Minggu, 05 April 2009

CALEG BERPOTENSI GILA

Dalam sebuah harian nasional hari ini terdapat tulisan tentang "Caleg (Berbakat) Gila." Penulis dalam hal ini lebih senang menggunakan kata berpotensi dibandingkan dengan berbakat karena kata berpotensi lebih netral, lebih bermakna peluang, bisa muncul bisa juga tidak. Diulas dalam artikel tersebut bahwa pengorbanan yang luar biasa yang dilakukan para Caleg dalam menghadapi Pemilu, membuat Caleg memiliki harapan yang besar untuk terpilih. Jika hasilnya tidak sesuai harapan maka dapat membuat Caleg tersebut terganggu jiwanya. Bahkan disebutkan pula bahwa bagi mereka yang terpilih pun sangat mungkin terganggu jiwa karena tidak siap, kaget dan terjadi perubahan yang mendadak dalam kehidupannya sehingga secara mental mereka tidak siap.

Kondisi gangguan dapat dimulai dari stress, depresi, agresi, bahkan psikosis (gila dalam arti sesungguhnya). Mereka yang terpilih maupun tidak sangat mungkin mengalami stress dan jika tidak diimbangi oleh respon yang tepat dapat mengganggu performa relasi yang bersangkutan.

Yang tidak terplih sangat mungkin mengalami kekecewaan kemudian merasa tertekan dan akhirnya depresi. Depresi dalam kondisi ekstrim dapat mendorong perilaku bunuh diri. Menarik pula kita amati nanti paska pemilu ada berapa banyak caleg yang gagal mencoba melakukan upaya bunuh diri (walau kita tidak mengharapkan ini terjadi).

Perilaku frustrasi akibat tidak terpilih dapat mendorong terjadinya tindakan agresi baik secara verbal maupun perilaku. Secara verbal dapat muncul dengan tindakan mencaci-maki pihak-pihak lain yang dianggap sebagai sumber kegagalannya atau melakukan serangan fisik baik secara langsung atau melalui orang lain. Hal ini perlu diwaspadai mengingat akan menimbulkan permasalahan bagi lingkungan dan masyarakat.

Dalam keadaan kekecewaan dan tekanan yang sangat berat, bagi Caleg yang memiliki kepribadian rentan, kekecewaaan dan tekanan dapat menyebabkan disintegrasi kepribadian yang ujung-ujung caleg dapat menderita psikosis, yaitu gila dalam arti sesungguhnya. Dalam keadaan ini Caleg sudah tidak dapat lagi memahami realitas (gangguan "reality testing"), hidup dalam dunia yang "berbeda", pemikiran dan perasaannya terganggu, timbul halusinasi, waham, abnormal paranoid.

Jika Caleg yang tidak terpilih mengalami gangguan jiwa tentu resikonya terbatas. Lain halnya kalau mereka yang terpilih mengalami gangguan jiwa tentu akan memiliki resiko yang sangat besar, pengelolaan negara dan legislasi kedepan akan diurus oleh mereka yang terganggu jiwanya dan bisa diperkirakan bagaimana amburadulnya pengelolaan negara ini nantinya.

Tidak ada komentar: