Pada tanggal 23 Juli 2008 aku diundang oleh DPR Aceh untuk menghadiri acara Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang Rancangan Qanun Wali Nanggroe di Gedung Bulog Jl. Gatot Subroto Jakarta. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Taman Iskandar Muda (TIM) Jakarta. RDPU dilakukan antara DPR Aceh dengan Tokoh-Tokoh Masyarakat Aceh se-Jawa. Hadir dalam kesempatan itu Ketua DPR Aceh Bpk. Sayed Fuad Zakaria beserta Tim dari DPR Aceh, Bpk. Ibrahim Syamsuddin KBS (Juru Bicara KPA), Dr. Hasballah M. Saad (Mantan Menneg HAM), Bpk. Jenderal (Pur) Bustanil Arifin, Bpk. Letjen (Pur) AR. Ramly, Bpk. Letjen (Pur) Tamlicha Ali, DR. Said Azis, M.Sc., (Ketua Fomaja), T. Safly Didoh (Ketua TIM), Prof.Dr. Ibrahim Abdullah (Utoh Him), Prof. Dr. Hakim Nyak Pha, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.
Disebutkan dalam rancangan tersebut Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, pemberian gelar kehormatan dan derajat serta upacara-upacara Adat Aceh.
Dalam RDPU tersebut aku memberikan usulan agar Wali Nanggroe harus mengayomi seluruh masyarakat Aceh dan mereka yang mengaku sebagai orang Aceh dimanapun berada. Perlu dipertimbangkan batasan usia jangan diharuskan minimal 50 tahun, lebih baik dibuka saja dan biarkan hal tersebut berlangsung secara alamiah (jangan menjadi sebuah persyaratan administratif). Selain itu prakarsa waktu pelaksanaan pemilihan Wali Nanggroe maksimal 3 (tiga) bulan perlu dipertimbangkan lagi jangka waktunya. Masih banyak usulan lain yang disampaikan dalam forum tersebut dan DPR Aceh tampaknya cukup terbuka untuk mempertimbangkannya. Hal yang terpenting bahwa Lembaga Wali Nanggroe ini harus bermanfaat bagi masyarakat, mampu menjaga kelanggengan perdamaian serta mempromosikan pembangunan dan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat Aceh.
Disebutkan dalam rancangan tersebut Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, pemberian gelar kehormatan dan derajat serta upacara-upacara Adat Aceh.
Dalam RDPU tersebut aku memberikan usulan agar Wali Nanggroe harus mengayomi seluruh masyarakat Aceh dan mereka yang mengaku sebagai orang Aceh dimanapun berada. Perlu dipertimbangkan batasan usia jangan diharuskan minimal 50 tahun, lebih baik dibuka saja dan biarkan hal tersebut berlangsung secara alamiah (jangan menjadi sebuah persyaratan administratif). Selain itu prakarsa waktu pelaksanaan pemilihan Wali Nanggroe maksimal 3 (tiga) bulan perlu dipertimbangkan lagi jangka waktunya. Masih banyak usulan lain yang disampaikan dalam forum tersebut dan DPR Aceh tampaknya cukup terbuka untuk mempertimbangkannya. Hal yang terpenting bahwa Lembaga Wali Nanggroe ini harus bermanfaat bagi masyarakat, mampu menjaga kelanggengan perdamaian serta mempromosikan pembangunan dan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar