Minggu, 10 Mei 2009

RANI JULIANI, ANTASARI AZHAR, NASRUDIN ZULKARNAEN ANTARA CINTA DAN KEKUASAAN

Publikasi media massa yang luar biasa terhadap kasus Antasari Azhar telah menyita perhatian publik dewasa ini. Dengan tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah kita layak prihatin dengan terjadinya kasus tersebut. Proses hukum terhadap kasus ini terus berlangsung dan kita belum mengetahui bagaimana "ending" dari semua ini.

Sebuah ungkapan suci yang mewanti-wanti segenap manusia untuk berhati-hati terhadap "Harta-Tahta-Wanita" agaknya belum usang dalam ingatan kita. Begitu banyak orang yang terjebak terhadap permasalahan tersebut. Terkadang orang mengatakan untuk mempengaruhi seseorang gunakanlah harta, apabila tidak mempan gunakanlah tahta, apabila tidak mempan juga gunakanlah seks (wanita maupun pria). Meskipun ungkapan ini sering didengungkan namun masih cukup banyak juga orang yang terjebak.

Sigmun Freud seorang ahli psikoanalisa menempatkan seks sebagai salah satu titik sentral sumber kehidupan, sumber enerji dan sekaligus pula sumber malapetaka. Seks adalah kebutuhan dasar manusia untuk tetap eksis dan merupakan media rekreatif sekaligus sebagai sarana meneruskan keturunan. Namun, disisi lain seks pun berdimensi kekuasaan, sebagai ajang untuk menunjukkan diri berkuasa dan mampu menaklukan orang lain sekaligus mengeksploitasinya. Jadi seks dapat berperan sebagai penyalur, sebagai media dan tidak semata-mata sebagai tujuan.

Pada jaman dahulu (mungkin juga sekarang) seorang raja atau bangsawan dapat menunjukkan kehebatan kekuasaannya melalui seberapa banyak selir yang ia miliki. Disini kekuasaan dan seks saling bertautan. Bahkan seorang remaja akan semakin bangga apabila memiliki pacar lebih banyak, karena ini adalah bagian untuk menunjukkan kekuasaannya, menunjukkan bagaimana ia mampu menaklukkan orang lain.

Dalam Perang Dunia ke-2 pernah terkenal seorang wanita yang bernama MATAHARI. ia adalah seorang wanita rupawan yang dimanfaatkan untuk melakukan tugas-tugas intelijen. Namun, dalam kompleksitas tugasnya ia memainkan peran ganda dan bertindak sebagai agen ganda. Daya tarik seksulitasnya digunakan untuk memikat lawan sekaligus memperoleh informasi strategis. Seksulitas dan kekuasaan menjadi bagian kehidupan MATAHARI, namun hidupnya berakhir secara tragis. Banyak kasus lain menunjukkan kaitan yang erat antara kekuasaan dan seksualitas, terkadang saling melengkapi namun tak jarang saling menghancurkan pula.

Cinta menjadi bumbu dalam kehidupan politik maupun bisnis. Cinta pun menjadi sumber intrik kehidupan. Bahkan cinta dan seksualitas dapat pula mempengaruhi kehidupan politik dan bisnis. Cinta dapat mempengaruhi pengambilan keputusan-keputusan strategis. Berhati-hati dengan cinta dan seksualitas dapat mencegah para politisi dan pelaku bisnis terlibat dalam persoalan hukum.

Alferd Adler seorang ahli psikologi telah menyebutkan bagaimana pentingnya dorongan kekuasaan. Hal ini juga berkaitan dengan sikap inferioritas dan superioritas seseorang dalam menempatkan dirinya di lingkungan sosial. Kekuasaan menjadi wahana penting untuk menunjukkan eksistensi diri. Kekuasaan akan mampu memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial seseorang. Seseorang yang dalam perjalanan hidupnya memiliki berbagai kekurangan apakah secara fisik, materi, sosial dan kemudian merasa inferior akan mengkompensasi inferioritasnya dengan cara mengejar kekuasaan dan meraih superioritas. Hal ini diperlukan untuk mencapai keseimbangan diri (homeostatis). Hidup yang seimbang membuat seorang nyaman, ketidakseimbangan akan menimbulkan ketidaknyamanan dan kekuasaan serta seksualitaslah yang mampu menyeimbangkannya.

Tekanan hidup yang luar biasa dapat menimbulkan kondisi ketidakseimbangan. Tekanan kekuasaan pun dapat menimbulkan ketidakseimbangan, dalam kondisi seperti ini bagi sebagian besar orang akan menjadikan seks sebagai media untuk mencapai keseimbangan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa banyak pemimpin, tokoh-tokoh besar dapat terjebak dalam kasus seksual (kasus perselingkuhan).

Harta-tahta-wanita memang dapat menjadi sumber kehidupan dan media untuk eksistensi diri. Namun jika tidak dikelola secara hati-hati dan tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku maka harta-tahta-wanita dapat menjadi sumber malapetaka.

Dalam kasus RANI JULIANI, ANTASARI AZHAR, NASRUDIN ZULKARNAEN dengan menghormati proses hukum yang berlaku dan berpegang pada asas praduga tidak bersalah, kita berharap kebenaran dapat ditunjukkan dan proses hukum dapat dilakukan secara objektif. Sebagai hikmahnya semua ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Tidak ada komentar: