Disebuah negeri antah berantah, waktu menunjukkan pukul 22.17, seorang pria gagah dengan semiran rambut rapi, memakai jas versace, diiringi hentakan kaki yang berbalut sepatu bally keluar dari mobil BMW seri terbaru. Setelah melihat kiri dan kanan, sang pria memandang kedepan ke lobby hotel termewah dinegara antah berantah. Dengan langkah pasti ia mulai menapaki tangga.
Memasuki lobby, sang Duty Manager telah hafal benar dengan pria berkedudukan tinggi di lembaga yang terhormat, ia adalah anggota parlemen yang mulia. Ia mewakili sejumlah rakyat untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Ia adalah corong untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Tidak berlebihan kiranya si Duty Manager terbungkuk-bungkuk layaknya bell boy mempersilahkan sang tuan terhormat memasuki hotel.
Seperti biasa langkah pria gagah tersebut dengan pasti menuju café disisi pojok hotel. Duty Manager pun yakin bahwa pria tersebut akan berkumpul bersama koleganya wakil rakyat. Tentu membicarakan sesuatu yang penting, menyangkut kesejahteraan rakyat dan bangsanya. Duty Manager mengagumi jam kerja para wakil rakyat tersebut. Dari pagi hingga petang sampai dengan malam bahkan kadang menjelang subuh barulah mereka beranjak dari café tersebut. Luar biasa gumam Duty Manager … yah mereka memiliki stamina yang luar biasa demi membicarakan masalah rakyat, wajar mereka mendapat gaji tinggi, rumah tinggal, sarana telekomunikasi dan transportasi, serta berbagai fasilitas mewah lainnya.
Sang pria gagah memasuki café dan memilih tempat duduk yang agak berbeda dengan biasanya. Jika sebelumnya memilih duduk disisi utara, saat ini sang pria memilih duduk agak kebelakang mendekati jalur menuju toilet. Seorang waiters yang sangat hafal dengan status pria tersebut agak sedikit kaget karena ia memilih tempat yang berbeda dan rasanya kurang pantas seorang anggota parlemen yang mulia lagi terhormat duduk dijalur menuju toilet. “Ah peduli amat” pikir waiters “emangnya gua pikran, terserah deh mau duduk dimana aja, yang penting gua dapat tips gede” khayal waiters sambil menaikkan sedikit roknya dan menurunkan belahan dadanya. Ia tersenyum ramah ke anggota dewan sang pria parlemen.
“Kok sendirian Pak, Bapak-Bapak yang lain kemana?” sapa waiters.
“Oh ya, sebentar lagi rekan saya menyusul, order seperti biasa ya!”
“Baik Pak” waiters bergegas mempersiapkan pesanan sang pria parlemen.
Sejurus kemudian pria parlemen mengeluarkan cerutu kuba yang harganya mencukupi biaya hidup sebulan keluarga miskin. Ritual pertama dengan mencium cerutu tersebut, kemudian mengelusnya sejenak dan menempelkannya dibibir. Api mulai memantik ujung cerutu mewah tersebut. Hirupan dinikmati dengan amat sangat. Sekilas ia mulai melihat kearah jam dan kemudian memalingkan wajahnya kearah pintu masuk.
Ia teringat janji dengan seorang pejabat bank sentral antah berantah. Beberapa urusan berkaitan dengan bank sentral tersebut telah dimediasi dengan baik. Pertemuan-pertemuan dikomisi parlemen telah berlangsung sesuai dengan skenario. Adakah pejabat bank tersebut memenuhi janjinya? Atau ia akan mengirim utusan. Sebenarnya ia agak enggan untuk menemui pejabat bank tersebut. Ia telah menyiapkan orang lain untuk mewakili dirinya. Tetapi pejabat bank ingin langsung bertemu dengan dirinya dan memastikan situasi hotel aman. “Lingkungan hotel cukup steril Pak, pejabat bank mencoba meyakinkan.” Atau ini sebuah tehnik kamuflase, karena bisa saja ada pesan berikutnya yang menyusul, apakah melalui sms? Pesan lewat secarik kertas yang disampaikan waiters, atau ada orang suruhan lain.
Memang di negara antah berantah dewasa ini bertindak harus ekstra hati-hati. Pasukan Pemberantas Korupsi membangun jaringan dimana-mana. Petugas mereka ada dimana-mana. Negara antah berantah ini super kotor sehingga harus anda tindakan ekstra untuk menanganinya. Sudah banyak orang-orang kotor yang tertangkap tangan. Mudah-mudahan pertemuan malam ini berjalan lancar. Pria parlemen melamun sejenak. Ia mencoba memperhatikan hpnya sekilas, ada beberapa sms yang masuk, ada beberapa call tapi dari nomor yang kurang signifikan. “Kok melamun Pak?” waiters datang membawakan minuman dan makanan kecil ……………. “eh nggak ……… paling-paling ngelamunin kamu” … “ahh Bapak bisa aja, silakan Pak” …… “ya ya terima kasih.”
Pria parlemen masih menanti, pejabat bank sentral belum juga muncul. Sekilas ia menoleh ke Rolex dipergelangan tangannya, waktu telah menunjukkan pukul 23.11. Udara terasa dingin, diperparah dengan dinginnya AC. Sekonyong-konyong munculah sang pejabat bank sentral.
“Halo Pak maaf lama menunggu” pejabat bank sentral menyapa.
“oh nggak apa-apa khan janjinya memang jam 11, ini baru lebih beberapa menit, silakan duduk.”
“Iya Pak ……… kami sangat berterima kasih atas dukungan Bapak dan anggota dewan yang lain untuk memuluskan usulan kita waktu itu.”
“ oh tentu …. tentu ………. Itu menjadi bagian tugas dan tanggung jawab kita juga, kami ingin bank sentral memiliki kemandirian sehingga mampu menjalankan tugasnya secara optimal, saya kira itu wajar saja”
“Kami paham Pak, Bapak-bapak sekalian sudah bekerja sangat keras untuk menggoalkan masalah tersebut.”
“Kami lakukan yang terbaik …….. tetapi proses itu memang cukup melelahkan bahkan pada awalnya cukup sulit meyakinkan beberapa anggota yang lain, mereka bertahan dengan keras terhadap beberapa usulan yang dianggao kontroversi, sehingga harus ada upaya-upaya ekstra untuk meyakinkannya.”
“Paham Pak … kami sangat paham.”
"oh ya bagaimana dengan diskusi kita saat terakhir kemarin?"
"sudah tidak masalah Pak, secara internal sudah disiapkan"
Sang Pria Parlemen agak sedikit waswas melihat Pejabat Bank Sentral datang tanpa membawa apapun dan tanpa sinyal tertentu. Namun, melihat kekuatiran itu Pejabat Bank Sentral paham dan segera merespon.
"Pak sudah kita siapkan, hanya saja tehnis pemberian tanda terima kasih tersebut baru diberikan dua hari lagi"
"kok bisa ya?" pria parlemen tampak gusar.
"ya Pak demi keamanan kita bersama, rencananya utusan kami akan memberikannya pada pagi lusa sekitar jam 05.15 subuh di wilayah selatan (menyebut nama suatu tempat) dan mohon utusan Bapak sudah stanby ditempat sejak pukul 05.00. Utusan kami akan berpakaian olahraga. Bagaimana Pak"
"ok .......... ok siap ... siap ......... akan kami siapkan penerimanya disana"
Suasana kemudian senyap sampai kemudian waiters datang menanyakan pesanan si Pejabat Bank
Memasuki lobby, sang Duty Manager telah hafal benar dengan pria berkedudukan tinggi di lembaga yang terhormat, ia adalah anggota parlemen yang mulia. Ia mewakili sejumlah rakyat untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Ia adalah corong untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Tidak berlebihan kiranya si Duty Manager terbungkuk-bungkuk layaknya bell boy mempersilahkan sang tuan terhormat memasuki hotel.
Seperti biasa langkah pria gagah tersebut dengan pasti menuju café disisi pojok hotel. Duty Manager pun yakin bahwa pria tersebut akan berkumpul bersama koleganya wakil rakyat. Tentu membicarakan sesuatu yang penting, menyangkut kesejahteraan rakyat dan bangsanya. Duty Manager mengagumi jam kerja para wakil rakyat tersebut. Dari pagi hingga petang sampai dengan malam bahkan kadang menjelang subuh barulah mereka beranjak dari café tersebut. Luar biasa gumam Duty Manager … yah mereka memiliki stamina yang luar biasa demi membicarakan masalah rakyat, wajar mereka mendapat gaji tinggi, rumah tinggal, sarana telekomunikasi dan transportasi, serta berbagai fasilitas mewah lainnya.
Sang pria gagah memasuki café dan memilih tempat duduk yang agak berbeda dengan biasanya. Jika sebelumnya memilih duduk disisi utara, saat ini sang pria memilih duduk agak kebelakang mendekati jalur menuju toilet. Seorang waiters yang sangat hafal dengan status pria tersebut agak sedikit kaget karena ia memilih tempat yang berbeda dan rasanya kurang pantas seorang anggota parlemen yang mulia lagi terhormat duduk dijalur menuju toilet. “Ah peduli amat” pikir waiters “emangnya gua pikran, terserah deh mau duduk dimana aja, yang penting gua dapat tips gede” khayal waiters sambil menaikkan sedikit roknya dan menurunkan belahan dadanya. Ia tersenyum ramah ke anggota dewan sang pria parlemen.
“Kok sendirian Pak, Bapak-Bapak yang lain kemana?” sapa waiters.
“Oh ya, sebentar lagi rekan saya menyusul, order seperti biasa ya!”
“Baik Pak” waiters bergegas mempersiapkan pesanan sang pria parlemen.
Sejurus kemudian pria parlemen mengeluarkan cerutu kuba yang harganya mencukupi biaya hidup sebulan keluarga miskin. Ritual pertama dengan mencium cerutu tersebut, kemudian mengelusnya sejenak dan menempelkannya dibibir. Api mulai memantik ujung cerutu mewah tersebut. Hirupan dinikmati dengan amat sangat. Sekilas ia mulai melihat kearah jam dan kemudian memalingkan wajahnya kearah pintu masuk.
Ia teringat janji dengan seorang pejabat bank sentral antah berantah. Beberapa urusan berkaitan dengan bank sentral tersebut telah dimediasi dengan baik. Pertemuan-pertemuan dikomisi parlemen telah berlangsung sesuai dengan skenario. Adakah pejabat bank tersebut memenuhi janjinya? Atau ia akan mengirim utusan. Sebenarnya ia agak enggan untuk menemui pejabat bank tersebut. Ia telah menyiapkan orang lain untuk mewakili dirinya. Tetapi pejabat bank ingin langsung bertemu dengan dirinya dan memastikan situasi hotel aman. “Lingkungan hotel cukup steril Pak, pejabat bank mencoba meyakinkan.” Atau ini sebuah tehnik kamuflase, karena bisa saja ada pesan berikutnya yang menyusul, apakah melalui sms? Pesan lewat secarik kertas yang disampaikan waiters, atau ada orang suruhan lain.
Memang di negara antah berantah dewasa ini bertindak harus ekstra hati-hati. Pasukan Pemberantas Korupsi membangun jaringan dimana-mana. Petugas mereka ada dimana-mana. Negara antah berantah ini super kotor sehingga harus anda tindakan ekstra untuk menanganinya. Sudah banyak orang-orang kotor yang tertangkap tangan. Mudah-mudahan pertemuan malam ini berjalan lancar. Pria parlemen melamun sejenak. Ia mencoba memperhatikan hpnya sekilas, ada beberapa sms yang masuk, ada beberapa call tapi dari nomor yang kurang signifikan. “Kok melamun Pak?” waiters datang membawakan minuman dan makanan kecil ……………. “eh nggak ……… paling-paling ngelamunin kamu” … “ahh Bapak bisa aja, silakan Pak” …… “ya ya terima kasih.”
Pria parlemen masih menanti, pejabat bank sentral belum juga muncul. Sekilas ia menoleh ke Rolex dipergelangan tangannya, waktu telah menunjukkan pukul 23.11. Udara terasa dingin, diperparah dengan dinginnya AC. Sekonyong-konyong munculah sang pejabat bank sentral.
“Halo Pak maaf lama menunggu” pejabat bank sentral menyapa.
“oh nggak apa-apa khan janjinya memang jam 11, ini baru lebih beberapa menit, silakan duduk.”
“Iya Pak ……… kami sangat berterima kasih atas dukungan Bapak dan anggota dewan yang lain untuk memuluskan usulan kita waktu itu.”
“ oh tentu …. tentu ………. Itu menjadi bagian tugas dan tanggung jawab kita juga, kami ingin bank sentral memiliki kemandirian sehingga mampu menjalankan tugasnya secara optimal, saya kira itu wajar saja”
“Kami paham Pak, Bapak-bapak sekalian sudah bekerja sangat keras untuk menggoalkan masalah tersebut.”
“Kami lakukan yang terbaik …….. tetapi proses itu memang cukup melelahkan bahkan pada awalnya cukup sulit meyakinkan beberapa anggota yang lain, mereka bertahan dengan keras terhadap beberapa usulan yang dianggao kontroversi, sehingga harus ada upaya-upaya ekstra untuk meyakinkannya.”
“Paham Pak … kami sangat paham.”
"oh ya bagaimana dengan diskusi kita saat terakhir kemarin?"
"sudah tidak masalah Pak, secara internal sudah disiapkan"
Sang Pria Parlemen agak sedikit waswas melihat Pejabat Bank Sentral datang tanpa membawa apapun dan tanpa sinyal tertentu. Namun, melihat kekuatiran itu Pejabat Bank Sentral paham dan segera merespon.
"Pak sudah kita siapkan, hanya saja tehnis pemberian tanda terima kasih tersebut baru diberikan dua hari lagi"
"kok bisa ya?" pria parlemen tampak gusar.
"ya Pak demi keamanan kita bersama, rencananya utusan kami akan memberikannya pada pagi lusa sekitar jam 05.15 subuh di wilayah selatan (menyebut nama suatu tempat) dan mohon utusan Bapak sudah stanby ditempat sejak pukul 05.00. Utusan kami akan berpakaian olahraga. Bagaimana Pak"
"ok .......... ok siap ... siap ......... akan kami siapkan penerimanya disana"
Suasana kemudian senyap sampai kemudian waiters datang menanyakan pesanan si Pejabat Bank
2 komentar:
Baru baca sekilas blognya Bang Zil, but it seems a nice blog to me, please write some article about psychological background of corruption behaviour in Indonesian Society...Is it possible that this immoral behaviour have some roots in our way to nurture our youngster in their early childhood...? Salam.
txs kang, sering-sering kasih komentar ya Kang ... for improvement ...... nuhun
Posting Komentar