Akhir-akhir kita menyaksikan merebaknya berbagai kasus bunuh diri, terutama dengan cara melompat dari gedung-gedung tinggi yang menewaskan mereka. Kesannya ini sebuah sensasi dan ada unsur publisitas. Dilakukan ditempat terbuka sehingga diketahui banyak orang. Namun, tetap hasil akhirnya adalah ironis, mengorbankan sesuatu yang sangat berarti yaitu kehidupan mereka sendiri. Sebagian besar dari mereka berusia muda dan masih pada usia yang cukup produktif.
Dari berbagai pemberitaan diketahui bahwa latar belakang perbuatan nekad mereka banyak terkait dengan masalah ekonomi seperti hutang-piutang, kesulitan pekerjaan, disamping masalah keluarga, kesehatan sampai dengan gangguan kejiwaan.
Kesulitan ekonomi memang sangat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Saat terjadi resesi dunia pada tahun 1930-an pun di Amerika kasus bunuh diri meningkat dengan tajam. Demikian pula pada saat krisis ekonomi tahun 1998, banyak terjadi kasus bunuh diri di Thailand, Korea dan beberapa negara lainnya. Ini membuktikan bahwa persoalan ekonomi memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi seseorang.
Bunuh diri sering dianggap secara keliru sebagai proses pembebasan diri seseorang dari kesulitan hidup. Bunuh diri dianggap sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi persoalan. Dengan bunuh diri dianggap persoalan selesai. Padahal bunuh diri akan menimbulkan dampak persoalan berikutnya terutama terhadap keluarga atau orang lain yang terkait. Belum lagi dari sisi keyakinan keagamaan bunuh diri memberikan konsekuensi negatif dikemudian hari. Meskipun diketahui pula bahwa ada kasus-kasus bunuh diri yang bermotifkan keyakinan keagamaan.
Masalah perekonomian yang kemudian mempengaruhi kejiwaan dan salah satunya adalah bunuh diri merupakan masalah kompleks yang bersifat multidimensi. Tidak hanya terkait dengan diri individu yang bersangkutan, namun terkait pula dengan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Artinya semua pihak memiliki tanggung jawab untuk mencari solusi terhadap kasus-kasus bunuh diri yang merebak saat ini.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia yang sebagian rakyatnya masih mengalami kesulitan ekonomi? Dari 220 juta rakyat Indonesia diperkirakan 66 juta mengalami gangguan kejiwaan. Sedangkan dampak dari gangguan kejiwaan dapat menimpa lebih dari setengah jumlah penduduk.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1990 yang menyebutkan bahwa dari 10 masalah kesehatan utama penyebab disabilitas, lima diantaranya berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa, yaitu depresif, alkoholisme, gangguan bipolar, schizophrenia dan obsessif kompulsif.
Sebelumnya di blog ini penulis juga pernah mengulas kasus bunuh diri, tepatnya pada tanggal 5 Maret 2009, berikut ini cuplikan tentang hal tersebut :
”Menurut The Penguin Dictionary of Psychology, yang dimaksud bunuh diri adalah :
1. A person who intentionally kills himself or herself.
2. The act of taking one's life.
Emile Durkheim seorang ahli yang pertama sekali mempelajari masalah "suicide" secara sistematis membedakan bunuh diri dalam tiga jenis tergantung pada apa yang mendorong mereka untuk melakukan "self-destruction." Ketiga jenis teresebut adalah altruistic, anomic dan egoistic. Altruistic menyangkut suatu keyakinan yang dianggap benar, membela kehormatan dir atau keluarga, merasa malu atau merasa bertanggungjawab terhadap suatu kesalahan atau kegagalan seperti kasus harakiri. Anomic terjadi pada individu yang mengalami kesepian, merasa terisolasi dan kehilangan tumpuan sosial. Egoistic berkaitan dengan kegagalan, adanya unsur kehilangan harapan, individu putus asa karena tidak mencapai apa yang diinginkannya.
Sepanjang peradaban manusia motif bunuh diri cukup bervariasi, diantaranya adalah :
1. Motif yang bersifat spritual (sering terjadi secara masal).
2. Motif ekonomi dan keuangan.
3. Motif sosial dan budaya (seperti di Jepang ada faktor budaya, namun harakiri dan kamikaze dipengaruhi juga oleh konsep spiritualitas).
4. Motif personal.
5. Motif Keluarga
6. Motif disintegrasi kepribadian.
Namun, menurut penelitian berbagai pihak, kasus bunuh diri memiliki kaitan erat dengan depresivitas, kecuali untuk kasus yang bersifat spiritual. Sebagaimana disebutkan diatas kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan merupakan sumber utama yang menjebak seseorang kedalam kondisi depresi.
Secara substantif, manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk spiritual. Esensi dasar sosialitas dan spiritualitas adalah ketergantungan dan sekaligus harapan. Krisis sosial dan spiritualitas membuat tempat bertumpu dan berharap memudar bahkan menghilang. Kondisi ini membuat manusia kehilangan pegangan dan tumpuan, pada saat menghadapi tekanan yang bertubi-tubi individu menjadi goyah dan terjebak pada kondisi depresif. Kehilangan harapan ini menjadi salah satu sumber penting yang mendorong terjadinya bunuh diri.
Spiritulitas dalam kasus ini memang berada dalam posisi paradoks, disatu sisi dapat mencegah terjadinya bunuh diri, namun disisi lain dapat pula sebagai faktor pendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri (suicide)”.
Dari berbagai pemberitaan diketahui bahwa latar belakang perbuatan nekad mereka banyak terkait dengan masalah ekonomi seperti hutang-piutang, kesulitan pekerjaan, disamping masalah keluarga, kesehatan sampai dengan gangguan kejiwaan.
Kesulitan ekonomi memang sangat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Saat terjadi resesi dunia pada tahun 1930-an pun di Amerika kasus bunuh diri meningkat dengan tajam. Demikian pula pada saat krisis ekonomi tahun 1998, banyak terjadi kasus bunuh diri di Thailand, Korea dan beberapa negara lainnya. Ini membuktikan bahwa persoalan ekonomi memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi seseorang.
Bunuh diri sering dianggap secara keliru sebagai proses pembebasan diri seseorang dari kesulitan hidup. Bunuh diri dianggap sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi persoalan. Dengan bunuh diri dianggap persoalan selesai. Padahal bunuh diri akan menimbulkan dampak persoalan berikutnya terutama terhadap keluarga atau orang lain yang terkait. Belum lagi dari sisi keyakinan keagamaan bunuh diri memberikan konsekuensi negatif dikemudian hari. Meskipun diketahui pula bahwa ada kasus-kasus bunuh diri yang bermotifkan keyakinan keagamaan.
Masalah perekonomian yang kemudian mempengaruhi kejiwaan dan salah satunya adalah bunuh diri merupakan masalah kompleks yang bersifat multidimensi. Tidak hanya terkait dengan diri individu yang bersangkutan, namun terkait pula dengan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Artinya semua pihak memiliki tanggung jawab untuk mencari solusi terhadap kasus-kasus bunuh diri yang merebak saat ini.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia yang sebagian rakyatnya masih mengalami kesulitan ekonomi? Dari 220 juta rakyat Indonesia diperkirakan 66 juta mengalami gangguan kejiwaan. Sedangkan dampak dari gangguan kejiwaan dapat menimpa lebih dari setengah jumlah penduduk.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1990 yang menyebutkan bahwa dari 10 masalah kesehatan utama penyebab disabilitas, lima diantaranya berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa, yaitu depresif, alkoholisme, gangguan bipolar, schizophrenia dan obsessif kompulsif.
Sebelumnya di blog ini penulis juga pernah mengulas kasus bunuh diri, tepatnya pada tanggal 5 Maret 2009, berikut ini cuplikan tentang hal tersebut :
”Menurut The Penguin Dictionary of Psychology, yang dimaksud bunuh diri adalah :
1. A person who intentionally kills himself or herself.
2. The act of taking one's life.
Emile Durkheim seorang ahli yang pertama sekali mempelajari masalah "suicide" secara sistematis membedakan bunuh diri dalam tiga jenis tergantung pada apa yang mendorong mereka untuk melakukan "self-destruction." Ketiga jenis teresebut adalah altruistic, anomic dan egoistic. Altruistic menyangkut suatu keyakinan yang dianggap benar, membela kehormatan dir atau keluarga, merasa malu atau merasa bertanggungjawab terhadap suatu kesalahan atau kegagalan seperti kasus harakiri. Anomic terjadi pada individu yang mengalami kesepian, merasa terisolasi dan kehilangan tumpuan sosial. Egoistic berkaitan dengan kegagalan, adanya unsur kehilangan harapan, individu putus asa karena tidak mencapai apa yang diinginkannya.
Sepanjang peradaban manusia motif bunuh diri cukup bervariasi, diantaranya adalah :
1. Motif yang bersifat spritual (sering terjadi secara masal).
2. Motif ekonomi dan keuangan.
3. Motif sosial dan budaya (seperti di Jepang ada faktor budaya, namun harakiri dan kamikaze dipengaruhi juga oleh konsep spiritualitas).
4. Motif personal.
5. Motif Keluarga
6. Motif disintegrasi kepribadian.
Namun, menurut penelitian berbagai pihak, kasus bunuh diri memiliki kaitan erat dengan depresivitas, kecuali untuk kasus yang bersifat spiritual. Sebagaimana disebutkan diatas kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan merupakan sumber utama yang menjebak seseorang kedalam kondisi depresi.
Secara substantif, manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk spiritual. Esensi dasar sosialitas dan spiritualitas adalah ketergantungan dan sekaligus harapan. Krisis sosial dan spiritualitas membuat tempat bertumpu dan berharap memudar bahkan menghilang. Kondisi ini membuat manusia kehilangan pegangan dan tumpuan, pada saat menghadapi tekanan yang bertubi-tubi individu menjadi goyah dan terjebak pada kondisi depresif. Kehilangan harapan ini menjadi salah satu sumber penting yang mendorong terjadinya bunuh diri.
Spiritulitas dalam kasus ini memang berada dalam posisi paradoks, disatu sisi dapat mencegah terjadinya bunuh diri, namun disisi lain dapat pula sebagai faktor pendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri (suicide)”.
Biasanya depresi merupakan gejala awal sebelum seseorang melakukan bunuh diri. Untuk itu perlu mengetahui ciri-ciri seseorang yang terkena depresi sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan bunuh diri.
Ciri-cirinya seseorang terkena depresi sebagai berikut :
1. Individu merasa ada persoalan berat yang tidak bisa ia selesaikan.
2. Individu terlihat murung
3. Menarik diri dari pergaulan sosial
4. Kehilangan minat
5. Merasa diri tidak berguna dan atau merasa bersalah
6. Berpikir untuk bunuh diri
Ciri 1 harus diketahui betul masalahnya dan dicarikan jalan keluar terbaik. Ciri-ciri ke-2 s/d 4 dapat diatasi melalui terapi ringan, namun ciri-ciri ke-5 dan 6 memerlukan terapi yang intensif. Saat ini banyak orang mulai dari berbagai kalangan mengalami kondisi depresi yang mempengaruhi efektivitas perilakunya. Orang-orang terdekat harus peka terhadap situasi ini dan apabila menemukan indikasi diatas selayaknya memberikan penanganan yang tepat dan jika diperlukan terapi psikologis perlu meminta bantuan seorang psikolog.
3. Menarik diri dari pergaulan sosial
4. Kehilangan minat
5. Merasa diri tidak berguna dan atau merasa bersalah
6. Berpikir untuk bunuh diri
Ciri 1 harus diketahui betul masalahnya dan dicarikan jalan keluar terbaik. Ciri-ciri ke-2 s/d 4 dapat diatasi melalui terapi ringan, namun ciri-ciri ke-5 dan 6 memerlukan terapi yang intensif. Saat ini banyak orang mulai dari berbagai kalangan mengalami kondisi depresi yang mempengaruhi efektivitas perilakunya. Orang-orang terdekat harus peka terhadap situasi ini dan apabila menemukan indikasi diatas selayaknya memberikan penanganan yang tepat dan jika diperlukan terapi psikologis perlu meminta bantuan seorang psikolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar