Selasa, 11 Agustus 2009

BISAKAH KITA BERPIKIR?

Tulisan ini diilhami oleh oleh sebuah buku yang ditulis Kishore Mahbubani yang berjudul "Bisakah Orang Asia Berpikir?" Memang judul buku ini terkesan satire, tetapi ini justru dapat memprovokasi sikap mental bangsa-bangsa di Asia untuk merenungi makna yang terkandung didalam judul tersebut. Termasuk tentunya bangsa Indonesia hendaknya mengajukan pertanyaan serupa "Bisakah Orang Indonesia Berpikir?"

Seorang Profesor dari Universitas Waseda Jepang - Profesor Toshiko Kinoshita - mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak pernah berpikir panjang. Menurutnya masyarakat Indonesia hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berpikir panjang (terutama untuk negara).

Kedua pendapat diatas menunjukkan pandangan tentang perilaku masyarakat bangsa kita. Ini merupakan gejalan hedonis untuk mencari kesenangan semata-mata yang hanya bersifat jangka pendek dan egocentris, hanya menguntungkan diri sendiri.

Apakah perilaku koruptif yang sudah sedemikian mewabah dinegeri ini merupakan refleksi dari pemikiran diatas? Kemudian kasus teror bom mengindikasikan ketidakmampuan berpikir jangka panjang? Selanjutnya konflik-konflik yang terjadi selama ini apakah bersifat sosial, politis maupun ekonomi adalah gambaran dari perilaku tersebut?

Jika ditinjau dari segi sosi-kultur, jelas umumnya masyarakat kita bersifat paternalistik. Artinya, unsur keteladan disini sangat penting. Jadi permasalahan bangsa yang muncul merupakan refleksi dari perilaku pemimpin yang tidak tepat. Seorang pemimpin yang mestinya mampu berperan sebagai role-model tampak mengalami erosi keteladanan, tidak mampu digugu dan ditiru.

Jadi judul tulisan ini "Bisakah Kita Berpikir" jika dikristalisasi menjadi "Bisakah Pemimpin Kita Berpikir?" Lihatlah kasus Pemilu yang baru berlangsung. Saat pelaksanaan Pemilu berjalan tertin. Rakyat berbondong-bondong menuju TPS dengan wajah ceria, Kemudian melakukan pemilihan dengan mencontreng sesuai dengan tuntunan hati dan pikirannya masing-masing. Namun, setelah Pemilu usai kita saksikan bersama sekarang apa yang terjadi? Jadi sesungguhnya rakyat kita sudah arif bijaksana dan mendambakan suasana damai. Tentunya seluruh rakyat sangat berharap agar semua pemimpin juga dapat bersikap arif dan bijaksana.

Masalah berpikir tidak hanya menyangkut persoalan rasio semata, tidak sekedar masalah logika dan dialektika atau tidak sekedar tesa-sintesa-antitesa. Berpikir menunjukkan keluhuran budi manusia yang membuatnya berbeda dengan makhluk lainnya. Berpikir menunjukkan perenungan yang mendalam, proses kontemplasi yang masif dan menyatukan seluruh potensi manusia yang dimiliki.

Berpikir menandakan manusia sebagai makhluk beradab sebagai penompang penting untuk menjalankan tugas kekhalifahannya dimuka bumi. Jadi berpikir adalah bagian yang bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Berpikir laksana pelita yang menuntun kita berjalan dalam kegelapan.

Tapi apakah kita bisa berpikir? Terlebih-lebih apakah para pemimpin kita bisa berpikir, jawabannya bukan pada kata-kata, juga bukan pada janji-janji, tetapi tindakan nyatalah yang menjadi ukurannya. Berpikir tentunya untuk bangsa dan terlihat pada tindakan yang mengutamakan kepentingan bangsa.

Kita tentu akan menyanggah sekeras-kerasnya pandangan dari Kishore Mahbubani dan Profesor Toshiko Kinoshita. Atau mungkin mereka yang benar?

Tidak ada komentar: