Selasa, 07 April 2009

PERSONALITY DISINTEGRATION


Personality Disintegration atau Disintergrasi Kepribadian merupakan salah satu kajian penting dalam psikologi dalam menganalisa problema perilaku (yang merupakan cerminan kepribadian). Dalam terminologi psikologi, disintegrasi dapat berarti hilangnya (biasanya progresif) keteraturan, ketidakpaduan dan pecahnya suatu kesatuan dalam bagian-bagian yang lebih kecil yang bergerak secara sendiri-sendiri.

Personality atau kepribadian menurut James Drever merupakan suatu istilah yang digunakan dalam banyak arti, baik secara populer maupun psikologis, meliputi suatu organisasi dinamis dan gabungan dari sifat-sifat sosial, moral, mental dan fisik dari seorang individu. Hal ini berkaitan pula dengan impuls-impuls bawaan, tingkah laku dan minat, pikiran, perasaan maupun cita-cita. Meliputi pula opini dan kepercayaan serta hal-hal yang berkaitan dengan cara membangun relasi dalam pergaulan sosial.

Disintegrasi kepribadian dapat pula berarti pecahnya kepribadian, terpisahnya berbagai unsur dalam kepribadian yang kemudian saling berjalan sendiri. Sebagian dari unsur kepribadian tersebut seperti pikiran, perasaan dan perilaku. Apabila terjadi disintegrasi kepribadian maka antara pikiran, perasaan dan perilaku menjadi tidak sinkron. Pernahkah anda menyaksikan orang yang menceritakan kesedihan dengan cara tertawa-tawa atau menceritakan kegembiraan sambil menangis tersedu-sedu? Secara psikologis ini bisa saja disebut terjadinya disintegrasi, namun hal ini bisa terjadi secara situasional atau temporer dan akan berbeda artinya apabila hal ini bersifat permanen sehingga dapat didiagnosa sebagai gangguan kepribadian. Situasional atau temporere apabila mengalami goncangan psikologis sesaat, misalnya terjadi musibah tertentu. Jika permanen telah menjadi bagian perilaku yang bersangkutan dan telah menjadi habit, hal ini merupakan gangguan kepribadian.

Bagaimana dengan sikap seseorang yang hati, pikiran, ucapan dan tindakannya tidak sejalan? Hal ini dapat pula disebut dengan disintegrasi, namun bisa disintegrasi secara moral bisa pula terjadi integrasi secara kepribadian. Salah satu pembedanya adalah jika disintegrasi kepribadian biasanya disertai waham, halusinasi dan ketidakmampuan dalam memahami realitas. Sedangkan disintegrasi moral tidak mengalami hal tersebut dan umum dilakukan karena sikap yang egosentris dan hedonis.

Bagaimana dengan politisi kita? Bisa saja sebagian dari mereka (tanpa mengurangi rasa hormat kepada politis yang memiliki dedikasi dan integritas yang baik) mengalami disintegrasi moral karena antara kata dan perbuatan mereka tidak sinkron, gampang berjanji gampang mengingkari. Namun, yang sangat mengkuatirkan apabila sebagian dari mereka ada yang mengalami disintegrasi kepribadian namun tidak terdeteksi, tentu ini akan memberikan petaka. Bagaimana orang yang mengalami disintegrasi kemudian memainkan peran sebagai anggota legislatif tentu sangat ironis.

Tidak ada komentar: