Terhitung mulai tanggal 21 Maret 2009 sampai dengan 31 Maret 2009 penulis melaksanakan ibadah umroh. Persiapan pemberangkatan telah dimulai sejak tanggal 18 Maret 2009. Kegiatan umroh ini merupakan suatu "surprise" buat penulis dimana penulis terakhir ketanah suci sekitar awal 2007. Jadi setelah dua tahun penulis berkesempatan mengunjungi kembali tanah suci. Ini juga merupakan salah satu alasan kenapa selama dua minggu ini blog sepi dari tulisan baru dan mohon maaf untuk para pembaca blog karena blog-nya lama tidak di update.
Kesempatan mengunjungi kembali Tanah Suci penulis peroleh karena kebetulan penulis ditunjuk sebagai Ketua Panitia Seleksi Pemberian Penghargaan Ibadah Umroh di Perusahaan dimana penulis bekerja. Perusahaan dimana penulis bekerja memiliki program pemberian penghargaan kepada karyawan yang dianggap memiliki prestasi baik. Salah satu bentuk penghargaan adalah dalam bentuk penghargaan ibadah dan untuk umat Islam diantaranya adalah pemberian penghargaan umroh.
Peserta umroh kali ini mencapai 107 orang. Lumayan juga mengkoordinasikan jumlah peserta sebanyak itu, namun karena mereka adalah orang-orang terbaik dan pilihan maka perjalanan dapat berjalan lancar dan peserta sangat kooperatif.
Kegiatan umroh dimulai sejak mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Peserta umroh mengambil miqat di Bandara ini (menurut MUI boleh, sebagian yang lain mengganggap miqat harus dimulai sejak Yalamlam, tetapi diatas pesawat sulit juga menentukan posisi Yalamlam ini). Setiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah peserta mulai mandi dan mengenakan pakaian ihram. Selanjutnya dilakukan shalat dua rakaat dan dilanjutkan dengan mengucapkan niat umroh.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Mekkah dan singgah sebentar di Hotel Royal Zam Zam untuk meletakkan barang-barang. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf. Sesampainya di Masjidil Haram peserta menuju ke arah Ka'bah untuk mengambil posisi sejajar dengan Hajaral Aswad. Memandang kembali Ka'bah bagi penulis sungguh moment yang sangat mengharukan, itulah puncak keharuan tertinggi yang penulis rasakan.
Kami mulai melaksanakan tawaf sebanyak tujuh keliling dilanjutkan dengan sai. Sai adalah suatu kegiatan ritual yang memiliki nilai historis yaitu mengenang Ibunda Hajar istri Nabi Ibrahim saat berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah untuk mencarikan air bagi anaknya Nabi Ismail. Atas kekuasaan Allah air bisa muncul ditanah yang gersang di padang pasir. Air muncul didekat kaki Nabi Ismail yang masih kanak-kanak yang berada disekitar Ka'bah dan kelak air tersebut dikenal dengan air Zam-Zam. Setelah selesai sai dilanjutkan dengan tahalul, yaitu memotong rambut minimal tiga helai dan disunatkan untuk mencukur seluruh rambut alias gundul, penulis memilih gundul.
Di Mekkah kami tinggal selama tujuh hari dan penulis sempat melakukan tiga kali umroh. Selain itu alhamdulillah penulis sempat pula mencium Hajaral Aswad setelah melalui perjuangan yang berat. Meskipun dua hari setelah kejadian itu badan penulis masih terasa pegal-pegal namun penulis merasa sangat puas dan bahagia. Disela-sela ibadah di Masjidil Haram kami sempat mengunjungi beberapa tempat seperti peternakan onta, Museum Ka'bah (meskipun tidak sempat masuk), Jabal Rahmah, Jabal Tsur dan beberapa tempat lainnya.
Kemudian penulis menyempatkan diri melakukan napak tilas saat melaksanakan haji tahun 2006. Penulis mengunjungi maktab haji di Shib Amir. Penulis sempat terharu juga memandangi bangunan dimana penulis pernah tinggal selama 1 bulan saat melaksanakan haji di Mekkah tahun 2006. Penulis teringat salah satu petugas Maktab tersebut bernama Zakaria asal Bangladesh. Diwaktu-waktu senggang penulis sering ngobrol dengan Zakaria. Ia berasal dari satu desa kecil di Bangladesh pergi ke Arab meninggalkan istri dan 3 orang anaknya untuk mencari nafkah. Menurut Zakaria sangat sulit mencari pekerjaan di Bangladesh dan kondisi ekonomi negerinya juga sulit sehingga banyak orang Bangladesh yang mencari peruntungan di luar negeri termasuk ke Arab Saudi. Zakaria rela meninggalkan anak istrinya untuk mencari nafkah dan pulang kenegaranya 1-2 tahun sekali. Ketika penulis menanyakan mengapa tidak membawa anak istrinya ikut serta ke Arab Saudi, Zakaria menganggap biaya hidup di Arab Saudi mahal dan tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya, lebih baik keluarganya tetap tinggal di Bangladesh dan ia setiap bulan mengirimkan uang ke mereka.
Zakaria orang yang taat. Kebetulan diruang tamu Maktab ada sebuah pesawat televisi. Zakaria segera mematikan TV apabila waktu shalat telah tiba. Pada malam hari saat sebagian orang menonton TV Zakaria mengingatkan agar mereka lebih baik mengaji atau tafakur di Masjidil Haram. Ia pun melarang kami memilih channel yang aneh-aneh, biasanya dari TV Lebanon atau negara lain, menurut Zakaria itu adalah tontonan kaum-kaum musyrik.
Zakaria juga menyediakan teh, biasanya teh tarik (teh tambah susu) dan penganan ringan. Terkadang jamaah suka rewel minta tambah lagi susu-lah, tambah gula-lah akhirnya tambah air lagi dan tentu harus tambah gula lagi ... he ... he. Zakaria sangat sabar meladeni kami semua. Saat kemarin ke Mekkah dan mengunjungi Maktab penulis tidak menemukan lagi Zakaria yang baik hati ini. Dimanakah engkau sobat? masih di Arab-kah? atau sudah kembali ke Bangladesh? Semoga engkau baik-baik saja.
Kembali tentang cerita Mekkah, kota ini memang memiliki magnet bagi kaum muslimin. Beribadah dikota ini memiliki nilai yang sungguh luar biasa. Sebagian orang juga mengalami peristiwa tertentu yang berdimensi gaib. Penulis sendiri mengalami peristiwa unik, yaitu dalam beberapa kali kesempatan setelah shalat penulis tidak menemukan sendal, padahal sebelumnya sudah menandai nomor tempat penyimpanan sendal atau menandai lokasinya, tetapi tetap sendal tidak ditemukan. Akhisnya penulis istigfar dan berdoa agar sendal dapat ditemukan dan tidak berapa lama sendal ditemukan kembali. Hal tersebut terjadi berulang kali dan setelah istigfar dan berdoa sendal kembali ditemukan. Sampailah pada suatu ketika diahari akhir berada di Mekkah dan setelah itu segera akan berangkat ke Madinah. Setelah tawaf wada penulis kembali mencari sendal ditempat yang sudah ditandai nomor dan lokasinya, sendal tetap tidak ditemukan meskipun penulis telah istigfar dan berdoa. Akhirnya penulis berpikir mungkin sendal ini memang harus tinggal di Mekkah, akhirnya dengan keikhlasan penulis tinggalkan Masjidil Haram bersama sendal yang entah kemana. Dengan tanpa sendal penulis meninggalkan Masjidil Haram menuju Hotel, lumayan panas, kaki terpaksa berjalan berjinjit untuk menghindari panas dan setengah berlari kecil penulis menuju hotel. Pelajaran berharga bagi penulis karena ada perasaan bahwa dengan berdoa sendal pasti ditemukan padahal keputusan dikabulkan atau tidak dikabulkan doa tergantung Allah dan pasti segala sesuatu ada hikmahnya.
Kejadian lainnya adalah setelah selesai shalat subuh di Masjidil Haram penulis tergesa-gesa menuju hotel karena kebelet ingin kebelakang. Penulis tidak sempat menuju kamar dan segera memanfaat toilet yang ada di restauran hotel. Begitu masuk toilet penulis dihadang oleh petugas cleaning service dan ia minta waktu 2 menit untuk membersihkan toilet "just two minutes sir" katanya. Penulis tidak sabar karena sudah kebelet namun ia tetap ngotot menahan penulis dan penulis sempat menggerutu. Yah apa boleh buat terpaksa harus menahan hajat sebentar sambil menggerutu kesal. Setelah selesai membuang hajat penulis menuju kamar, apa yang terjadi??? ternyata pintu kamar tidak bisa dibuka. Terpaksa harus menghubungi receptionist dan engineering. Yah harus menunggu sampai petugas datang untuk membuka pintu. Dalam keadaan menunggu tersebut penulis teringat barangkali penulis telah berbuat salah terhadap cleaning service tersebut. Akhirnya setelah petugas datang penulis berhasil masuk ke kamar. Persoalan berikutnya datang pada saat ingin mengambil sesuatu di safety box, kotak tersebut tidak bisa dibuka, wah ini cobaan lagi. Akhirnya penulis istigfar dan mohon ampun mungkin telah berbuat dosa, akhirnya setelah dibantu petugas safety box bisa dibuka.
Saat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah untuk kembali ke Jakarta, seluruh rombongan diantrikan menuju tempat check-in karena diperintahkan oleh petugas setempat. Namun, ternyata setelah antri rombongan diminta keluar kembali karena belum memegang boarding-pass. Jadilah kita semua mundur lagi kebelakang. Seorang rekan wanita ngedumel "wah-wah bisa bisa kita nginap semalam lagi di Jeddah." Penulis mengingatkan untuk segera istigfar. Setelah menunggu beberapa saat baru kemudian boarding-pass dibagikan satu per satu kesemua rombongan. Nama kita dipanggil satu per satu untuk menerima boarding-pass. Semua telah menerima boarding-pass hanya satu orang yang belum dapat, yaitu rekan wanita yang ngedumel tadi, dicari-cari boarding pass-nya tidak ketemu. Rekan wanita tadi hampir menangis dan merasa ketakutan kalau harus ditinggalkan sendirian, tetapi kami menyabarkannya. Setelah dicari-cari akhirnya ketemu juga, barulah sang rekan dapat tersenyum kembali (kebayang kalau harus ditinggal sendirian di Arab).
Pada saat melaksanakan Haji tahun 2006 penulis juga mengalami sebuah peristiwa unik. Yaitu, saat ingin mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW terlihat pengunjung sangat banyak. Penulis coba masuk namun terjepit diantara orang-orang yang tinggi badannya, ada orang Afrika, Turki, Iran, Arab dan yang lain yang badannya jauh lebih besar. Terjadi dorong-mendorong, penulis terjepit diantara orang yang tinggi besar. Penulis mengalami sesak nafas dan merasa tidak bisa keluar dari kerumunan itu. Penulis berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari situasi tersebut. Dan sekonyong-konyong muncullah orang berbadan tinggi besar seperti orang Afrika dan bersoban. Tubuhnya tampak menonjol diantara yang lain, besar dan tinggi. Tiba-tiba orang hitam yang tinggi besar tersebut meraih badan penulis, mengangkat penulis dan secara berangsur-angsur membawa penulis keluar dari kerumunan. Selamatlah penulis. Namun, karena masih shock penulis tidak sempat mengucapkan terima kasih. Setelah beberapa saat penulis sadar, penulis mencoba mencari orang tersebut namun sudah tidak terlihat lagi. Penulis tidak tahu entah siapa dia.
Pada saat di Mekkah istri penulis ingin melaksanakan tawaf didekat Ka'bah. Beberapa bulan sebelum berangkat haji istri mengalami operasi, penulis sedikit kuatir dengan kondisi kesehatannya. Penulis menyarankan agar tawaf didalam gedung saja, istri menolak dan bertekad tetap ingin tawaf dekat Ka'bah. Penulis akhirnya terpaksa memenuhi keinginannya. Pada saat tawaf penulis mengawal dengan ketat istri. Beberapa kali penulis terpontal-pontal menahan dorongan orang, kemudian merasa ditarik-tarik orang lain, penulis berusaha sekuat tenaga menjaga istri ditengah kerumunan orang bertawaf yang cukup padat. Beberapa kali penulis hampir terjatuh. Selesai tawaf penulis merasa kecapaian yang amat sangat. Kemudian penulis dengan tersengal-sengal menanyakan ke istri apakah ia baik-baik saja. Istri merasa aneh dengan kondisi penulis, ia merasa tawafnya berjalan lancar tanpa hambatan dan merasa sangat dipermudah dan suasananya lapang, sangat berbeda dengan yang dirasakan penulis. Istri tidak merasa berdesak-desakan dan tidak merasa kecapaian sama sekali. Penulis segera istigfar, ternyata prasangka istri yang positif membuat Allah mempermudah tawafnya, sedangkan penulis yang sebelumnya sudah kuatir dan pesimis benar-benar mengalami perjuangan yang luar biasa saat tawaf. Memang prasangka akan mempengaruhi penghayatan kita terhadap kegiatan. Istri memiliki tekad yang cukup kuat untuk melaksanakan ibadah haji sehingga proses hajinya banyak dipermudah oleh Allah. Selama ibadah haji istri boleh dikatakan cukup sehat, rekan-rekannya sendiri banyak yang mengalami sakit. Penulis yang mengkuatirkan kondisinya paska operasi ternyata kekuatiran tersebut tidak terbukti. Tekad kuat istri untuk beribadah membuat ia mampu melaksanakan semua proses haji dengan baik sejak tawaf, sai, wukuf dan melempar jumrah, Allahu Akbar. Memang benar bahwa Allah itu tergantung dari prasangka kita.
Demikian juga saat berusaha mencium Hajaral Aswad. Sewaktu melaksanakan Haji tahun 2006 penulis berusaha mencium Hajaral Aswad, namun saat itu diliputi kekuatiran karena melihat begitu banyaknya orang yang berdesak-desakan. Penulis sudah berhasil mencapai rukun Yamani, namun saat hendak maju ada seorang kakek tua didepan penulis yang telah tersungkur jatuh persis didepan penulis, penulis tidak tega untuk maju karena pasti akan menimpa kakek tersebut, penulis membatalkan usaha untuk mencium Hajaral Aswad. Saat itu tekad penulis tidak kuat dan perasaan penulis diliputi kekuatiran karena melihat begitu banyaknya orang. Namun, saat umroh kemarin dengan berbekal tekad kuat, diawali dengan doa dan melakukan tawaf terlebih dahulu, bersama seorang rekan penulis berhasil mencium Hajaral Aswad, batu dari surga tersebut. Penulis dapat mencium Hajaral Aswad dalam waktu yang lama dan Askar/Petugas Keamanan Arab Saudi membiarkannya. Penulis meninggalkan Hajaral Aswad atas kesadaran sendiri tanpa perlu disuruh pergi oleh Askar karena penulis menyadari masih banyak jamaah lain yang ingin menciumnya.
Ada kejadian lain saat Haji tetapi dialami oleh rekan penulis. Seorang rekan penulis mengalami beberapa kali sejadahnya terkena kotoran manusia. Saat membentangkan sejadah tiba-tiba ada orang lewat dan mengeluarkan kotorannya diatas sejadah. Hal ini terjadi berulang kali. Mungkin ada hikmah tertentu dibalik kejadian tersebut yang hanya yang bersangkutan yang mengetahuinya. Ada juga mereka yang kehilangan uang, namun karena ikhlas keesokan harinya sekonyong-konyong ada orang lain yang memberikan uang kepada yang bersangkutan dengan jumlah yang berlipat dari uangnya yang hilang. Itu adalah sebagian peristiwa unik (atau gaib?) yang pernah penulis alami.
Kembali ke kegiatan Umroh, setelah tujuh hari di Mekkah perjalanan dilanjutkan menuju ke Madinah. Di Madinah rombongan menginap di Hotel Movenvick. Waktu di Madinah banyak dihabiskan di Masjid Nabawi. Alhamdulillah penulis berhasil shalat di raudhah, taman surga, yang terletak antara makam Nabi Muhammad SAW dan Mimbar. Penulis berkesempatan pula berziarah kemakam Rasul yang mulia tersebut. Ini adalah puncak keharuan berikutnya saat berhasil menyambangi makam Nabi Mulia Muhammad SAW.
Di Madinah rombongan mengunjungi beberapat tempat diantaranya adalah kebun kurma, Jabal Uhud, tempat percetakan Mushaf Al-Quran. Semua peserta dibagikan Al-Quran beserta terjemahannya secara gratis. Hal yang menarik juga adalah saat mengunjungi Jabal Magnet, dimana bis dapat bergerak dalam keadaan mesin mati dan katanya - menurut dugaan- karena ada tarikan magnet (wallahualam). Di Jabal Uhud juga dirasakan suatu fenomena spiritual dimana tercium bau harum dari arah makam dari 70 orang syuhada diantaranya Hamzah paman nabi. Bau harum ini sangat terasa apabila ada hembusan angin dan dirasakan juga oleh semua pengunjung. Ini benar-benar merupakan bukti kebesaran Allah.
Setelah tiga hari di Madinah perjalanan dilanjutkan ke Jeddah, rombongan sempat makan siang di Asian restaurant dengan menu Thailand yang cukup menggoda. Kemudian setelah itu dilanjutkan shalat di Masjid Terapung ditepi Laut Merah. Dari Masjid Terapung rombongan menuju Balad Shopping Mall, acara berbelanja ria dimulai.
Saat berkunjung ke Saudi Arabia penulis mengamati semakin banyaknya orang Indonesia disana, baik sebagai peserta umroh, penziarah, mukimin maupun mereka yang bekerja dan berdagang disana. Dimana-mana kita menemukan banyak orang Indonesia (fenomena ini penulis temukan pula di Hongkong, Australia, China, Thailand, Malaysia dan Singapore). Ini sebenarnya membanggakan hati, artinya semakin banyak turis Indonesia ke luar negeri dan tentunya semakin banyak penduduk negeri ini yang makmur. Namun, kita perlu prihatin juga mengingat sebagian mereka yang bekerja disana bekerja dalam sektor "unskilled" termasuk kelompok blue color dan secara spesifik bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bukan berarti kita memandang rendah profesi pembantu rumah tangga, namun posisi tawar mereka tampak sangat rendah dan cenderung hak-hak mereka ada yang diabaikan termasuk resiko mengalami pelecehan. Pemerintah tampaknya perlu sungguh-sungguh memperhatikan hal ini agar mempersiapkan mereka yang keluar negeri dengan keterampilan khusus seperti perawat, montir, dan sebagainya sehingga posisi tawar mereka lebih baik.
Saat berada di Bandara King Abdul Aziz penulis bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang bekerja sebagai cleaning service bandara, mereka mengaku hanya digaji 500 Rial, ini adalah suatu jumlah yang pas-pasan untuk ukuran hidup di Arab Saudi. Padahal mereka juga harus mengirimkan sebagian penghasilannya untuk keluarga di Indonesia. Saat berbicara dengan mereka penulis teringat akan nasib Zakaria yang berada di Mekkah, sipetugas maktab yang berasal dari Bangladesh yang meninggalkan anak-istrinya dinegaranya karena kemiskinan dan kepahitan hidup, dengan penghasilan yang pas-pasan mereka berkorban untuk berpisah dengan keluarga. Penghasilan pas-pasan di Arab Saudi jauh lebih baik menurut mereka daripada tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan apa-apa di tanah air, sungguh mengenaskan.
Untuk mereka yang sedang berkampanye saat ini adakah kepedulian mereka terhadap nasib saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri?, khususnya yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang riskan seperti pembantu rumah tangga. Adakah perhatian para tokoh-tokoh kampanye tersebut? Memang mereka disebut pahlawan devisa ........... tetapi apakah itu cukup untuk mengangkat harkat martabat mereka ........... apakah itu cukup untuk memanusiawikan mereka? Atau-kah mereka hanya bagaikan sebuah lilin .... berkorban mencair demi menerangi sekelilingnya ............. mereka mencair .... kemudian habis ............ dan mati ...............
Kesempatan mengunjungi kembali Tanah Suci penulis peroleh karena kebetulan penulis ditunjuk sebagai Ketua Panitia Seleksi Pemberian Penghargaan Ibadah Umroh di Perusahaan dimana penulis bekerja. Perusahaan dimana penulis bekerja memiliki program pemberian penghargaan kepada karyawan yang dianggap memiliki prestasi baik. Salah satu bentuk penghargaan adalah dalam bentuk penghargaan ibadah dan untuk umat Islam diantaranya adalah pemberian penghargaan umroh.
Peserta umroh kali ini mencapai 107 orang. Lumayan juga mengkoordinasikan jumlah peserta sebanyak itu, namun karena mereka adalah orang-orang terbaik dan pilihan maka perjalanan dapat berjalan lancar dan peserta sangat kooperatif.
Kegiatan umroh dimulai sejak mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Peserta umroh mengambil miqat di Bandara ini (menurut MUI boleh, sebagian yang lain mengganggap miqat harus dimulai sejak Yalamlam, tetapi diatas pesawat sulit juga menentukan posisi Yalamlam ini). Setiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah peserta mulai mandi dan mengenakan pakaian ihram. Selanjutnya dilakukan shalat dua rakaat dan dilanjutkan dengan mengucapkan niat umroh.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Mekkah dan singgah sebentar di Hotel Royal Zam Zam untuk meletakkan barang-barang. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf. Sesampainya di Masjidil Haram peserta menuju ke arah Ka'bah untuk mengambil posisi sejajar dengan Hajaral Aswad. Memandang kembali Ka'bah bagi penulis sungguh moment yang sangat mengharukan, itulah puncak keharuan tertinggi yang penulis rasakan.
Kami mulai melaksanakan tawaf sebanyak tujuh keliling dilanjutkan dengan sai. Sai adalah suatu kegiatan ritual yang memiliki nilai historis yaitu mengenang Ibunda Hajar istri Nabi Ibrahim saat berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah untuk mencarikan air bagi anaknya Nabi Ismail. Atas kekuasaan Allah air bisa muncul ditanah yang gersang di padang pasir. Air muncul didekat kaki Nabi Ismail yang masih kanak-kanak yang berada disekitar Ka'bah dan kelak air tersebut dikenal dengan air Zam-Zam. Setelah selesai sai dilanjutkan dengan tahalul, yaitu memotong rambut minimal tiga helai dan disunatkan untuk mencukur seluruh rambut alias gundul, penulis memilih gundul.
Di Mekkah kami tinggal selama tujuh hari dan penulis sempat melakukan tiga kali umroh. Selain itu alhamdulillah penulis sempat pula mencium Hajaral Aswad setelah melalui perjuangan yang berat. Meskipun dua hari setelah kejadian itu badan penulis masih terasa pegal-pegal namun penulis merasa sangat puas dan bahagia. Disela-sela ibadah di Masjidil Haram kami sempat mengunjungi beberapa tempat seperti peternakan onta, Museum Ka'bah (meskipun tidak sempat masuk), Jabal Rahmah, Jabal Tsur dan beberapa tempat lainnya.
Kemudian penulis menyempatkan diri melakukan napak tilas saat melaksanakan haji tahun 2006. Penulis mengunjungi maktab haji di Shib Amir. Penulis sempat terharu juga memandangi bangunan dimana penulis pernah tinggal selama 1 bulan saat melaksanakan haji di Mekkah tahun 2006. Penulis teringat salah satu petugas Maktab tersebut bernama Zakaria asal Bangladesh. Diwaktu-waktu senggang penulis sering ngobrol dengan Zakaria. Ia berasal dari satu desa kecil di Bangladesh pergi ke Arab meninggalkan istri dan 3 orang anaknya untuk mencari nafkah. Menurut Zakaria sangat sulit mencari pekerjaan di Bangladesh dan kondisi ekonomi negerinya juga sulit sehingga banyak orang Bangladesh yang mencari peruntungan di luar negeri termasuk ke Arab Saudi. Zakaria rela meninggalkan anak istrinya untuk mencari nafkah dan pulang kenegaranya 1-2 tahun sekali. Ketika penulis menanyakan mengapa tidak membawa anak istrinya ikut serta ke Arab Saudi, Zakaria menganggap biaya hidup di Arab Saudi mahal dan tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya, lebih baik keluarganya tetap tinggal di Bangladesh dan ia setiap bulan mengirimkan uang ke mereka.
Zakaria orang yang taat. Kebetulan diruang tamu Maktab ada sebuah pesawat televisi. Zakaria segera mematikan TV apabila waktu shalat telah tiba. Pada malam hari saat sebagian orang menonton TV Zakaria mengingatkan agar mereka lebih baik mengaji atau tafakur di Masjidil Haram. Ia pun melarang kami memilih channel yang aneh-aneh, biasanya dari TV Lebanon atau negara lain, menurut Zakaria itu adalah tontonan kaum-kaum musyrik.
Zakaria juga menyediakan teh, biasanya teh tarik (teh tambah susu) dan penganan ringan. Terkadang jamaah suka rewel minta tambah lagi susu-lah, tambah gula-lah akhirnya tambah air lagi dan tentu harus tambah gula lagi ... he ... he. Zakaria sangat sabar meladeni kami semua. Saat kemarin ke Mekkah dan mengunjungi Maktab penulis tidak menemukan lagi Zakaria yang baik hati ini. Dimanakah engkau sobat? masih di Arab-kah? atau sudah kembali ke Bangladesh? Semoga engkau baik-baik saja.
Kembali tentang cerita Mekkah, kota ini memang memiliki magnet bagi kaum muslimin. Beribadah dikota ini memiliki nilai yang sungguh luar biasa. Sebagian orang juga mengalami peristiwa tertentu yang berdimensi gaib. Penulis sendiri mengalami peristiwa unik, yaitu dalam beberapa kali kesempatan setelah shalat penulis tidak menemukan sendal, padahal sebelumnya sudah menandai nomor tempat penyimpanan sendal atau menandai lokasinya, tetapi tetap sendal tidak ditemukan. Akhisnya penulis istigfar dan berdoa agar sendal dapat ditemukan dan tidak berapa lama sendal ditemukan kembali. Hal tersebut terjadi berulang kali dan setelah istigfar dan berdoa sendal kembali ditemukan. Sampailah pada suatu ketika diahari akhir berada di Mekkah dan setelah itu segera akan berangkat ke Madinah. Setelah tawaf wada penulis kembali mencari sendal ditempat yang sudah ditandai nomor dan lokasinya, sendal tetap tidak ditemukan meskipun penulis telah istigfar dan berdoa. Akhirnya penulis berpikir mungkin sendal ini memang harus tinggal di Mekkah, akhirnya dengan keikhlasan penulis tinggalkan Masjidil Haram bersama sendal yang entah kemana. Dengan tanpa sendal penulis meninggalkan Masjidil Haram menuju Hotel, lumayan panas, kaki terpaksa berjalan berjinjit untuk menghindari panas dan setengah berlari kecil penulis menuju hotel. Pelajaran berharga bagi penulis karena ada perasaan bahwa dengan berdoa sendal pasti ditemukan padahal keputusan dikabulkan atau tidak dikabulkan doa tergantung Allah dan pasti segala sesuatu ada hikmahnya.
Kejadian lainnya adalah setelah selesai shalat subuh di Masjidil Haram penulis tergesa-gesa menuju hotel karena kebelet ingin kebelakang. Penulis tidak sempat menuju kamar dan segera memanfaat toilet yang ada di restauran hotel. Begitu masuk toilet penulis dihadang oleh petugas cleaning service dan ia minta waktu 2 menit untuk membersihkan toilet "just two minutes sir" katanya. Penulis tidak sabar karena sudah kebelet namun ia tetap ngotot menahan penulis dan penulis sempat menggerutu. Yah apa boleh buat terpaksa harus menahan hajat sebentar sambil menggerutu kesal. Setelah selesai membuang hajat penulis menuju kamar, apa yang terjadi??? ternyata pintu kamar tidak bisa dibuka. Terpaksa harus menghubungi receptionist dan engineering. Yah harus menunggu sampai petugas datang untuk membuka pintu. Dalam keadaan menunggu tersebut penulis teringat barangkali penulis telah berbuat salah terhadap cleaning service tersebut. Akhirnya setelah petugas datang penulis berhasil masuk ke kamar. Persoalan berikutnya datang pada saat ingin mengambil sesuatu di safety box, kotak tersebut tidak bisa dibuka, wah ini cobaan lagi. Akhirnya penulis istigfar dan mohon ampun mungkin telah berbuat dosa, akhirnya setelah dibantu petugas safety box bisa dibuka.
Saat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah untuk kembali ke Jakarta, seluruh rombongan diantrikan menuju tempat check-in karena diperintahkan oleh petugas setempat. Namun, ternyata setelah antri rombongan diminta keluar kembali karena belum memegang boarding-pass. Jadilah kita semua mundur lagi kebelakang. Seorang rekan wanita ngedumel "wah-wah bisa bisa kita nginap semalam lagi di Jeddah." Penulis mengingatkan untuk segera istigfar. Setelah menunggu beberapa saat baru kemudian boarding-pass dibagikan satu per satu kesemua rombongan. Nama kita dipanggil satu per satu untuk menerima boarding-pass. Semua telah menerima boarding-pass hanya satu orang yang belum dapat, yaitu rekan wanita yang ngedumel tadi, dicari-cari boarding pass-nya tidak ketemu. Rekan wanita tadi hampir menangis dan merasa ketakutan kalau harus ditinggalkan sendirian, tetapi kami menyabarkannya. Setelah dicari-cari akhirnya ketemu juga, barulah sang rekan dapat tersenyum kembali (kebayang kalau harus ditinggal sendirian di Arab).
Pada saat melaksanakan Haji tahun 2006 penulis juga mengalami sebuah peristiwa unik. Yaitu, saat ingin mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW terlihat pengunjung sangat banyak. Penulis coba masuk namun terjepit diantara orang-orang yang tinggi badannya, ada orang Afrika, Turki, Iran, Arab dan yang lain yang badannya jauh lebih besar. Terjadi dorong-mendorong, penulis terjepit diantara orang yang tinggi besar. Penulis mengalami sesak nafas dan merasa tidak bisa keluar dari kerumunan itu. Penulis berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari situasi tersebut. Dan sekonyong-konyong muncullah orang berbadan tinggi besar seperti orang Afrika dan bersoban. Tubuhnya tampak menonjol diantara yang lain, besar dan tinggi. Tiba-tiba orang hitam yang tinggi besar tersebut meraih badan penulis, mengangkat penulis dan secara berangsur-angsur membawa penulis keluar dari kerumunan. Selamatlah penulis. Namun, karena masih shock penulis tidak sempat mengucapkan terima kasih. Setelah beberapa saat penulis sadar, penulis mencoba mencari orang tersebut namun sudah tidak terlihat lagi. Penulis tidak tahu entah siapa dia.
Pada saat di Mekkah istri penulis ingin melaksanakan tawaf didekat Ka'bah. Beberapa bulan sebelum berangkat haji istri mengalami operasi, penulis sedikit kuatir dengan kondisi kesehatannya. Penulis menyarankan agar tawaf didalam gedung saja, istri menolak dan bertekad tetap ingin tawaf dekat Ka'bah. Penulis akhirnya terpaksa memenuhi keinginannya. Pada saat tawaf penulis mengawal dengan ketat istri. Beberapa kali penulis terpontal-pontal menahan dorongan orang, kemudian merasa ditarik-tarik orang lain, penulis berusaha sekuat tenaga menjaga istri ditengah kerumunan orang bertawaf yang cukup padat. Beberapa kali penulis hampir terjatuh. Selesai tawaf penulis merasa kecapaian yang amat sangat. Kemudian penulis dengan tersengal-sengal menanyakan ke istri apakah ia baik-baik saja. Istri merasa aneh dengan kondisi penulis, ia merasa tawafnya berjalan lancar tanpa hambatan dan merasa sangat dipermudah dan suasananya lapang, sangat berbeda dengan yang dirasakan penulis. Istri tidak merasa berdesak-desakan dan tidak merasa kecapaian sama sekali. Penulis segera istigfar, ternyata prasangka istri yang positif membuat Allah mempermudah tawafnya, sedangkan penulis yang sebelumnya sudah kuatir dan pesimis benar-benar mengalami perjuangan yang luar biasa saat tawaf. Memang prasangka akan mempengaruhi penghayatan kita terhadap kegiatan. Istri memiliki tekad yang cukup kuat untuk melaksanakan ibadah haji sehingga proses hajinya banyak dipermudah oleh Allah. Selama ibadah haji istri boleh dikatakan cukup sehat, rekan-rekannya sendiri banyak yang mengalami sakit. Penulis yang mengkuatirkan kondisinya paska operasi ternyata kekuatiran tersebut tidak terbukti. Tekad kuat istri untuk beribadah membuat ia mampu melaksanakan semua proses haji dengan baik sejak tawaf, sai, wukuf dan melempar jumrah, Allahu Akbar. Memang benar bahwa Allah itu tergantung dari prasangka kita.
Demikian juga saat berusaha mencium Hajaral Aswad. Sewaktu melaksanakan Haji tahun 2006 penulis berusaha mencium Hajaral Aswad, namun saat itu diliputi kekuatiran karena melihat begitu banyaknya orang yang berdesak-desakan. Penulis sudah berhasil mencapai rukun Yamani, namun saat hendak maju ada seorang kakek tua didepan penulis yang telah tersungkur jatuh persis didepan penulis, penulis tidak tega untuk maju karena pasti akan menimpa kakek tersebut, penulis membatalkan usaha untuk mencium Hajaral Aswad. Saat itu tekad penulis tidak kuat dan perasaan penulis diliputi kekuatiran karena melihat begitu banyaknya orang. Namun, saat umroh kemarin dengan berbekal tekad kuat, diawali dengan doa dan melakukan tawaf terlebih dahulu, bersama seorang rekan penulis berhasil mencium Hajaral Aswad, batu dari surga tersebut. Penulis dapat mencium Hajaral Aswad dalam waktu yang lama dan Askar/Petugas Keamanan Arab Saudi membiarkannya. Penulis meninggalkan Hajaral Aswad atas kesadaran sendiri tanpa perlu disuruh pergi oleh Askar karena penulis menyadari masih banyak jamaah lain yang ingin menciumnya.
Ada kejadian lain saat Haji tetapi dialami oleh rekan penulis. Seorang rekan penulis mengalami beberapa kali sejadahnya terkena kotoran manusia. Saat membentangkan sejadah tiba-tiba ada orang lewat dan mengeluarkan kotorannya diatas sejadah. Hal ini terjadi berulang kali. Mungkin ada hikmah tertentu dibalik kejadian tersebut yang hanya yang bersangkutan yang mengetahuinya. Ada juga mereka yang kehilangan uang, namun karena ikhlas keesokan harinya sekonyong-konyong ada orang lain yang memberikan uang kepada yang bersangkutan dengan jumlah yang berlipat dari uangnya yang hilang. Itu adalah sebagian peristiwa unik (atau gaib?) yang pernah penulis alami.
Kembali ke kegiatan Umroh, setelah tujuh hari di Mekkah perjalanan dilanjutkan menuju ke Madinah. Di Madinah rombongan menginap di Hotel Movenvick. Waktu di Madinah banyak dihabiskan di Masjid Nabawi. Alhamdulillah penulis berhasil shalat di raudhah, taman surga, yang terletak antara makam Nabi Muhammad SAW dan Mimbar. Penulis berkesempatan pula berziarah kemakam Rasul yang mulia tersebut. Ini adalah puncak keharuan berikutnya saat berhasil menyambangi makam Nabi Mulia Muhammad SAW.
Di Madinah rombongan mengunjungi beberapat tempat diantaranya adalah kebun kurma, Jabal Uhud, tempat percetakan Mushaf Al-Quran. Semua peserta dibagikan Al-Quran beserta terjemahannya secara gratis. Hal yang menarik juga adalah saat mengunjungi Jabal Magnet, dimana bis dapat bergerak dalam keadaan mesin mati dan katanya - menurut dugaan- karena ada tarikan magnet (wallahualam). Di Jabal Uhud juga dirasakan suatu fenomena spiritual dimana tercium bau harum dari arah makam dari 70 orang syuhada diantaranya Hamzah paman nabi. Bau harum ini sangat terasa apabila ada hembusan angin dan dirasakan juga oleh semua pengunjung. Ini benar-benar merupakan bukti kebesaran Allah.
Setelah tiga hari di Madinah perjalanan dilanjutkan ke Jeddah, rombongan sempat makan siang di Asian restaurant dengan menu Thailand yang cukup menggoda. Kemudian setelah itu dilanjutkan shalat di Masjid Terapung ditepi Laut Merah. Dari Masjid Terapung rombongan menuju Balad Shopping Mall, acara berbelanja ria dimulai.
Saat berkunjung ke Saudi Arabia penulis mengamati semakin banyaknya orang Indonesia disana, baik sebagai peserta umroh, penziarah, mukimin maupun mereka yang bekerja dan berdagang disana. Dimana-mana kita menemukan banyak orang Indonesia (fenomena ini penulis temukan pula di Hongkong, Australia, China, Thailand, Malaysia dan Singapore). Ini sebenarnya membanggakan hati, artinya semakin banyak turis Indonesia ke luar negeri dan tentunya semakin banyak penduduk negeri ini yang makmur. Namun, kita perlu prihatin juga mengingat sebagian mereka yang bekerja disana bekerja dalam sektor "unskilled" termasuk kelompok blue color dan secara spesifik bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bukan berarti kita memandang rendah profesi pembantu rumah tangga, namun posisi tawar mereka tampak sangat rendah dan cenderung hak-hak mereka ada yang diabaikan termasuk resiko mengalami pelecehan. Pemerintah tampaknya perlu sungguh-sungguh memperhatikan hal ini agar mempersiapkan mereka yang keluar negeri dengan keterampilan khusus seperti perawat, montir, dan sebagainya sehingga posisi tawar mereka lebih baik.
Saat berada di Bandara King Abdul Aziz penulis bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang bekerja sebagai cleaning service bandara, mereka mengaku hanya digaji 500 Rial, ini adalah suatu jumlah yang pas-pasan untuk ukuran hidup di Arab Saudi. Padahal mereka juga harus mengirimkan sebagian penghasilannya untuk keluarga di Indonesia. Saat berbicara dengan mereka penulis teringat akan nasib Zakaria yang berada di Mekkah, sipetugas maktab yang berasal dari Bangladesh yang meninggalkan anak-istrinya dinegaranya karena kemiskinan dan kepahitan hidup, dengan penghasilan yang pas-pasan mereka berkorban untuk berpisah dengan keluarga. Penghasilan pas-pasan di Arab Saudi jauh lebih baik menurut mereka daripada tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan apa-apa di tanah air, sungguh mengenaskan.
Untuk mereka yang sedang berkampanye saat ini adakah kepedulian mereka terhadap nasib saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri?, khususnya yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang riskan seperti pembantu rumah tangga. Adakah perhatian para tokoh-tokoh kampanye tersebut? Memang mereka disebut pahlawan devisa ........... tetapi apakah itu cukup untuk mengangkat harkat martabat mereka ........... apakah itu cukup untuk memanusiawikan mereka? Atau-kah mereka hanya bagaikan sebuah lilin .... berkorban mencair demi menerangi sekelilingnya ............. mereka mencair .... kemudian habis ............ dan mati ...............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar