Sabtu, 15 Agustus 2009

PEMILU, TERORISME DAN KEMERDEKAAN

Dalam dua bulan terakhir ini kita berkutat pada tiga isu besar : Pemilu, Terorisme dan Kemerdekaan. Pemilu telah usai dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengesahkan Pemilu namun dengan catatan diantaranya adalah tentang KPU yang tidak profesional. Presiden dan Wakil Presiden terpilih rencananya akan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2009. Dengan ini, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2009-2014 telah jelas. Kita pun merasa lega dengan sikap yang ditunjukkan para pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang tidak terpilih yang menyatakan menerima keputusan Mahkamah Konstitusi. Bangsa kita semakin dewasa dan kita optimis demokrasi akan semakin tumbuh dan berdiri kokoh di republik kepulauan yang multi etnis ini.

Ditengah kelegaan kita dalam perjalanan proses demokrasi yang terus berlangsung, terorisme mulai menyalak lagi. Sejauh ini, kita menghargai kerja keras Polri dan aparat keamanan yang telah berhasil melumpuhkan sebagian teroris tersebut. Namun, kita pun masih sangat prihatin karena gembong utamanya Noordin M. Top masih belum tertangkap. Dimana gerangan orang ini? Seorang warga negara dari negeri jiran tetapi mampu membangun jaringan dinegeri ini yang mengusik keamanan dalam negeri kita.

Lazim didengar bahwa terorisme muncul dari lingkungan yang miskin, ortodoks dan keputusasaan. Tetapi apakah Noordin seorang yang miskin? Ia bisa melanglang-buana kemana-mana, membangun jaringan dan membuat bom tentunya memiliki dukungan dana yang kuat. Apakah ia seorang ortodoks? Sangat tergantung pengertian ortodoks itu sendiri, kalau itu diartikan sebagai sikap tidak bisa menerima pembaharuan dan perbedaan sangat mungkin ia demikian. Apakah ia seorang putus-asa sehingga memilih jalan kekerasan untuk mewujudkan keinginannya? Ini memerlukan jawaban lebih lanjut dan analisa yang mendalam. Namun, yang jelas ia dan jaringannya telah mencabik-cabik rasa kemanusiaan kita. Tentunya kita sangat berharap aparat kemananan segera dapat mengatasi hal ini dan menemukan otak dibalik aksi-aksi terorisme dinegeri ini.

Kita pun sangat berharap bahwa aksi-aksi terorisme ini jangan sampai menimbulkan stigmanisasi pada kelompok agama tertentu. Karena tidak ada satu pun agama yang membenarkan aksi kekerasan apalagi yang sampai menimbulkan korban jiwa. Termasuk jangan terjebak untuk memojokkan lembaga pendidikan tertentu seperti pasantren, karena sesunguhnya pendidikan di pasantren itu mengajarkan kemuliaan bukan kekerasan dan kebencian. Kita dapat mengatakan bahwa itu adalah ulah oknum tertentu yang mungkin telah dicuci otaknya dan dicabut nurani kemanusiaan dari dalam hatinya.

Dalam situasi seperti inilah kita perlu merapatkan barisan sesama anak bangsa. Memadukan semua potensi untuk melindungi keamanan negeri ini. Proses demokrasi, penegakkan hukum dan peningkatan kesejahteraan diyakini mampu mencegah aksi-aksi terorisme lebih lanjut. Disamping itu kita pun meyakini peran para tokoh agama untuk menyampaikan pesan-pesan yang menyejukkan dan mempromosikan kedamaian serta jalan kemanusiaan untuk menghargai keperbedaan yang ada. Sikap ini dapat membantu menciptakan suasana yang lebih baik sekaligus sebagai counter-attack terhadap aksi-aksi kekerasan.

Saat ini kita sedang menyongsong Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-64. Presiden SBY telah menyampaikan Pidatonya dihadapan DPR. Satu hal yang menarik dari pidato tersebut adalah sikap optimisme terutama dengan menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2025. Untuk itu menurut Presiden perlu dilakukan Reformasi Kedua. Reformasi gelombang kedua hakikatnya adalah untuk membebaskan Indonesia dari dampak dan ekor krisis yang terjadi 10 tahun yang lalu. Kemudian pada tahun 2025 negara kita berada dalam fase untuk benar-benar bergerak menuju negara maju, ujar Presiden.

Untuk mencapai kemajuan pada tahun 2025 tersebut menurut Presiden ada 10 sasaran utama yang ingin dituju, yaitu :

1. Persatuan dan harmoni sosial yang kokoh.
2. Stabilitas nasional yang semakin mantap.
3. Penguatan demokrasi dan keterbukaan dalam penyelenggaraan negara.
4. Penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkeadilan.
5. Pertumbuhan ekonomi yang terus dijaga dan ditingkatkan.
6. Peningkatan kesejahteraan rakyat.
7. Tata kelola pemerintahan yang baik dan pemberantasan korupsi yang efektif.
8. Perlindungan lingkungan hidup.
9. Pembangunan daerah diseluruh tanah air yang berjalan intensif.
10. Pengembangan kemitraan dan kerjasama global.

Kesepuluh hal tersebut diatas tampak baik. Namun, menurut penulis ada tiga hal yang perlu diprioritaskan pula apabila kita ingin menjadi negara maju pada tahun 2025, yaitu Pendidikan, Kebudayaan dan Teknologi. Penulis tidak ingin berpretensi bahwa ketiga hal tersebut luput dari perhatian Presiden, mudah-mudahan sudah terangkum pada 10 aspek yang ada tersebut atau bagian pidato yang lainnya. Namun, ketiga hal tersebut sangat penting untuk dibahas secara khusus mengingat begitu besar dampaknya terhadap kejayaan suatu bangsa.

Kunci kemajuan suatu bangsa adalah pada SDM-nya, kunci pembangunan SDM adalah pada pendidikan. Kemudian budaya mencerminkan jati diri bangsa. SDM yang cerdas karena pendidikan perlu dimantapkan budayanya agar dapat memberikan roh bagi spirit membangun bangsa sesuai dengan jati diri budaya bangsa. Teknologi jelas sangat penting untuk mendukung daya saing suatu bangsa. Negara-negara maju sesungguhnya adalah negara yang memiliki dan menerapkan teknologi yang handal.

Mudah-mudahan ketiga hal tersebut diatas : Pendidikan - Kebudayaan - Teknologi , mendapat tempat yang khusus pula dalam prioritas kerja kabinet mendatang, sehingga cita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 akan tercapai. Semoga.

Tidak ada komentar: