Selasa, 13 Juli 2010

REFORMASI BIROKRASI

Pada tanggal 30 Juni 2010 penulis mendapat undangan untuk hadir dalam acara diskusi Reformasi Birokrasi yang diselenggarakan oleh Daya DimenSI Indonesia (DDI) di Jakarta. Sebagai pembicara utama dalam diskusi tersebut adalah Prof. Dr. Eko Prasojo Guru Besar Ilmu Administrasi Fisip UI dan Martiono Hadianto yang sebelumnya dikenal sebagai Chief Director Pertamina dan saat ini menjabat President Director of PT Newmont Pacific Nusantara. Hadir dalam diskusi tersebut para akademisi dan praktisi serta sejumlah profesional dari berbagai perusahaan yang berjumlah 50 orang.

Reformasi birokrasi merupakan isu besar di negeri ini, sesuatu yang menjadi tantangan sekaligus juga problema. Birokrasi yang mestinya menjadi oli pelancar pembangunan justru saat ini menjadi momok kontra produktif bagi pembangunan negeri. Berbicara reformasi menurut Prof. Eko Prasojo memang tidak pernah ada kata akhir. Selalu ada kebutuhan untuk memperbaharuinya sesuai dengan perkembangan jaman, ia menyebut “reform is never ending process.”

Reformasi birokrasi sesungguhnya adalah reformasi administrasi pengelola negara. Namun, dalam tataran ini administration reform juga sekaligus merupakan suatu proses politik, “administration reform is a political process.” Artinya, kemauan politik menjadi motivasi penting untuk melakukan pembenahan administrasi penyelenggaraan pemerintahan. Berbicara politik tentunya kepentingan kekuasaan sangat berperan. Pada saat kita berbicara kepentingan kekuasaan sering sekali hal ini tidak sejalan dengan niat luhur administration reform dan tentunya akan berseberangan pula dengan kepentingan reformasi birokrasi.

Pada saat mencoba memahami makna reformasi birokrasi, Martiono menyebutkan ada pemahaman yang keliru terhadap pengertian government sendiri. Kita sering mengartikan government sebagai pemerintahan. Pengertian government versus pemerintah dianalogikan dengan pemahaman pangreh praja versus pamong praja. Jika pengertian pemerintah yang digunakan maka watak kekuasaan akan lebih mendominasi dibandingkan dengan watak pelayanan. Reformasi birokrasi sendiri sesungguhnya kental akan kebutuhan aparat negara untuk melayani. Fungsi lembaga Negara mestinya untuk melayani bukan untuk memerintah. Problem terminologi ini penting karena akan mempengaruhi value dan belief kita terhadap fungsi dan peran suatu lembaga.

Membicarakan reformasi birokrasi tidak terlepas dari unsur people disamping berbicara system, procedure maupun structure. Unsur people atau orang adalah vital untuk mengubah budaya birokrasi. Proses awal untuk memilih orang-orang terbaik adalah saat rekrutmen para tenaga penggerak organisasi tersebut. Kekeliruan dan ketidakbenaran dalam proses rekrutmen memberikan sumbangan yang paling besar terhadap ketidakberesan birokrasi. Rekrutmen ini meliputi seluruh lini pengelola organisasi. Namun, kemauan yang kuat untuk membenahinya harus dimulai pada rekrutmen untuk level strategis karena pada level inilah yang menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi.
Jadi jika ingin membenahi birokrasi dan melakukan reformasi birokrasi hal terpenting yang harus dilakukan adalah melakukan rekrutmen SDM yang tepat terhadap orang-orang yang akan mengelola birokrasi, terutama melakukan pemilihan yang tepat terhadap orang-orang yang akan ditempatkan pada level strategis di suatu lembaga penyelenggara negara.

Tidak ada komentar: