiri yang tidak dibatasi dalam suatu organisasi tertentu. Pengembangan karir dibatasi oleh kebutuhan dan kepentingan organisasi. Sangat mungkin perencanaan karir seseorang melampaui pengembangan karir yang mampu dilakukan oleh organisasi. Idealnya perencanaan karir sejalan dengan pengembangan karir. Namun, tidak dapat dipungkiri kadang kala kedua hal tersebut saling bertolak belakang. Dalam kondisi ini manakala pengembangan karir tidak sejalan dengan perencanaan karir, individu berhak mengambil keputusan apakah tetap “stay” dalam organisasi atau “exit.”

Ketidakselarasan pengembangan karir dan perencanaan karir dapat bersumber dari perspektif organisasi yang lebih melihat pengembangan karir dari segi tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi, yaitu :

1. Untuk memenuhi kebutuhan SDM, organisasi menentukan persyaratan dengan kualifikasi tertentu dan pada waktu tertentu yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh individu.

2. Adanya jalur karir yang ditetapkan organisasi berdasarkan kepentingan bisnis maupun organisasi itu sendiri yang mungkin tidak sejalan dengan perencanaan karir individu.

3. Kepentingan organisasi yang sangat bervariasi pada saat melaksanakan seleksi, penugasan, pengembangan yang tidak selaras dengan apa yang direncanakan oleh individu.

Jika situasi tersebut diatas terjadi, dimana pengembangan karir yang disediakan oleh organisasi atau perusahaan tidak selaras, individu dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya, tetap tinggal dalam organisasi dengan menyesuaikan perencanaan karirnya dengan kebijakan pengembangan karir yang berlaku dalam organisasi atau memilih keluar untuk memenuhi tujuan karir ideal yang telah direncanakan sebelumnya.Meskipun perencanaan karir merupakan area kepentingan individu dan tanggung jawab utamanya ada pada diri individu tersebut, menurut George T. Milkovich dan John W. Boudreau peran atasan dan organisasi tetap diperlukan agar karyawan dapat merencanakan karirnya secara lebih realistis. George T. Milkovich dan John W. Boudreau menegaskan tanggung jawab dari masing-masing pihak dalam perencanaan karir, sebagai berikut :


Tanggung Jawab Karyawan :
1. Memahami dan mencari tahu tentang kemampuan dirinya, minat dan nilai karir bagi dirinya.
2. Menganalisa berbagai opsi karir yang ingin dipilih.
3. Mengusulkan pengembangan yang diperlukan.
4. Memetakan kemungkinan pengembangan karir bersama atasan.
5. Menyepakati rencana tindakan yang diperlukan

Tanggung Jawab Atasan :
1. Bertindak sebagai katalis, yaitu mencerna apa yang diinginkan karyawan dan mengkomunikasikan kemungkinan yang ada baik peluang maupun hambatan/keterbatasan yang ada.
2. Secara realistis menyampaikan kemampuan karyawan dan merekomendasikan pengembangan yang diperlukan.
3. Melakukan konseling dan menyusun rencana pengembangan yang disepakati bersama.
Menindaklanjuti dan memperbaharui rencana tindakan yang telah dibuat.

Tanggung Jawab Organisasi :
1. Menyediakan model, informasi, sarana (seperti program assessment dan feedback) untuk perencanaan karir.
2. Menyediakan program pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan karir bagi atasan dan karyawan, dan menyediakan pelatihan konseling karir bagi atasan.
3. Menyediakan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan peluang bagi karyawan untuk pengembangan dirinya.

Dalam penjabaran tersebut diatas terlihat bahwa perencanaan karir sesungguhnya merupakan tanggung jawab utama karyawan, atasan dan organisasi lebih berperan pada memfasilitasi agar karyawan dapat merencanakan karirnya secara lebih baik.

Mengingat peran individu sangat besar dalam merencanakan karir, maka karyawan perlu merancang perencanaan karir secara lebih seksama. Memperhatikan seluruh informasi yang tersedia dan mengoptimalkan proses komunikasi dengan berbagai pihak terutama dengan atasan.

Untuk merencanakan karir secara baik ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Motivasi
2. Kompetensi
3. Jejaring (networking)
4. Peluang
5. Konsistensi dan fleksibilitas

Motivasi sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang realistis namun sekaligus menantang akan menimbulkan motivasi untuk meraihnya. Tujuan yang sangat muluk-muluk tanpa memperhatikan kewajarannya dapat melemahkan motivasi bahkan menimbulkan putus asa mengingat kesulitan untuk mencapainya dan terasa musykil. Jadi untuk membangun motivasi dalam perencanaan karir buatlah tujuan karir yang menantang sekaligus realistis.

Kompetensi meliputi seluruh aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki. Jika ingin meniti karir dalam bidang tertentu, katakanlah dalam bidang pemasaran, anda harus meningkatkan pengetahuan anda tentang pemasaran, meningkatkan keterampilan pemasaran dan bersikap bagaikan seorang marketer.

Keberhasilan pencapaian perencanaan karir ditentukan pula oleh jejaring yang kita miliki. Sejauh mana orang lain mengenal diri kita, sejauh mana orang lain mengenal kemampuan kita. Jejaring juga akan membuka akses, memberikan peluang bagi kita untuk lebih meningkatkan pencapaian karir. Tentu hal ini tetap harus berlandaskan motivasi dan kompetensi.

Peluang adalah faktor yang relatif ”uncontrollabel,” diluar kendali kita. Namun, kita dituntut jeli melihatnya, sering disebut peluang jarang berulang dua kali, begitu diperoleh kita harus jeli melihatnya dan segera menangkap apabila hal tersebut selaras dengan perencanaan karir yang telah dibuat.

Berikutnya adalah konsistensi dan feksibilitas. Sengaja kedua hal ini penulis satukan, mengingat disatu sisi hal ini sesungguhnya tidak saling terpisahkan namun disisi lain kita pun harus jeli kapan harus tetap konsisten dan kapan bisa fleksibel. Menurut penulis kita harus tetap konsisten jika menyangkut nilai dasar kita dalam merencanakan karir, nilai adalah prinsip dan harus ditegakkan secara konsisten. Selain itu untuk tujuan yang bersifat jangka panjang kita pun harus konsisten. Namun, kita bisa fleksibel apabila hal itu lebih bersifat teknis, operasional dan bersifat ”temporary” atau berjangka pendek. Jika menyangkut kompetensi anda harus konsisten dengan ”core competency” yang dimiliki, namun dapat lebih fleksibel untuk ”functional competency” atau ”specific competency.”

Catatan terakhir untuk perencanaan karir adalah, karir bukan segala-galanya, namun hidup kita akan lebih berarti dengan pencapaian karir yang sesuai harapan dan yang dapat memuaskan diri kita. Sangat tidak mungkin untuk mencapai segala-galanya, namun sangat mungkin bagi kita untuk mensyukuri segala hal yang sudah kita miliki.

PSYCHOLOGY OF FACEBOOK

Di Stanford University telah dirancang suatu mata kuliah yang berjudul "Psychology of Facebook." Mata kuliah ini dipandu oleh Prof. B.J. Fogg. Disebutkan bahwa Facebook saat ini telah menempatkan teman pada posisi terpenting. Cara kita berteman membentuk pengalaman kita di internet. Disebutkan pula bahwa tidak ada teknologi yang lebih baik daripada pertemanan kita.

Perilaku seseorang dalam ber-Facebook memang menarik untuk diteliti secara psikologis. Facebook adalah suatu fasilitas interet dalam hal social-networking. Aspek psikologi yang penting disini adalah menyangkut psikologi sosial, psikologi komunikasi dan psikologi kepribadian.
Interaksi memang merupakan kajian yang menarik dalam psikologi. Interaksi didalam Facebook tentu memiliki kekhususan tertentu, baik ditinjau dari media, isi maupun prosesnya. Penggiringan perilaku dalam wahana tertentu dimana bentuk dan polanya telah dirancang sedemikian rupa memberi pengaruh terhadap ekspresi perilaku yang ditampilkan.

Sejatinya manusia adalah makhluk sosial dan interaksi adalah unsur penting didalamnya. Interaksi yang normal dalam setting sosial tentunya interaksi yang terjadi didalam alam nyata, dimana waktu dan ruang dari pihak yang berinteraksi berjalan secara paralel. Bagaimana dengan Facebook? Disamping dengan segala kekuatan dan keungggulannya Facebook perlu pula dicermati agar tidak memberikan dampak negatif dalam proses interaksi seseorang.

Sebagaimana sebuah media teknologi pasti Facebook memiliki kekuatan dari segi kecepatan, keluasan dan kedalaman yang membantu terjadinya proses interaksi. Namun, Facebook memiliki keterbatasan dari aspek "human-touch." Selain itu dalam Facebook dapat terjadi manipulasi terhadap interaksi sehingga akan menimbulkan bias dalam proses relasi seseorang. Bias dapat pula terjadi dalam proses komunikasi dan hal ini akan memberikan dampak negatif dalam hubungan sosial seseorang.
Tentu kajian psikologi tentang Facebook masih memerlukan sejumlah penelitian yang medalam untuk dapat memposisikan Facebook sebagai stimulator yang bermanfaat dalam mendorong hubungan sosial secara sehat.

Menurut penulis, beberapa tips agar proses interaksi dalam Facebook dapat memiliki nilai positif dalam hubungan sosial adalah sebagai berikut :

1. Menampilkan informasi yang jujur.
2. Bertindak proporsional dan memahami latar belakang setiap mitra interaksi.
3. Batasi untuk menampilkan hal-hal yang bersifat private dalam ruang terbuka.
4. Tidak mengintervensi relasi orang lain tanpa diminta oleh yang bersangkutan.
5. Tidak merespon secara negatif hal-hal yang dirasakan kurang berkenan.

Jumat, 13 Maret 2009

FOR THE COUNTRY .........

Sir Winston Churchill :
I have nothing to offer but blood, sweat, toil and tears ............

John F. Kennedy :
Ask not what your country can do for you but what you can do for your country ......

Sir Ernest Shackleton :
Men wanted for hazardous journey. Small wages, bitter cold, long months of complete darkness, constant danger. safe return doubtful. Honour and recognition in case of success ....

MENCARI SOSOK BUNG SANG PEMIMPIN

Ditengah jaman kemaruk kekuasaan saat ini, dimana para petualang politik dengan syahwat kekuasaan menjual diri kemana-mana. Semua kemungkinan digunakan sampai dengan kehilangan akal sehat sehingga ayat-ayat suci pun digadaikan. Kita terkenang akan pemimpin-pemimpin besar yang dipanggil BUNG …. ya mereka adalah B.U.N.G …….. BUNG dengan tulisan besar bukan bung dengan tulisan kecil.

Ada dimanakah mereka ???
Kemanakah mereka ???
Masih adakah yang meneruskan perjuangan mereka ???

Dimanakah engkau BUNG .................

Dengan panggilan BUNG ............ kita merasa dekat dengan mereka ....
Dengan panggilan BUNG ........... mereka adalah bagian kita dan kita adalah bagian mereka .....
Dengan panggilan BUNG kita merasa diayomi, direngkuh dan dipedulikan .....

Mereka bukanlah penggila kekuasan .....
Mereka tidak dipenuhi syahwat ketamakan ....
Mereka bukan penyerbu jabatan ....
Mereka bukan perampok berbekal aji mumpung ....
Mereka bukan pengkhianat amanah rakyat ......

Panggilan BUNG terasa egaliter dan revolusioner .....
Terasa egaliter karena mereka tidak pernah meninggikan diri dari kita ... mereka berada diantara kita .................
Terasa revolusioner karena mereka menggerakkan perubahan segera ....
Perubahan yang memang merupakan amanat dari bangsa dan rakyatnya .....

Mereka tidak terperangkap pada wacana .....
Mereka tidak terperangkap pada kata-kata ......
Mereka tidak terperangkap pada harta dan tahta .....

Dimanakah mereka ????????
Masih adakah mereka ???????
Ahh ternyata ini bukan tahun sembilan belas empat lima .............

Kamis, 12 Maret 2009

PRABOWO SUBIANTO : MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA

Letnan Jenderal (Pur) Prabowo Subianto menerbitkan buku dengan judul "MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA." Tradisi membuat buku merupakan sesuatu yang sangat positif untuk membangun budaya intelektual. Kekayaan sejarah akan semakin bertambah dengan semakin banyaknya tokoh yang menuangkan berbagai catatan hidup maupun pandangannya kedalam sebuah buku.

Mungkin saja dari berbagai buku yang terbit tersebut akan muncul berbagai versi tentang suatu peristiwa sejarah tertentu. Tak mengapa-lah. Setiap tokoh yang melakoni sebuah peristiwa sejarah tentu memiliki penghayatan dan pandangan tersendiri terhadap peristiwa tersebut. Kekuatan dalam penyajian data maupun fakta, ketajaman analisis serta kehandalan penggunaan logika akan memberikan sajian yang menarik bagi para pembaca.

Pembaca pun berhak untuk melihat semua peristiwa yang ada dari berbagai sudut pandang yang berasal dari berbagai tokoh. Kita percaya, sejarah-lah yang kemudian akan menilai sejauh mana kebenaran suatu fakta yang diungkapkan. Sejarah juga yang akan menilai sejauh mana analisis dapat dipercaya, dan sejarah juga yang akan menilai logika mana yang paling masuk di-akal.

Kita mengapresiasi upaya setiap tokoh untuk membuat buku dan menuliskan berbagai pengalaman maupun pandangannya. Ini adalah tradisi yang cukup cerdas yang perlu terus dibangun di alam kehidupan demokrasi. Selamat buat anda yang telah menulis buku.

SINTONG PANJAITAN : PEMIMPIN ITU BERTANGGUNG JAWAB

Letnan Jenderal (Pur) Sintong Panjaitan, mantan Komandan Komando Pasukan Khusus dan Mantan Pangdam Udayana, menerbitkan buku "PERJALANAN SEORANG PRAJURIT PARA KOMANDO" kemarin Rabu 11 Maret 2009 di Jakarta. Sintong Panjaitan (SP) ada The Rising Star di TNI d/h ABRI pada tahun 1980-an. Ia adalah lulusan terbaik Akademi Militer (AKABRI) dan mencatat tinta emas sejarah sebagai Komandan Pasukan saat peristiwa pembebasan pembajakan pesawat Woyla di Bandara Don Muang Bangkok. Namun, SP kemudian tergelincir dalam kasus Santa Cruz di Timor Timur. SP mengambil tanggung jawab peristiwa Santa Cruz, ia dicopot meskipun peristiwa tersebut sendiri memiliki banyak misteri, tetapi SP menerimanya dengan jiwa besar. Kemudian Habibi saat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi mengangkatnya sebagai Tenaga Ahli dan kemudian terus menggunakan SP saat menjadi Wakil Presiden dan Presiden.

Hal yang menarik terkait dengan peluncuran buku tersebut, SP mengatakan bahwa Pemimpin itu Bertanggungjawab. Dalam artikel sebelumnya tentang kepemimpinan, penulis pun menyebutkan bahwa esensi dasar kepemimpinan itu adalah tanggung jawab. Menjadi pemimpin berarti siap bertanggung jawab.

Dua dimensi yang paling penting dalam kepemimpinan adalah Tanggungjawab dan Melayani. Tanggungjawab adalah fungsi moral dari kepemimpinan dan Melayani fungsi tindakan dari kepemimpinan. Jadi sesungguhnya memimpin itu adalah melayani dan kemudian mengambil tanggung jawab terhadap pelayanannya (baca tugas dan lingkup pekerjaan sesuai otoritasnya).

Jika anda melihat para pemimpin besar pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang melayani dan bertanggungjawab. Pemimpin yang dikenang sepanjang masa adalah mereka yang melayani dan bertanggungjawab. Lihatlah pemimpin besar seperti Mandela, Gandhi atau Bung Hatta mereka adalah orang-orang yang melayani dan bertanggungjawab.

Khusus tentang peristiwa Mei 1998, yang meyebut-nyebut tentang Prabowo Subianto, penulis kira dalam batas tertentu Prabowo Subianto telah mengambil tanggung jawabnya. Bukankah ia kemudian berhenti dari Dinas Militer, ini merupakan pengorbanan yang luar biasa bagi seorang prajurit, satu tingkat dibawah mempertaruhkan nyawa. Penulis kira semua bangsa pasti memiliki sejarah kelamnya, termasuk Amerika sekali pun. Tentu sebagai sebuah bangsa pun kita tidak boleh melupakan sejarah kelam yang ada, kita ambil hikmahnya, dan kemudian untuk kepentingan masa depan bangsa ini yang lebih baik rekonsiliasi semua anak bangsa merupakan prasyarat penting untuk membangun negeri ini menuju bangsa yang jaya. Demikian pula segenap potensi bangsa seperti para pemimpin bangsa harus mengutamakan kebersamaan, mengutamakan kepentingan yang lebih besar untuk membangun bangsa dan negara.

Menurut informasi Prabowo Subianto akan menerbitkan pula sebuah buku yang berjudul "MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA." Penulis kira ini suatu tradisi positif untuk menerbitkan buku. Melalui buku bisa dilakukan diskusi yang lebih sehat dan produktif dan akan memberikan nilai tambah bagi upaya membangun demokrasi dan tradisi intelektual di negeri ini.

Para pemimpin dan para kader bangsa yang sekarang bersiap-siap mencalonkan diri menjadi Presiden, tentu kita berharap agar mereka siap untuk melayani dan bertanggungjawab. Terlebih-lebih kita pun mengetahui di kitab suci menyebutkan bahwa kita semua ini adalah pemimpin, minimal memimpin diri sendiri dan suatu saat akan diminta pertanggungjawaban oleh Yang Maha Kuasa atas kepemimpinan kita.

Jadi memimpin itu bukanlah memerintah, menguasai apalagi mengeksploitasi. Memimpin adalah Melayani dan Mempertanggungjawabkan pelayanannya.

Senin, 09 Maret 2009

IQ MINIMAL CALON PRESIDEN

Rabu pekan lalu 25 Februari 2009 Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menandatangani nota kesepahaman dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk membuat aturan pemeriksaan kesehatan calon presiden. Syarat kesehatan ini didasari Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Menurut Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary standarisasi pemeriksaan akan dirumuskan dalam sebulan ini.

Apa yang menarik? Salah satunya adalah wacana untuk menetapkan standar minimal IQ (Intelligence Quotient). Dalam Pemilu tahun 2004 ditetapkan IQ minimal seorang calon presiden adalah 100, sekarang akan dinaikkan minimal menjadi 120. Pertanyaan pertama yang mengusik penulis yang kebetulan juga psikolog adalah alat tes IQ apa yang digunakan? dan bagaimana standarisasi-nya? Karena setiap alat tes bisa jadi memiliki standar yang berbeda. Menurut hemat penulis selain dengan IDI ada baiknya KPU berkonsultasi dengan Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) untuk pemeriksaan hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian termasuk kecerdasan.

IQ pada awalnya memang dimaksudkan untuk mengukur tingkat kecerdasan. Pengukurannya dilakukan dengan membandingkan Mental Age (MA) dengan Chronological Age (CA). Dalam formulasinya dilakukan melalui cara MA dibagi CA dikali dengan 100 (IQ=(MA/CA)x100). Tes IQ sendiri pada dasarnya adalah suatu kegiatan terstruktur untuk mengetahui tingkat kecerdasan individu. Tes berisi sejumlah soal atau tugas untuk diselesaikan yang kemudian hasilnya distandarisasi sedemikian rupa dalam suatu kelompok yang besar yang merepresentasikan suatu populasi tertentu.

Awalnya tes IQ ini ditemukan oleh Alfred Binet - seorang ahli psikologi - pada tahun 1900 di Paris Perancis. Binet melakukan ini seagai responnya atas permintaan para Pejabat Kota Paris untuk merancang semacam ukuran yang dapat memperkirakan siswa mana yang akan sukses dan gagal dalam menempuh pendidikan dasar di Paris. Penemuannya kemudian menjadi terkenal dan disebut dengan tes IQ. Setelah di Paris Perancis Tes IQ ini menjadi populer dan kemudian masuk ke Amerika dan digunakan sampai Perang Dunia I. Tes IQ ini digunakan di Amerika untuk menguji sejumlah tentara dan kelihatan dirasakan manfaatnya. setelah itu pemakaian Tes IQ mulai meluas keseluruh dunia.

Kembali ke rencana KPU dan IDI yang akan menentukan batas minimal IQ Calon Presiden. Kita sungguh peduli akan keinginan tersebut dan ingin mengetahui alat apa yang digunakan dan bagaimana standarisasinya, mengingat kita akan memilih calon pemimpin negeri ini. Mengingat Tes IQ ditemukan oleh psikolog dan digunakan secara luas di kalangan psikologi ada baiknya KPU berkonsultasi dengan psikolog melalui Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi).

Selama ini Tes IQ umumnya berisi soal-soal atau tugas-tugas yang bersifat numerik, verbal, spatial. Dalam hal tertentu dilakukan Tes IQ yang sangat terbatas yaitu hanya mengukur kecerdasan dari aspek logika-matematis saja. Tes ini mengabaikan aspek kecerdasan lainnya. Daniel Goleman seorang ahli psikologi kemudian mencermatinya, karena sering sekali mereka yang memiliki IQ yang tinggi (secara logika-matematis) tidak menjamin keberhasilannya dalam kehidupan yang lebih luas. Daniel Goleman kemudian apa yang disebut dengan Emotional Quotient), yaitu aspek kecerdasan emosional yang sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai permasalahan kehidupan.

Kemudian berkembang apa yang disebut dengan Multiple Intelligences oleh Howard Gardner. Berdasarkan kajiannya terhadap kesuksesan sejumlah tokoh ternama, Gardner menyebutkan ada tujuh kecerdasan, yaitu :

1. Kecerdasan Musik
2. Kecerdasan Gerakan Badan
3. Kecerdasan Logika-Matematika
4. Kecerdasan Linguistik
5. Kecerdasan Ruang
6. Kecerdasan Antar Pribadi
7. Kecerdasan Intra Pribadi

Setelah itu berkembangan lagi berbagai macam bentuk kecerdasan termasuk Kecerdasan Spiritual.

Pertanyaannya IQ yang bagaimana yang hendak diukur dari seorang Calon Presiden? Apakah hanya IQ Logika-Matematika saja? atau semua IQ? Apakah Kecerdasan gerakan Badan perlu diukur dari seorang Calon Presiden? dan yang tidak kalah pentingnya adalah alat tes mana yang akan digunakan?

Saya kira hal ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Untuk itu, sekali lagi menurut hemat penulis KPU perlu duduk bersama dengan para ahli psikologi (psikolog) yang tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) untuk merumuskan hal ini demi kemashlatan kita bersama.

Minggu, 08 Maret 2009

PSIKOLOGI KAMPANYE

Tanggal 9 April 2009 adalah awal pencoblosan dalam agenda Pemilu, yaitu pemilihan para Calon Legislatif. Setelah itu dilanjutkan pemilihan laiinya seperti DPD sampai dengan Presiden. Sebelum fase pemilihan dilangsungkan kampanye. Saat inipun kita saksikan kampanye secara terselubung dan tidak langsung telah mulai terlihat.

Kampanye pada dasarnya adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih orang tertentu atau partai tertentu dalam pemilihan umum. Dalam sistem demokrasi upaya meraup suara sebanyak mungkin merupakan legitimasi dalam memperoleh kekuasaan politik. Kekuasaan politik akan memberikan kekuatan bagi seseorang atau sekelompok orang atau partai politik untuk menentukan berbagai kebijakan negara.

Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain membutuhkan kompetensi khusus, terutama yang berkaitan dengan Ilmu Psikologi. Banyak definisi tentang psikologi, secara ringkas psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Banyak cabang dalam psikologi.

Berkaitan dengan kampanye setidaknya ada empat domain psikologi yang berperan, yaitu :

1. Psikologi Sosial
2. Psikologi Komunikasi
3. Psikologi Massa
4. Psikologi Politik

Psikologi sosial adalah salah satu cabang psikologi yang mengkhususkan untuk mengkaji perilaku manusia dalam hubungannya dengan orang lain, dalam kelompok, lembaga sosial maupun masyarakat secara lebih luas.

Psikologi komunikasi adalah salah satu bentuk terapan dari ilmu psikologi untuk mengkaji proses komunikasi (pertukaran gagasan) yang mempengaruhi perilaku manusia, termasuk penerapan gaya komunikasi yang tepat dikaitkan dengan perilaku yang diharapkan dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi.

Psikologi massa sesungguhnya adalah bagian dari psikologi sosial. namun, dalam konteks kampanya psikologi massa memiliki peran cukup kuat sehingga memerlukan pembahasan tersendiri. Massa dalam pengertian psikologi adalah sekelompok orang yang dapat bergerak sendiri cenderung unorganized dan cenderung tidak memiliki struktur sosial yang jelas. Dalam pengertia lain disebutkan juga massa sebagai kelompok yang tidak berdekatan, suatu kolektiva tanpa pemimpin dan tanpa komunikasi yang sinambung (berkumpul secara insidental).

Psikologi politik mengkhususkan diri untuk mengkaji aspek perilaku dalam pengelolaan kekuasaan. Domain ini sangat penting untuk mengkaji strategi pemilihan perilaku yang tepat dalam kegiatan politik mulai dari saat pencalonan, kampanye dan mengelola kekuasaan secara menyeluruh (mencari, merebut, mengorganisasikan, mempertahankan).

Untuk mengkaji secara satu per satu seluruh aspek diatas dalam kepentingan kampanye tentu memerlukan pengkajian yang mendalam dan komprehensif yang mungkin kolom diblog ini sangat terbatas untuk mengakomodasinya (bagi yang memerlukan kajian yang komprehensif dapat menghubungi penulis melalui email).

Namun, secara sederhana pemanfaatan ilmu psikologi dalam kampanye dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Memahami isu politik dan isu sentral yang berkembang.
2. Kaitkan isu tersebut dengan kepentingan publik.
3. Melakukan proses pencitraan diri dan kelompok/partai secara intensif dan masif.
4. Melakukan proses persuasi secara "cascading" melalui tokoh-tokoh utama, tokoh formal. tokoh informal, small group leader dan orang-orang yang menonjol untuk bidang tertentu (artis, olahragawan, dan sebagainya).
5. Pemanfaatan media secara optimal.
6. Menggalang aktivitas-aktivitas sosial untuk membangun kohesivitas dengan kelompok pemilih.
7. Jadikan publik bagian dari diri atau kelompok.
8. Selalu hadir dalam berbagai event penting apakah bersifat sosial, budaya, keagamaan dan sebagainya.
9. Jadikan diri atau kelompok/partai sebagai problem solver dari permasalahan utama yang dirasakan masyarakat.
10. Membangun jaringan dalam berbagai bentuk apakah terintegrasi, terseparasi, atau quasi-integration.

INTERPRETASI MIMPI


Interpretasi mimpi (dream interpretation) atau sering juga disebut dengan dream analysis adalah suatu bagian penting dalam menganalisa perilaku dan kepribadian seseorang, termasuk bagian dalam melakukan penanganan psikologis khususnya melalui pendekatan psikoanalisa. Menurut JP Chaplin , Ph.D dream intrepretation adalah "the process of deciphering of the meaning a dream." Dalam pengertian ini jelas bahwa dream interpretation merupakan proses bagaimana seorang ahli berupaya membaca serta mengkaji makna dari sebuah mimpi.

Sedangkan Arthur S. Reber dan Emily Reber membahas dalam pengertian dream analysis, yang menurutnya adalah "a technique originally used in psychoanalysis whereby the contents of dreams are analysed for underlying or disguised motivation, symbolic meanings or evidence of symbolic interpretations." Dalam pengertian ini menunjukkan bahwa interpretasi mimpi merupakan salah satu tehnik yang digunakan dalam psikoanalisa terutama dalam menelusuri dorongan yang tersembunyi, memaknakan simbol-simbol tertentu dan mencari bukti atas interpretasi simbol tersebut.

Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisa, adalah seorang ahli yang mencoba secara sistematis mengkaji permasalahan mimpi. Ia menggunakannya sebagai salah satu metoda penting dalam menangani klien yang memiliki permasalahan psikologis. Menurut Freud ada hubungan yang kuat antara proses dan mimpi seseorang dengan kehidupannya, apakah kehidupan masa lalu, masa kini atau harapan-harapannya (kehidupan masa mendatang).

Materi yang membentuk sebuah mimpi bisa berasal dari suatu pengalaman obyektif (memang terjadi) maupun subyektif (hanya dirasakan individu tersebut) yang mungkin diredam sedemikian rupa olehnya dan masuk kedalam bawah sadar yang bersangkutan. Kemudian pengalaman tersebut direproduksi kembali atau diingat kembali dalam proses mimpi. Ini mencakup juga harapan tentang sesuatu yang diinginkan atau didambakan untuk terjadi dimasa yang akan datang, diredam sedemikian rupa untuk kemudian direproduksi dalam mimpi.

Menurut Sigmund Freud, stimulus dan sumber dari kemunculan sebuah mimpi ada 4, yaitu :

1. External Sensory Stimuli
2. Internal (subjective) Sensory Excitations
3. Internal Organic Somatic Stimuli
4. Psychical Source of Stimulation

Jika kita sederhanakan stimulus dan sumber tersebut bisa muncul dari dalam diri individu tersebut seperti dorongan tertentu, harapan dan keinginan-keinginan atau yang bersifat eksternal yang biasanya berasal dari pengalaman obyektif atau bisa juga karena rangsangan organ badan maupun kondisi fisik.

Pembahasan Freud tentang mimpi tidak terlepas dari pemahaman tentang consciousness dan unconsciousness, yaitu suatu pergulatan antara kondisi sadar dan bawah sadar. Menurut Freud dalam pendekatan psikoanalis kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh unconsciousness-nya. Secara sederhana dapat disebut bahwa segala kejadian dan perasaan yang tidak disukai atau tidak menyenangkan akan diredam kedalam bawah sadar, namun ini adalah enerji yang memerlukan pelepasan dan salah satu way-out-nya adalah dalam bentuk mimpi. Demikian pula harapan yang tidak mungkin diungkapkan atau ditampilkan akan diredam kemudian muncul dalam bentuk mimpi.

Freud mencoba mengkaji makna mimpi melalui simbolisasi peristiwa yang terjadi dalam mimpi. Simbolisasi ini bisa dengan cara mengkaji melalui Folklore, yaitu melalui tradisi dan budaya yang berkembang diketahui makna dari sebuah mimpi. Artinya dalam tradisi atau budaya dapat dilihat makna suatu peristiwa dan biasanya hal ini sudah terekam sedemikian rupa dan sudah melalui pembuktian dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Simbolisasi juga dapat dikaji melalui yang disebut dengan "The Language of Symbol."

Contoh pemanfaatan folklore seperti mimpi tentang ular. Ular kadang-kadang dipersepsikan sebagai makhluk jahat, namun disisi lain juga dimaknakan sebagai simbol penis, simbol dari keinginan seksual. Sehingga seseorang yang bermimpi tentang ular sering dimaknakan orang tersebut sedang mengalami suatu ketakutan, ancaman dari suatu kejahatan. Disisi lain jika seseorang anak gadis bermimpi tentang ular dipersepsikan sebagai keinginan untuk kawin (keinginan akan penis).

Beberapa contoh interpretasi mimpi menurut Geddes dan Grosset :

1. Mimpi tentang Uang. uang adalah representasi kekuasaan dan seks, namun uang juga dapat bermakna sesuatu yang bernilai, sehingga analisa seseorang yang mimpi tentang uang dapat berkaitan dengan sesuatu hal yang sangat bernilai dengan dirinya, tentang kekuasaan atau problema seks (ketepatan analisa mimpi dikaitkan dengan anamnesa, wawancara dengan yang bersangkutan dan menghubungkan dengan perilaku sehari-hari yang bersangkutan).

2.Mimpi tentang topeng, berarti ada sesuatu yang hendak disembunyikan, ia merasakan suatu kesalahan kemudian ingin menutupinya.

3.Mimpi tentang obat-obatan, adanya penghayatan terhadap rasa kesulitan dan yang bersangkutan ingin keluar dari situasi sulit tersebut.

4. Mimpi tentang peta menurut folklore gypsy bermakna bahwa yang bersangkutan akan segera meninggalkan kampung halamannya.

5. Mimpi tentang rokok, memiliki makna tentang suatu kejayaan yang keliru, merasa memiliki kejayaan namun sebenarnya tidak.

Masih cukup banyak simbol mimpi yang tidak mungkin penulis uraikan dalam kolom yang terbatas ini. Namun, sebagai tambahan penulis perlu tambahkan mimpi yang berdimensi spiritual atau memiliki makna keagamaan tertentu. Misalnya diagama tertentu dipercaya, seseorang yang bermimpi bertemu bidadari adalah sebuah panggilan untuk melakukan perjuangan untuk membela agamanya sehingga yang bersangkutan tewas kemudian disambut oleh bidadari dari surga.

Analisa dan interpretasi mimpi sangat penting untuk menangani kasus psikologi melalui pendekatan psikoanalisis. Dalam pendekatan ini seseorang yang memiliki permasalahan psikologis akan dikaji segala mimpi yang ia alami, kemudian ditelusuri dikaitkan dengan pengalamannya, kehidupan sehari-hari dan harapan-harapannya. Seringkali mimpi juga merupakan simbolisasi dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan kemudian menimbulkan gangguan psikologis tertentu. Melalui analisa dan interpretasi mimpi yang akurat akan ditemukan akar permasalahan psikologis-nya dan kemudian dapat dirancang suatu bentuk penanganan psikologis yang komprehensif.

Jumat, 06 Maret 2009

KONFLIK, APAKAH HARUS DIHINDARI?

Konflik adalah suatu proses yang terjadi pada saat seseorang menerima orang lain secara negatif atau mengakibatkan dampak negatif dimana kadang-kadang hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan bagi seseorang.

Konflik dapat menjadi problem yang serius didalam organisasi. Hal tersebut dapat mengganggu kinerja suatu kelompok dan memberi dampak yang serius bagi individu-individu yang ada didalamnya. Namun, tidak semua konflik berakibat jelek. Konflik memiliki sisi yang postif yang sama dengan sisi negatifnya.

Sebenarnya tidak ada definisi yang gamblang tentang konflik. Berbagai pengertian sering dikemukakan. Konflik adalah sesuatu hal yang tidak dapat dihindari. Jika tidak ada orang yang menyadari terjadinya konflik, bukan berarti konflik tersebut tidak terjadi. Umumnya konflik dipahami sebagai suatu sikap oposisi, bertentangan dalam berbagai bentuk interaksi. Faktor-faktor yang memungkinkan konflik terjadi merupakan hal penting dalam menjelaskan bagaimana proses konflik tersebut muncul.

Definisi konflik sebagaimana yang tertera dalam alinea pertama tulisan ini memiliki dimensi yang luas. Hal tersebut dapat mencakup aktivitas apapun dimana interaksi dapat terjadi dalam seluruh proses konflik antar berbagai orang atau pihak. Bentuk-bentuk konflik tersebut dapat berupa adanya tujuan yang saling bertentangan, perbedaan dalam mempersepsi fakta, ketidaksepakatan mengenai apa yang diharapkan. Dengan demikian definisi konflik dapat bersifat fleksibel mulai dari pengertian yang sangat ekstrim sampai dengan pengertian yang sangat sederhana.

Transisi dalam Pemikiran Konflik

Konflik biasanya menyangkut permasalahan peran dalam kelompok atau organisasi. Ada yang mengatakan bahwa konflik harus dihindari karena merupakan malfungsi dalam kelompok. Ini merupakan pandangan tradisionil. Pandangan lain melihat dari sisi interaksi manusia bahwa konflik merupakan sesuatu yang alamiah dan terjadi dalam kelompok manapun dan itu bukan merupakan sesuatu yang merusak tetapi secara potensial ia dapat memberikan dampak yang positif untuk mendorong kinerja kelompok. Pandangan ketiga tentang konflik menyebutkan bahwa konflik bukan hanya dapat berdampak positif bahkan ia mutlak diperlukan untuk mendorong kinerja kelompok secara efektif. Pandangan ketiga ini disebut dengan pendekatan interactionist.

Fungsional Vs Disfungsional Konflik

Pandangan interactionist tidak berarti mengatakan semua konflik adalah baik. Setidaknya beberapa konflik dapat mendorong tercapainya tujuan kelompok dan meningkat kinerja, inilah konflik yang fungsional. Sedangkan yang disfungsional konflik dapat menghambat kinerja kelompok dan ini merupakan bentuk konflik yang merusak.

Tentunya ada alasan yang mendasari mengapa konflik bermanfaat bagi kelompok. Demarkasi antara konflik yang fungsional dan disfungsinal kadang-kadang tidak terlalu jelas. Suatu konflik pada saat tertentu atau kelompok tertentu dapat bersifat fungsional namun pada waktu dan kelompok yang berbeda dapat menjadi disfungsional. Kriterianya apakah konflik fungsional atau disfungsional adalah kinerja kelompok. Sejak suatu tujuan ditetapkan dalam kelompok hal itu secara potensial telah mengandung konflik. Tentunya dampak konflik bagi kelompok maupun individu relatif sama. Namun, dalam konteks ini konflik lebih difokuskan pada kelompok, meskipun dalam terminologi lain konflik terjadi dalam diri individu.

Proses Konflik :

1. Potential opposition or incompatibility

Antecendent conditions :

a. Communication

b. Structure

c. Personal variables

2. Cognition & personalization

a. conflic : kesadaran bahwa ada kondisi yang berpeluang memunculkan konflik.

b. Felt conflict : adanya perasaaan cemas, tegang, frutrasi atau sikap bermusuhan

3. Intentions

Conflict-handling intentions :

a. Competing : kebutuhan untuk dianggap benar dan menyalahkan yang lain.

b. Collaborating : ingin memuaskan pihak lain, co-operative, mutually beneficial outcome.

c. Compromising : suatu siatuasi dimana setiap pihak berupaya berdamai.

d. Avoiding : keinginan untuk menghidari suatu konflik.

e. Accommodating : menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri, menjaga hubungan, menerima pendapat berbeda.

4. Behavior

Overt conflict :

a. Party’s behavior

b. Other’s reaction

5. Outcomes

a. Increased group performance

b. Decreased group performance

Conlict Intensity Continuum :

1. Sedikit ketidaksepakatan atau ketidaksepahaman.

2. Mempertanyakan atau “menantang” orang lain.

3. Serangan secara verbal dengan asertif.

4. Ancaman dan ultimatum.

5. Serangan agresif secara fisik.

6. Upaya terbuka untuk menghancurkan orang lain.

Tehnik Mengatasi Konflik :

1. Problem solving

Bertatap-Amuka antara pihak yang berkonflik dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan berupaya memecahkannya dengan diskusi terbuka.

2. Superordinates goals

Menciptakan tujuan bersama yang hanya dapat dicapai melalui kerjasama diantara pihak-pihak yang mengalami konflik.

3. Expansion of resources

Pada saat konflik disebabkan oleh keterbatasan sumber daya seperti uang, peluang promosi, ruang kantor, perlu meningkatkan sumber daya yang dapat menghasilkan win-win solution.

4. Avoidance

Menghindari dari tekanan atau sumber konflik.

5. Smoothing

Menjelaskan perbedaan secara bertahap seraya mencoba mencari kesamaan diantara para pihak yang berkonflik.

6. Compromise

Setiap pihak yang berkonflik mencoba berkompromi.

7. Authoritative command

Manajemen menggunakan kewenangan formal untuk mengatasi konflik dan kemudian mengkomunikasikannya kepada para pihak yang berkonflik.

8. Altering the human variable

Menggunakan tehnik perubahan perilaku melalui pelatihan human relations untuk mengatasi sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.

9. Altering the structural variables

Merubah struktur organisasi formal dan pola interaksi dari para pihak yang berkonflik mll job redesign, transfer, koordinasi.

Tehnik Stimulasi Konflik

1. Communication

Menggunakan pesan yang membingungkan atau bersifat ancaman untuk meingkatkan taraf konflik.

2. Bringing outsiders

Membawa karyawan baru yang berbeda latar belakang (nilai, sikap, gaya manajemen) ke dalam kelompok.

3. Restructuring the organization

Menyeimbangkan kelompok kerja, menata peran dan peraturan, meningkatkan ketergantungan dan membuat perubahan struktur utk mengganggu status quo.

4. Appointing a devil’s advocate

Melakukan kritik yang bertujuan untuk menentang pendapat mayoritas dari anggota kelompok.

Jadi, apakah konflik harus dihindari? Ternyata konflik adalah sesuatu yang bersifat alamiah selama ada perbedaan dan perbedaan adalah suatu hakekat kemanusiaan yang tidak mungkin dihindari. Tidak ada orang yang diciptakan yang sama dalam berbagai hal, sekalipun manusia itu kembar. Konflik bukan sesuatu yang harus dihindari, tetapi suatu kenyataan yang harus dihadapi dan dikendalikan secara positif. Kuncinya adalah manajemen konflik yang mampu mengelola keperbedaan menjadi suatu enerji yang dapat mendorong seseorang atau organisasi untuk mencapai kinerja yang lebih baik.


Kamis, 05 Maret 2009

PENINGKATAN KASUS BUNUH DIRI

Berita disebuah harian nasional terkemuka hari ini berjudul " Korban Bunuh Diri Bertambah." Kasus bunuh diri semakin marak akhir-akhir ini. Sebagian besar motifnya karena masalah ekonomi dan keuangan. Saat terjadi Great Recession pada tahun 1930-an kasus bunuh diri juga terjadi secara masif terutama di Amerika. Juga saat krisis ekonomi tahun 1998 terjadi peningkatan trend bunuh diri.

Saat krisis ekonomi dan keuangan saat ini kejadian bunuh diri semakin memperlihatkan grafik yang meningkat. banyak kasus-kasus bunuh diri yang terjadi karena faktor kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan.

Menurut The Penguin Dictionary of Psychology, yang dimaksud bunuh diri adalah :

1. A person who intentionally kills himself or herself.
2. The act of taking one's life.

Emile Durkheim seorang ahli yang pertama sekali mempelajari masalah "suicide" secara sistematis membedakan bunuh diri dalam tiga jenis tergantung pada apa yang mendorong mereka untuk melakukan "self-destruction." Ketiga jenis teresebut adalah altruistic, anomic dan egoistic. Altruistic menyangkut suatu keyakinan yang dianggap benar, membela kehormatan dir atau keluarga, merasa malu atau merasa bertanggungjawab terhadap suatu kesalahan atau kegagalan seperti kasus harakiri. Anomic terjadi pada individu yang mengalami kesepian, merasa terisolasi dan kehilangan tumpuan sosial. Egoistic berkaitan dengan kegagalan, adanya unsur kehilangan harapan, individu putus asa karena tidak mencapai apa yang diinginkannya.

Sepanjang peradaban manusia motif bunuh diri cukup bervariasi, diantaranya adalah :

1. Motif yang bersifat spritual (sering terjadi secara masal).
2. Motif ekonomi dan keuangan.
3. Motif sosial dan budaya (seperti di Jepang ada faktor budaya, namun harakiri dan kamikaze dipengaruhi juga oleh konsep spiritualitas).
4. Motif personal.
5. Motif Keluarga
6. Motif disintegrasi kepribadian.

Namun, menurut penelitian berbagai pihak, kasus bunuh diri memiliki kaitan erat dengan depresivitas, kecuali untuk kasus yang bersifat spiritual. Sebagaimana disebutkan diatas kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan merupakan sumber utama yang menjebak seseorang kedalam kondisi depresi.

Secara substantif, manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk spiritual. Esensi dasar sosialitas dan spiritualitas adalah ketergantungan dan sekaligus harapan. Krisis sosial dan spiritualitas membuat tempat bertumpu dan berharap memudar bahkan menghilang. Kondisi ini membuat manusia kehilangan pegangan dan tumpuan, pada saat menghadapi tekanan yang bertubi-tubi individu menjadi goyah dan terjebak pada kondisi depresif. Kehilangan harapan ini menjadi salah satu sumber penting yang mendorong terjadinya bunuh diri.

Spiritulitas dalam kasus ini memang berada dalam posisi paradoks, disatu sisi dapat mencegah terjadinya bunuh diri, namun disisi lain dapat pula sebagai faktor pendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri (suicide).

Rabu, 04 Maret 2009

DEPRESI DAN KASUS DAVID HARTANTO WIDJAJA DI SINGAPORE (DUGAAN MENIKAM PROFESOR KEMUDIAN DIDUGA BUNUH DIRI)

Beberapa hari yang lalu kita mendengar terjadi kasus penikaman (DIDUGA) seorang professor yaitu Prof. Chan Kap Luk di Nanyang technological University (NTU) Singapore yang diduga dilakukan oleh seorang mahasiswanya dan kemudian setelah itu mahasiswa tersebut diduga bunuh diri dengan melompat dari gedung dan sebelumnya sempat memotong urat nadi terlebih dahulu. Mahasiswa tersebut tewas.

Sang mahasiswa David Hartanto Widjaja sebelumnya terkenal cerdas bahkan pernah memenangkan (juara III) lomba Olimpiade Matematika Siamo tingkat internasional di Malaysia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu dugaan adalah mahasiswa tersebut mengalami tekanan mental yang berat saat mengerjakan skripsinya. Ini suatu ironi dimana seorang yang cerdas secara intelektual namun tidak diimbangi oleh ketangguhan mental.

Tekanan yang datang bertubi-tubi dan kemudian terakumulasi sedemikian rupa menggiring individu kearah depresi. Perilaku individu kemudian berubah menjadi tidak efektif dan seolah-olah menjadi pribadi asing ditengah lingkungannya.

Depresi adalah suatu sikap emosi, kadangkala jelas pathologis, yang menyangkut suatu perasaan tidak sanggup dan tidak ada harapan, kadangkala menyita seluruh perasaan, disertai oleh suatu penurunan umum dari kegiatan psiko-fisik.

Ciri-ciri seorang terkena depresi adalah sebagai berikut :

1. Individu terlihat murung
2. Menarik diri dari pergaulan sosial
3. Kehilangan minat
4. Merasa diri tidak berguna dan atau merasa bersalah
5. Berpikir untuk bunuh diri

Ciri-ciri 1 s/d 3 dapat diatasi melalui terapi ringan, namun ciri-ciri 4 dan 5 memerlukan terapi yang intensif. Saat ini banyak siswa mulai dari tingkat TK s/d Mahasiswa mengalami kondisi depresi yang mempengaruhi efektivitas perilakunya. Banyak terjadi kasus bunuh diri dikalangan siswa, diantaranya yang cukup sering di Jepang, karena beban pengajaran atau kuliah yang dirasakan terlalu berat. Namun, ada pula peran individu yang memang secara mental rapuh. Guru dan Orang Tua harus peka terhadap situasi ini dan apabila menemukan indikasi diatas selayaknya memberikan penanganan yang tepat dan diperlukan terapi psikologis yang dilakukan psikolog.

Cara mengatasi secara sederhana apabila anda menemukan gejala 1 s/d 3 diatas melalui cara sebagai berikut :

1. Ajak individu tersebut berbicara dan anda harus menerima dirinya apa adanya.
2. Libatkan dalam kegiatan sosial dan berikan peran signifikan kepada yang bersangkutan.
3. Buatlah yang bersangkutan untuk tetap "sibuk" dan hargailah karyanya.

KIAT MENGIKUTI WAWANCARA SECARA EFEKTIF (EFFECTIVE INTERVIEW)

Penulis karena alasan tugas dan profesi sering sekali harus melaksanakan kegiatan wawancara sebagai pewawancara (interviewer). Wawancara atau terkadang disebut interview merupakan suatu fase kegiatan yang cukup strategis dan menentukan dalam kegiatan seleksi atau kegiatan lainnya baik dalam bidang psikologi, manajemen, sosial, kesehatan, dan berbagai kegiatan lainnya.

Banyak orang yang tidak sukses dalam mengikuti wawancara. Sering gagal dalam mengikuti seleksi karena wawancara. Dalam beberapa kesempatan penulis sering ditanya masalah ini bahkan diminta menyampaikan presentasi bagaimana bisa sukses dalam menghadapi wawancara.

Wawancara sesungguhnya adalah proses psikologi dan proses komunikasi. Dari kata interview dapat kita pecah menjadi inter dan view. Ini adalah proses psikologis. Pada saat berinteraksi antara interviewer (pewawancara) dengan interviewee (yang diwawancara) proses pertukaran pandanga, sikap dan berbagai hal lainnya dimediasi oleh komunikasi.Komunikasi dalam wawancara meliputi aspek verbal dan non verbal. Verbal adalah berbicara secara oral, “speaking.” Sedangkan non verbal meliputi paralinguistic, kinesic dan artefact.

Hal-hal yang penting dalam proses wawancara sekaligus sebagai kiat mengikuti wawancara secara berhasil adalah sebagai berikut :

1. Impact
Impact atau terkadang disebut juga impresi (meskipun secara terminologi sedikit berbeda) merupakan kesan pertama. Kesan pertama ini sangat penting setidaknya mempengaruhi 30% sampai dengan 50% hasil wawancara. Jadi kalau ingin berhasil dalam wawancara anda harus memberikan kesan pertama yang baik.

2. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud disini adalah dari segi gaya yang digunakan, anda harus menggunakan gaya yang tepat dalam berkomunikasi atau gaya yang disukai oleh sipewawancara (interviewer). Komunikasi ini mempengaruhi 20%-30% hasil wawancara.

3. Motivasi
Motivasi menunjukkan minat dan dorongan yang kuat terhadap sesuatu hal. Ini merupakan aspek penting dalam melakukan penilaian.

4. Penguasaan Masalah
Anda harus menguasai masalah yang diperbincangkan dalam wawancara jika ingin berhasil melewati proses tersebut.

Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, sebetulnya jika anda menguasai aspek yang pertama dan kedua yaitu Impact dan Komunikasi anda sudah berhasil meraih 50% sampai dengan 80% untuk sukses dalam sebuah wawancara.