Selasa, 17 Maret 2009

KOALISI, BUALISASI DAN TIPUNISASI

Sejak tanggal 16 Maret 2009 kemarin sampai dengan 5 April akan berlangsung kampanye dalam rangka Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Menjelang kampanye terlihat berbagai pihak melakukan koalisi baik antar tokoh, antar pihak maupun antar partai.

Koalisi diperlukan mengingat kecil kemungkinan satu pihak berhasil meraup suara yang signifikan dan akan menghambat proses pencalonan Presiden/Wakil Presiden, sehingga diperlukan penyatuan kekuatan dalam bentuk koalisi agar dapat memenuhi ambang batas minimal untuk mencalonkan Presiden/Wakil Presiden. Meskipun wajah terang koalisi baru akan terlihat dan memperoleh kepastian setelah mengetahui hasil pemilihan legislatif. Namun, gerakan koalisi saat inipun tampaknya selain untuk mempersiapkan kondisi paska pemilihan legislatif, juga tampaknya dimaksudkan untuk memberikan pesan-pesan politik bagi pihak lain yang mungkin nanti akan menjadi kompetitor atau dapat juga sebagai bentuk "bargaining position" dalam memperoleh posisi politik yang lebih baik.

Seiring dengan maraknya koalisi, kampanye pun telah dimulai. Tadi pagi penulis mendengar berita dari televisi, radio dan media cetak, suasana kampanye mulai marak bahkan ada sedikit kerusuhan. Sebuah berita di media cetak tadi pagi menyebutkan juga ditemukannya usaha pencetakan uang palsu disuatu tempat di Bandung dan diduga uang palsu ini akan digunakan sebagai politik uang oleh pihak tertentu dalam kampanye kali ini.

Berbagai berita terkait kampanye yang terdengar semuanya ingin mengutamakan rakyat, mengedepankan kepentingan rakyat. Terkait hal ini penulis teringat sebuah ungkapan yang pernah disampaikan oleh almarhum Syahrir bahwa rakyat itu bagaikan karpet, ia digunakan oleh semua orang sekaligus juga diinjak oleh orang-orang tersebut. Moga-moga semua pihak yang saat ini berkoar-koar untuk membela kepentingan rakyat tidak menggunakan rakyat bagaikan karpet tadi.

Seorang teman berkomentar saat ini sedang dimulai proses "bualisasi dan tipunisasi." Kata-kata itu mengandung ironi, terlihat menggelikan sekaligus membuat perih. Mungkin untuk mengatasi hal tersebut kita perlu melihat kebelakang bagaimana kampanye yang pernah terjadi pada pemilu sebelumnya, berapa banyak partai yang berjanji dan setelah itu apa yang mereka lakukan?

Menurut hemat penulis, meskinya partai sekarang tidak berjanji, tetapi lebih menyampaikan rakam jejak mereka. Terutama untuk partai yang pernah ikut pemilu sebelumnya, seharusnya mereka menyebutkan apa janji mereka sebelumnya dan bagaimana realisasi janji mereka. Jangan buru-buru membuat janji baru, lebih baik menjelaskan apa yang sudah dilakukan selama ini dan apakah mereka sudah memenuhi janjinya pada pemilu saat itu.

Untuk partai baru, meskipun belum pernah ikut pemilu sebelumnya, daripada membuat janji kedepan lebih baik menyampaikan bagaimana rekam jejak mereka sebelumnya (sebagai individu dan tokoh) untuk menunjukkan pengabdian mereka kepada bangsa dan negara.

Bagi pemilih yang akan menyentang (bukan menyoblos) lebih baik anda melihat rekam jejak partai sebelumnya, bagaimana janji partai sebelumnya dan bagaimana mereka dapat memenuhi janjinya dimasa lalu. Termasuk tokoh-tokoh baru yang sebelumnya belum memiliki partai, lebih baik anda melihat bentuk pengabdian mereka dimasa lalu kepada bangsa dan negara dibandingkan terbuai dengan janji-janji yang akan mereka lakukan dimasa depan.

Saat ini dengan mudah kita menyaksikan orang-orang atau pihak-pihak tertentu yang menyampaikan berbagai hal yang muluk-muluk. Apakah akan terjadi bualisasi dan tipunisasi? Apakah semakin banyak pembual-pembual yang muncul? Atau semakin banyak tipuan-tipuan yang akan muncul? Kita berharap dan berdoa bersama agar hal tersebut tidak terjadi.

Bualisasi dan tipunisasi mungkin saja dilakukan, namun kitapun yakin bahwa rakyat kita semakin cerdas, pemilih semakin kritis, sehingga mereka yang membual dan menipu mungkin saja nantinya tidak laku.

Beberapa tips yang penulis tawarkan untuk para pemilih dalam menentukan pilihan adalah :

1. Perhatikan rekam jejak partai tersebut atau tokohnya, apakah mereka memiliki kredibilitas dan mampu memenuhi janji-janjinya dimasa lalu?
2. Jika mereka mebuat janji apakah realistis?
3. Bagaimana pola hidup mereka? apakah berpola hidup sederhana atau tidak?
4. Menurut anda sendiri apakah mereka layak dijadikan teladan? Bisa menggunakan ukuran dari sikap moral dan spiritual mereka, kecerdasan mereka atau kontribusi mereka selama ini kepada rakyat.
5. Apakah mereka relatif bersih dari persoalan hukum terutama bersih dari masalah korupsi dan moralitas?

Jika sebagian besar jawabannya adalah "YA" anda layak memilih mereka.

Tidak ada komentar: