Rabu, 22 Juli 2009

HANTU KOMUNIS DAN HANTU TERORIS

Pada hari Jumat 17 Juli 2009 disekitar pukul 07.47 terjadi ledakan dahsyat di Hotel JW Marriott dan Rizt Carlton. Ledakan bom tersebut terjadi setelah 4 tahun Indonesia relatif aman dari serangan bom. Ini sangat mengejutkan ditengah pesta demokrasi yang berlangsung dinegeri ini. Perbuatan biadab ini telah menimbulkan korban bagi orang-orang yang tidak berdosa dan menimbulkan luka dalam bagi keluarga dan masyarakat secara umum. Kita menyampaikan rasa duka yang mendalam terhadap korban dan keluarganya, semoga aparat keamanan segera menemukan pelaku yang sesungguhnya agar mereka dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kejadian ini sekaligus memupus harapan para pencinta bola negeri ini untuk menyaksikan kesebelasan Manchester United tampil di senayan. Muncul berbagai spekulasi mengenai peristiwa ini. Ada yang mengkaitkan dengan situasi perpolitikan dalam negeri, dikaitkan dengan jaringan teroris internasional, bahkan sampai dengan kemungkinan adanya motif bisnis. Semua ini tentu memerlukan pembuktian lebih lanjut dari pihak yang berwajib.

Siapakah pelakunya? Yang paling gampang menyebutnya mereka adalah teroris. Namun, siapakah teroris tersebut dan apa motifnya? Ini menjadi pertanyaan yang tidak mudah untuk menjawabnya. Teoris saat ini telah menjadi hantu, bagaikan komunis yang dulu pun pernah menjadi hantu dinegeri ini.

Hantu adalah obyek abstrak yang tidak jelas wujudnya namun dipakai untuk menakut-nakuti untuk kepentingan tertentu dan dilakukan oleh pihak tertentu. Pada jaman Orde Baru kata komunis sangat menakutkan kita, siapapun yang mendapat label ini sudah dipastikan hidupnya akan menderita, akan ditolak eksistensinya dan kehilangan berbagai hak yang seharus dimiliki oleh seorang warga negara. Nah, teroris tampaknya telah menjadi hantu pula. Bedanya, hantu komunis pada era Orde Baru lebih berdimensi domestik, maka hantu teroris berdimensi global, menjadi hantu dunia internasional. Siapapun yang telah dicap teroris, walaupun belum tentu ia melakukan pemboman, maka sudah dipastikan akan mengalami nasib yang sangat buruk.

Tentu kita sepakat untuk pelaku bom yang sesungguhnya harus dihukum seberat-beratnya. Namun, bagi mereka yang tidak melakukan pemboman, bahkan terkait pun tidak, namun dicurigai sebagai “teroris” karena ciri-ciri tertentu atau karena keyakinan tertentu atau karena aktivitas tertentu, maka penisbahan citra teroris tersebut sungguh sangat memprihatinkan.

Jika anda pernah pergi ke beberapa negara tertentu, maka anda dapat menyaksikan orang-orang dengan nama tertentu, berpenampilan tertentu dan dari negara tertentu akan mengalami proses imigrasi yang lebih lama dan lebih sulit karena mereka dicurigai punya hubungan dengan “teroris.” Menyakitkan, tetapi itulah yang terjadi, isu teroris menjadi jualan yang menarik sekaligus sebagai legitimasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang brutal sebagaimana yang teoris lakukan. Mereka ingin memberantas teroris dengan melakukan kegiatan seperti teroris dan menghabiskan nyawa sebagian besar orang yang tidak berdosa pula.

Kembali ke siapa yang teroris dan apa motifnya? Untuk ini sebaiknya kita serahkan sepenuhnya kepada yang berwajib untuk membekuk para pelaku pemboman tersebut. Kita berharap aparat keamanan bisa melakukan kegiatan yang terukur dan proporsional. Selama ini aparat kita telah terbukti mampu mengungkapkan dan menangkap para pelaku teror, kita pun berharap saat ini aparat kita mampu untuk mengungkapkannya.

Tidak ada komentar: