Rabu, 09 Juli 2008

MENGELOLA TRANSISI KARIR KARYAWAN


Ketika organisasi mengadopsi teknologi baru dan metoda operasi, restrukturisasi atau berkaitan dengan downsizing, hasilnya secara umum adalah beberapa karyawan harus berubah pekerjaan atau dalam beberapa hal terjadinya kasus transisi karir. Transisi karir dapat berupa transfer pekerjaan atau pindah daerah kerja, promosi, demosi atau pensiun yang dipercepat. Para manajer perlu memahami masalah transisi karir untuk membantu karyawan dan bagaimana program dari unit manajemen SDM dapat dirancang untuk membantu karyawan menyesuaikan diri dengan transisi karir tersebut.

Transisi karir akan mempengaruhi kemapanan perilaku kerja dan mengurangi kemampuan karyawan untuk memperkirakan dan mengendalikan lingkungan kerja mereka. Akibatnya dapat mempengaruhi tingkah laku seperti menurunnya kinerja, meningkatnya kemangkiran dan secara psikologis membuat orang stress, merasa cemas, sedangkan secara fisiologis dapat membuat orang sakit. Karyawan akan mencari cara untuk mengatasi kebingungan periode transisi dengan membuat kegiatan yang lebih bermakna (Louis, 1980) dan melakukan reorganisasi kegiatan pekerjaan mereka untuk mengatasi ketidakjelasan peran mereka (Katz, 1984). Beberapa contoh kegiatan yang bermanfaat adalah : mencari pemecahan masalah kembali terhadap perbedaan tugas, tanggung jawab, kriteria keberhasilan, struktur kekuasaan, kaitan pekerjaan lama dengan pekerjaan baru, mengklarifikasi bagian pekerjaan dan tujuan pekerjaan, mengembangkan keterampilan dan kemampuan agar mampu melaksanakan tugas baru secara baik. Selam proses kegiatan ini karyawan perlu mengidentifikasi sumber daya personalnya, atribut dan jaringan sosial. Organisasi bagaimanapun juga perlu mendukung rencana-rencana individual karyawannya terutama untuk membantu karyawan agar siap menjalankan peran barunya. Dukungan organisasi ini dapat berupa program pengembangan karir, menyediakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, mentoring, bursa kerja, program bantuan relokasi dan program dukungan pendidikan. Schein (1971, 1978) menyatakan bahwa proses adaptasi dalam masa transisi karyawan sebagai suatu proses socialization dimana mereka belajar keterampilan baru dan mengembangkan sikap dan nilai baru agar sesuai dengan tuntutan organisasi dan pekerjaan baru mereka.

KINERJA KARYAWAN PADA SAAT TRANSISI KARIR

Saat transisi karir kadang-kadang karyawan mampu memperlihatkan unjuk kerja yang inovatif. Ini berarti luas, inovasi dapat didefinisikan dalam bentuk perilaku kerja apapun yang ditunjukan oleh pemegang jabatan baru yang tidak terkait dengan pemegang jabatan sebelumnya (Brett, 1984). Hal ini dapat dicontohkan seperti tenaga penjual baru yang menunjukan berbagai perhatian tergantung dari persepsi pelanggannya, seorang eksekutif baru yang merancang ulang struktur organisasi atau petugas laboratorium otomotif yang membuat manual baru. Para manajer dapat berperan secara sangat instrumental dalam membantu bawahannya melalui proses socialization dan membuat proses yang lebih kondusif sehingga hal ini diharapkan dapat membuat iklim kerja lebih baik untuk memunculkan kemampuan inovasi dalam bekerja. Segera setelah perubahan karir atau pekerjaan terjadi seharusnya karyawan memiliki otonomi yang lebih sedikit dibandingkan sebelum terjadinya perubahan karena karyawan membutuhkan bimbingan dari para manajernya. (Katz, 1984). Para manajernya hendaknya berhubungan secara intensif dengan karyawannya, mengendalikan tugas-tugas baru karyawannya dan sumberdaya organisasi, dalam masa transisi karir para manajer berada pada posisi yang sangat baik untuk memfasilitasi bawahannya. Interaksi melalui buku-buku yang impersonal atau melalui videotape bukanlah contoh suatu hubungan yang erat dengan manajer (Katz, 1984).

PENUGASAN PENGEMBANGAN KARYAWAN

Tugas pengembangan menekankan pada pemerkayaan keterampilan, pengalaman atau pengetahuan individu dalam masa transisi karirnya. Manajer lini boleh jadi ditempatkan kedalam posisi staf seperti unit SDM di Kantor Pusat untuk belajar mengenai filosofi dan program organisasi manajemen SDM (Hall, 1976) atau masuk kedalam berbagai fungsi lain untuk meningkatkan berbagai potensi mereka atau mengurangi kemungkinan terjadinya stagnasi (Odiorne, 1984). Lamanya masa rotasi akan mempengaruhi kualitas dari program pengembangan. Rotasi yang terlalu singkat, misal dalam beberapa bulan atau minggu sering kontraproduktif. Rotasi yang singkat memperkecil peluang untuk belajar keterampilan baru dan dapat menurunkan motivasi (Hall, 1976). Walaupun demikian para manajer mestinya memastikan bahwa tugas-tugas pengembangan memiliki tujuan yang bermanfaat dan setidaknya rotasi dilakukan dalam waktu minimal 1 tahun. Penugasan dapat saja dilakukan dalam waktu singkat apabila mereka mampu menghasilkan sesuatu yang penting atau mendapat rekomendasi dari manajemen (misal terlibat dalan satuan tugas pemecahan masalah).

Transisi karir dapat juga merupakan suatu dukungan pengembangan dari organisasi. Peran pengembangan organisasi dalam masa transisi muncul saat saat organisasi akan mengisi suatu posisi dengan seseorang yang diharapkan memiliki inovasi yang baik bagi organisasi. Salah satu bentuk peran pengembangan organisasi adalah “strategic misfit” (Hall, 1984). Sebagai contoh, seorang manajer produksi yang berpengalaman dapat ditugaskan pada unit pengembangan dan penelitian agar sistem operasi dapat bekerja lebih stabil. Bentuk lain adalah mengisi suatu posisi dengan karyawan yang memiliki berbagai keterampilan secara lengkap dibandingkan dengan pemegang posisi sebelumnya. Sebagai contoh, pedagang mikro komputer dapat memilih tenaga penjual yang memiliki kemampuan mengajar agar ia mampu menggarap pasar pendidikan (sekolah-sekolah) secara lebih efektif.

Para manajer yang ingin memaksimalkan proses pengembangan bawahannya dalam masa transisi seharusnya memahami hal-hal penting yang berkaitan dengan pengembangan (Brett, 1982-84). Pengembangan personal akan maksimal jika individu belajar keterampilan baru dari pekerjaannya dan menerima umpan balik mengenai kinerjanya. Disisi lain peran pengembangan organisasi akan maksimal jika individu yang diharapkan membuat perubahan dalam pekerjaan, mampu menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebelumnya dan tidak tergantung kepada umpan balik yang diberikan oleh atasannya. Apabila terjadi perbedaan antara harapan individu dengan peran pengembangan organisasi, maka penugasan seharusnya didasarkan pada rencana karir karyawan. Para manajer harus mengarahkan transisi karir untuk mempromosikan pengembangan personal karyawan di tahap awal karirnya. Investasi dalam pengembangan personal di tahap awal ini akan memberikan keuntungan bagi organisasi pada masa akhir karir karyawan karena mereka berhasil dalam penugasannya akibat dari keberhasilan organisasi memainkan peran pengembangannya (Brett, 1984).

Tidak ada komentar: