Sabtu, 04 April 2009

SEVEN SOCIAL SINS

Ingatkah anda dengan salah seorang Tokoh Besar Abad ini "Mahatma Gandhi" yang melakukan perjuangan non kekerasan dengan mengedepankan kemandirian. Gandhi adalah seorang pejuang kemanusiaan sejati, namun sayang diujung hayatnya ia ditembak oleh seorang tokoh fanatik yang tidak sependapat dengan dirinya.

Pada tahun 1925 Gandhi menyampaikan apa yang ia sebut dengan "Seven Social Sin" - Tujuh Dosa Sosial, yaitu :

1. Politik tanpa prinsip
2. Harta tanpa usaha
3. Kenikmatan tanpa hati nurani
4. Pengetahuan tanpa karakter
5. Bisnis tanpa moralitas
6. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan
7. Ibadah tanpa pengorbanan

Tulisan tersebut terpampang dimakam Mahatma Gandhi di New Delhi. Siapapun yang mengunjungi makan tersebut akan terinspirasi dengan kalimat bermagnet tersebut. Gandhi adalah sedikit tokoh yang hati, kata dan perbuatannya berjalan secara sejajar dan merupakan teladan kemanusiaan yang luar biasa.

Memperhatikan tujuh dosa sosial tersebut, tampaknya hal itu mewabah secara luas dinegeri ini. Kita bisa mengamati bagaimana orang berpolitik tanpa prinsip. Orang berpolitik tanpa dilandasi oleh nilai yang luhur, politik menjadi ajang keserakahan, politik menjadi media eksploitasi dan penindasan.

Demikian pula kita saksikan bagaimana sebagian orang memperoleh harta yang sangat luar biasa dan tampaknya tanpa melalui usaha, sekedar mengandalkan koneksi, melakukan praktek-praktek koruptif maupun dengan bertransaksi melalui dunia tipu-menipu dalam perdagangan fiktif.

Sejumlah orang meraih kenikmatan tanpa hati nurani dan bergembira atas penderitaan orang lain. Meraih keuntungan melalui musibah, apakah musibah alam atau musibah akibat perilaku manusia, bahkan menciptakan musibah bagi orang lain kemudian mengeruk keuntungan atas hal tersebut.

Pengetahuan tanpa karakter merupakan sisi lain yang menggejala ditanah gemah ripah ini. Kita sulit membedakan kecendekiaan dengan kebulusan. Pelacur-pelacur ilmu menggadaikan kemampuan pengetahuannya. Ilmu dan pengetahuan telah menjadi barang dagangan, dipatok dengan harga mencekik. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat mahal jauh dari jangkauan kaum dhuafa. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara membeli tak ubahnya bagai perniagaan, tentunya sangat jauh dari kepedulian untuk membangun karakter. Sebagian ahli dan akademisi telah bermental selebritas, mengagungkan materi dan kemasyhuran.

Lihat pula para pebisnis yang mendewakan keuntungan dengan nilai diluar batas kewajaran. Bisnis tanpa moralitas, karena materialisme menjadi asas utamanya. Kerakusan menjadi enerji utama pengelolaan usaha, ketamakan menjadi pelumas mesin bisnis.

Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan dan bukan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia lagi. Ilmu pengetahuan bahkan menjadi alat untuk mengeksploitasi manusia bahkan cenderung merendahkan derajat kemanusiaan. Ilmu pengetahuan yang pada galibnya bertujuan untuk memuliakan manusia, justru berkhianat terhadap kemanusiaan itu sendiri.

Ibadah tanpa pengorbanan terlihat secara jelas. Ibadah yang seharusnya semakin mendekatkan manusia dengan Khaliknya, semakin mendekatkan antar sesama manusia, justru berseberangan dengan hal tersebut. Ibadah menjadi ajang prestise, ajang ekslusivitas untuk membedakan aku dan dia - membedakan antara kami dan mereka. Entah kemana kata "kita" yang menjadi verba kebersamaan dalam kemanusiaan. Pengorbanan menjadi kata langka bagi kaum "relijius" karbitan.

Tujuh dosa sosial yang pernah diungkapkan Gandhi 84 tahun silam, terlihat secara terang benderang dikehidupan kita sehari-hari dewasa ini. Dosa sosial perlu dikikis secara terus menerus agar kemanusiaan kita tidak semakin tergerus. Dosa sosial harus dilawan tidak dengan sekedar pertobatan sosial, tetapi harus dengan langkah-langkah nyata untuk mengedepankan kemanusiaan, melakukan praktek-praktek pro-sosial dan membangun moralitas sebagai fondasi yang kukuh dalam membangun jiwa dan akhlak yang bermartabat.

Tidak ada komentar: