Penulis dihubungi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) salah satu Institut Teknologi untuk menyampaikan materi pada Latihan Kepemimpinan Organisasi. Materi yang diminta untuk disampaikan oleh penulis adalah tentang "Kepemimpinan dan Kaderisasi." Sekilas penulis membaca surat permintaan tersebut dari Presiden Mahasiswa dan Menteri Pendidikan dan Kaderisasi, cukup keren. Penulis cukup kagum dengan hal tersebut, sambil tersenyum penulis membayangkan mungkin bagus juga kalau Ketua RT nanti disebut dengan Presiden RT .... he he (soalnya penulis pernah menjadi Ketua RT, jadi ingin menjadi Presiden, minimal Presiden RT).
Kembali ke topik tentang "Kepemimpinan dan Kaderisasi." Saat ini kita sedang mencari pemimpin baru, tepatnya nanti akan dilangsungkan Pemilihan Presiden baru. Kepemimpinan dan kaderisasi bagaikan suatu koin uang yang memiliki dua sisi, tidak terpisahkan. Seringkali pula kita mendengar bahwa salah satu keberhasilan seorang pemimpin adalah bagaimana ia menyiapkan kader. Bagaimana dengan proses kaderisasi di negeri ini? Tampaknya hal ini menjadi persoalan serius. Hal ini tampak dari kemungkinan mereka yang akan mencalonkan diri menjadi Calon Presiden mayoritas adalah pemain lama. Jelas ini memperlihatkan terjadinya krisis stok kepemimpinan dan juga kelemahan dalam kaderisasi.
Beruntung konstitusi kita saat ini membatasi masa jabatan Presiden (juga para Kepala daerah) sebanyak maksimal dua periode berturut-turut. Dalam konteks ini tentunya Presiden incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara konstitusi masih memiliki hak untuk mencalonkan diri kembali sebagai Presiden. Kita tentunya berharap apabila SBY terpilih kembali sebagai Presiden maka salah satu tugas pentingnya adalah melakukan kaderisasi.
Namun, tampaknya pembatasan periode kepemimpinan ini tidak berlaku dilingkungan Partai Politik. Kita menyaksikan banyak Partai Politik yang masih mengandalkan Ketuanya atau Pemimpinnya pada orang yang itu-itu juga. Ini memang haknya Partai namun inipun mengindikasikan lemahnya kaderisasi kepemimpinan di Partai Politik
Berkaitan dengan masalah kaderisasi, seorang pemimpin dalam suatu organisasi, apakah itu organisasi profesi, sosial bahkan negara mestinya memahami benar bahwa mereka memimpin tidak hanya sejumlah orang tetapi juga sejumlah calon-calon pemimpin berikutnya. Inilah yang disebut kader. Pemimpin harus memberikan kesempatan kepada para kader atau calon pemimpin untuk mengembangkan seluruh kapabilitasnya dan pada saatnya akan siap mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan.
Suatu organisasi yang baik pada hakekatnya adalah organisasi yang secara terus menerus meningkatkan kemampuannya, termasuk kemampuan orang-orang didalamnya. Organisasi seperti ini lazim disebut dengan Learning Organization. Dalam organisasi yang seperti inilah yang mampu memunculkan para calon-calon pemimpin yang handal. Mestinya suatu organisasi haruslah menjadi Learning Organization. Peran seorang pemimpin dalam Learning Organization lebih luas dan sangat berbeda dengan organisasi tradisionil yang lebih menekankan pada aspek karisma seorang pemimpin.
Dalam hal ini menarik untuk mencuplik apa yang pernah disampaikan oleh PETER SENGE, sebagai berikut :
"In a learning organization, leaders' roles differ dramatically from that of charismatic decision makers. Leaders are designers, teachers and steward .... in short, leaders in learning organization are responsible for building organization where people are continually expanding their capabilities to shape their future."
Kalau kita menganggap bahwa learning organization adalah sebuah keniscayaan, sudahkah kita melihat para pemimpin saat ini mampu berperan sebagai designer, teacher dan steward? Rasanya masih jauh panggang dari api. Hanya segelintir dari mereka yang mampu berperan seperti itu.
Untuk mengelola organisasi (termasuk negara) secara lebih baik maka peran pemimpin sangatlah vital, karena ia adalah nakhoda yang menentukan bagaimana kapal organisasi bergerak dan kearah mana tujuan hendak dicapai.
Stephen R. Covey menyebutkan 4 peran pemimpin, yaitu :
1. Pathfinding
2. Aligning
3. Empowering
4. Modeling
Ditengah sibuknya situasi perancangan koalisi saat ini dan upaya para Calon Presiden untuk menimang-nimang untuk mencari bakal Calon Wakil Presiden, peran pemimpin yang disampaikan oleh Stephen R. Covey tadi layak untuk disimak. Empat peran tersebut bukan hanya untuk menjaring siapa bakal Calon Wakil Presiden saja, tetapi terlebih-lebih haruslah menjadi acuan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk menjadi Presiden di Republik ini.
Peran Pathfinding berkaitan dengan tugas pemimpin untuk menentukan arah bergeraknya organisasi, sering juga disebut dengan tugas untuk "creating the blueprint." Aligning adalah upaya pemimpin untuk sistem kerja yang serasi dalam organisasi, Covey menyebutnya "creating a technically elegant system of work." Peran berikutnya adalah Empowering, yaitu bagaimana mengoptimal seluruh potensi SDM, Covey menyebutnya " releasing the talent, energy, and contribution of people." Peran berikutnya yang tidak kalah penting adalah Modeling, yaitu bagaimana pemimpin dapat menjadi teladan dan panutan bagi pengikutnya, Covey mengatakan "building trust with others-the heart of effective leadership."
Kita berharap siapapun yang akan menjadi pemimpin kedepan dapat menghayati apa yang disampaikan oleh Peter Senge dan dapat menjalankan 4 peran pemimpin sebagaimana yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey.
Kembali ke topik tentang "Kepemimpinan dan Kaderisasi." Saat ini kita sedang mencari pemimpin baru, tepatnya nanti akan dilangsungkan Pemilihan Presiden baru. Kepemimpinan dan kaderisasi bagaikan suatu koin uang yang memiliki dua sisi, tidak terpisahkan. Seringkali pula kita mendengar bahwa salah satu keberhasilan seorang pemimpin adalah bagaimana ia menyiapkan kader. Bagaimana dengan proses kaderisasi di negeri ini? Tampaknya hal ini menjadi persoalan serius. Hal ini tampak dari kemungkinan mereka yang akan mencalonkan diri menjadi Calon Presiden mayoritas adalah pemain lama. Jelas ini memperlihatkan terjadinya krisis stok kepemimpinan dan juga kelemahan dalam kaderisasi.
Beruntung konstitusi kita saat ini membatasi masa jabatan Presiden (juga para Kepala daerah) sebanyak maksimal dua periode berturut-turut. Dalam konteks ini tentunya Presiden incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara konstitusi masih memiliki hak untuk mencalonkan diri kembali sebagai Presiden. Kita tentunya berharap apabila SBY terpilih kembali sebagai Presiden maka salah satu tugas pentingnya adalah melakukan kaderisasi.
Namun, tampaknya pembatasan periode kepemimpinan ini tidak berlaku dilingkungan Partai Politik. Kita menyaksikan banyak Partai Politik yang masih mengandalkan Ketuanya atau Pemimpinnya pada orang yang itu-itu juga. Ini memang haknya Partai namun inipun mengindikasikan lemahnya kaderisasi kepemimpinan di Partai Politik
Berkaitan dengan masalah kaderisasi, seorang pemimpin dalam suatu organisasi, apakah itu organisasi profesi, sosial bahkan negara mestinya memahami benar bahwa mereka memimpin tidak hanya sejumlah orang tetapi juga sejumlah calon-calon pemimpin berikutnya. Inilah yang disebut kader. Pemimpin harus memberikan kesempatan kepada para kader atau calon pemimpin untuk mengembangkan seluruh kapabilitasnya dan pada saatnya akan siap mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan.
Suatu organisasi yang baik pada hakekatnya adalah organisasi yang secara terus menerus meningkatkan kemampuannya, termasuk kemampuan orang-orang didalamnya. Organisasi seperti ini lazim disebut dengan Learning Organization. Dalam organisasi yang seperti inilah yang mampu memunculkan para calon-calon pemimpin yang handal. Mestinya suatu organisasi haruslah menjadi Learning Organization. Peran seorang pemimpin dalam Learning Organization lebih luas dan sangat berbeda dengan organisasi tradisionil yang lebih menekankan pada aspek karisma seorang pemimpin.
Dalam hal ini menarik untuk mencuplik apa yang pernah disampaikan oleh PETER SENGE, sebagai berikut :
"In a learning organization, leaders' roles differ dramatically from that of charismatic decision makers. Leaders are designers, teachers and steward .... in short, leaders in learning organization are responsible for building organization where people are continually expanding their capabilities to shape their future."
Kalau kita menganggap bahwa learning organization adalah sebuah keniscayaan, sudahkah kita melihat para pemimpin saat ini mampu berperan sebagai designer, teacher dan steward? Rasanya masih jauh panggang dari api. Hanya segelintir dari mereka yang mampu berperan seperti itu.
Untuk mengelola organisasi (termasuk negara) secara lebih baik maka peran pemimpin sangatlah vital, karena ia adalah nakhoda yang menentukan bagaimana kapal organisasi bergerak dan kearah mana tujuan hendak dicapai.
Stephen R. Covey menyebutkan 4 peran pemimpin, yaitu :
1. Pathfinding
2. Aligning
3. Empowering
4. Modeling
Ditengah sibuknya situasi perancangan koalisi saat ini dan upaya para Calon Presiden untuk menimang-nimang untuk mencari bakal Calon Wakil Presiden, peran pemimpin yang disampaikan oleh Stephen R. Covey tadi layak untuk disimak. Empat peran tersebut bukan hanya untuk menjaring siapa bakal Calon Wakil Presiden saja, tetapi terlebih-lebih haruslah menjadi acuan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk menjadi Presiden di Republik ini.
Peran Pathfinding berkaitan dengan tugas pemimpin untuk menentukan arah bergeraknya organisasi, sering juga disebut dengan tugas untuk "creating the blueprint." Aligning adalah upaya pemimpin untuk sistem kerja yang serasi dalam organisasi, Covey menyebutnya "creating a technically elegant system of work." Peran berikutnya adalah Empowering, yaitu bagaimana mengoptimal seluruh potensi SDM, Covey menyebutnya " releasing the talent, energy, and contribution of people." Peran berikutnya yang tidak kalah penting adalah Modeling, yaitu bagaimana pemimpin dapat menjadi teladan dan panutan bagi pengikutnya, Covey mengatakan "building trust with others-the heart of effective leadership."
Kita berharap siapapun yang akan menjadi pemimpin kedepan dapat menghayati apa yang disampaikan oleh Peter Senge dan dapat menjalankan 4 peran pemimpin sebagaimana yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar