Minggu, 22 Februari 2009

FENOMENA PONARI DARI TINJAUAN PSIKOLOGI


Hampir dua pekan terakhir kita menyaksikan fenomena dukun cilik yang disebut sakti mandraguna yaitu Ponari. Seorang bocah yang berusia 10 tahun yang berasal dari Balongsari Kecamatan Megaluh Jombang Jawa Timur. Konon katanya Ponari memiliki kesaktian setelah tersambar petir dimana ia mendapatkan sebuah batu yang mampu menyembuhkan segala penyakit. Selain Ponari saat ini muncul pula berbagai dukun cilik lainnya baik di Bangkalan, Jombang maupun daerah lain.

Dalam suatu analisis hal ini dapat disebut sebagai gejala messianisme, yaitu suatu fenomena sosial yang mempercayai adanya juru selamat yang membebaskan masyarakat dari penderitaan saat mengalami krisis. Disebut juga milleniarisme karena sang penyelamat memiliki kemampuan untuk membuka zaman baru.

Fenomena messianistik ini umum terjadi dalam masyarakat yang dilanda keputusasaan, hilangnya harapan pada pemimpin dan dalam tekanan sosial ekonomi yang sulit. Gejala ini umum terjadi dipelbagai belahan dunia dan merupakan gejala umum di Asia, Eropa termasuk Amerika.

Kita bisa melacak peristiwa mirip seperti ini beberapa kurun waktu kebelakang bahkan sampai dengan saat ini. Misalnya saja fenomena tentang Ratu Adil selalu muncul saat masyarakat dalam keadaan tertekan dan merindukan Sang Juru Selamat. Kehilangan harapan akan pemimpin riil memunculkan isu akan munculnya Satria Piningit. Ajaran yang disebut sesat yang marak dewasa ini boleh jadi merupakan fenomena messianistik pula.

Memang secara psikologis seseorang yang mengalami tekanan yang luar biasa akan menimbulkan kebutuhan untuk mencari figur yang mampu menyelamatkannya. Dalam konteks masyarakat akan membutuhkan figur sakti sebagai pemimpin yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan. Mana kala sumber-sumber kehidupan mengalami sumbatan, pemimpin yang tidak mengayomi, tekanan hidup yang semakin meningkat karena berbagai kebutuhan dan permasalahan akan mendorong sikap irasionalitas.

Kasus Ponari secara tampak luar memang hanya sekedar berdimensi permasalahan kesehatan. Namun, mereka yang datang tidak sekedar ingin mengobati penyakit tetapi juga disertai harapan lain yang bersifat sosio-ekonomi dan berharap Ponari mampu memberikan solusi terhadap segala permasalahannya.

Irasionalitas ini berkembang secara masif dan dapat dirunut melalui dinamika perkembangan psikologis sebagai berikut :

1. Adanya tekanan hidup masyarakat yang tidak tertanggulangi.

2. Tidak ada solusi yang memadai dalam permasalahan masyarakat baik dari segi sistem, infrastruktur atau dukungan sosial (misal sarana kesehatan yang tidak memadai atau pengobatan yang mahal, sistem pengobatan bagi keluarga miskin yang prosedurnya tidak jelas, berbelit-belit dan menyulitkan).

3. Harapan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahannya mulai bergeser dari kondisi objektif menjadi subyektif, dari rasional menjadi irrasional, dari menggantungkan diri pada pemimpin riil menjadi kepada pemimpin imajiner atau pemimpin yang ia ciptakan sesuai dengan harapannya (messias).

4. Mulai tumbuh kebutuhan untuk bergantung pada sesuatu. Mulai tumbuh sikap penokohan imajiner yang ditasbihkan pada tokoh tertentu karena peristiwa tertentu (dalam kasus Ponari disambar petir) yang dapat dijadikan tempat bergantung.

5. Secara dinamik mulai tumbuh sikap sugestif dan menjustifikasi keyakinannya sebagai kebenaran (misal dengan meyakini dirinya sembuh dari suatu penyakit). Secara berkelindan hal didukung oleh sang tokoh yang telah diberi label sebagai juru selamat dan secara massal memperoleh penguatan dari masyarakat yang tertekan tersebut.

6. Tokoh imajiner secara bertahap mewujudkankan diri sebagai tokoh riil.

7. Muncul institusionalisasi dari proses, sistem, struktur, personal dan sosial yang kemudian membangun budaya baru.

8. Terjadi proses pemantapan penokohan yang terus berlangsung secara irrasional dan subyektif.

9. Terjadi proses pengikatan yang semakin menguat antara Sang Tokoh, Pengikut dan Masyarakat pendukungnya.

10. Muncul komunitas atau masyarakat baru dalam kehidupan baru sampai dengan masyarakat baru ini akan runtuh manakala Sang Tokoh mulai mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pengikut dan masyarakatnya.

Proses tersebut akan terus berulang dalam kondisi masyarakat yang tertekan dan mengalami kebuntuan dalam mencari penyelesaian masalahnya. Pada saat bersamaan sistem, kondisi sosial dan ekonomi maupun infrastruktur tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat dan akan mencapai titik klimaksnya saat tokoh riil tersebut apakah tokoh masyarakat, agama, politik tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya dan gagal dalam memenuhi harapan maupun kebutuhan masyarakat.

Tidak ada komentar: