Korporasi yang ingin tetap bertahan eksistensinya senantiasa harus menyesuaikan diri. Penyesuaian diri ini dilakukan melalui suatu perubahan yang sistematis dan melakukan pembaharuan terhadap seluruh aspek kehidupan korporasi tersebut. Namun, kegagalan untuk berubah dan memperbaharui diri dapat terjadi karena kegagalan mengelola organisasi. Kegagalan mengelola organisasi ini dapat terjadi karena terciptanya suatu kondisi yang disebut dengan ”organizational blocking.” Organizational blocking secara ringkas dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat organisasi untuk mencapai tujuannya.
Suatu organisasi dibentuk dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut bisa dalam bentuk Visi, Misi atau Objective. Namun, seiring dengan perkembangannya organisasi terkadang menghadapi hambatan untuk mencapai tujuannya. Hal ini lazim disebut dengan Organizational Blocking. Menurut Mike Woodcock & Dave Francis setidaknya ada dua pertanyaan penting terkait dengan Organizational Blocking, yaitu : “What our purposes” dan “How can we organize work most effectively.”
What our purposes, sangat terkait dengan bagaimana organisasi dikelola. Kejelasan misi disini sangat penting sebagai sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sebuah organisasi meskinya memiliki falsafah dan nilai yang menjadi anutan. Bagaimana nilai-nilai ini dapat dikejewantahkan merupakan bagian penting dari “purposes.” Ini berarti sebuah organisasi hidup dengan falsafahnya namun harus senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan.
Mengorganisasikan kerja secara efektif merupakan refleksi dari “purposes” dimaksud. Perkataan efektif sering sekali ditujukan pada kesanggupan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Seberapa efektif berarti seberapa tepat kita mencapai tujuan. Mengorganisasikan secara efektif berarti mengelola seluruh elemen organisasi sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan secara tepat mengarah pada pencapaian tujuan organisasi.
Kunci terpenting terletak pada manajemen. Manajemen perlu memahami bagaimana organisasi dibentuk, tumbuh dan berkembang, mencapai kematangan dan mungkin kemudian dapat berangsur surut. Pemahaman ini penting diketahui oleh manajemen agar mampu secara tepat mempertahankan posisi organisasi supaya tidak runtuh.
Salah satu tesis yang sering dikemukan berkaitan dengan surutnya organisasi dan kemudian mengalami kebangkrutan adalah sikap resistensi terhadap perubahan. Perubahan adalah bagian terpenting dari kehidupan yang membuat kita tetap tumbuh dan berkembang. Namun, perubahan juga dapat menyakitkan karena akan memodifikasi bahkan mendekonstruksi seluruh bangunan organisasi. Pada seorang anak yang akan tumbuh dan berkembang terkadang mengalami demam, organisasi pun demikian dapat mengalami demam saat harus tumbuh dan berkembang. Sikap ketakutan untuk menghadapi rasa sakit atau takut menghadapi masalah sering menumpulkan kesediaan untuk berubah.
Sisi lain dari perubahan adalah pembaharuan. Berubah berarti memperbaharui diri. Berubah bukan menghancurkan, tetapi tetap mengambil hal lama yang dianggap bermanfaat dan masih sesuai dengan perkembangan jaman kemudian memperbaharui hal-hal yang dianggap sudah tidak layak lagi. Berkaitan dengan ini kita dapat mengutip perkataan dari Robert W. Galvin mantan CEO Motorola, sebagai berikut :
”Pembaharuan merupakan perubahan. Pembaharuan menuntut penggantian dan pembentukan kembali. Tetapi pembaharuan juga berarti menghargai hal mendasar yang telah terbukti benar.”
Robert W. Galvin benar bahwa perubahan bermakna pembaharuan. Dengan berubah ada yang diganti bahkan jikalau perlu dibentuk kembali, namun disamping itu perubahan dan pembaharuan juga menghargai segala sesuatu yang sudah baik dan dapat diteruskan untuk menopang ketangguhan organisasi.
Salah satu hal yang membuat orang atau organisasi resisten terhadap perubahan dan menolak pembaharuan adalah sikap puas diri berlebihan. Merasa apa yang sudah ada baik dan malas untuk melakukan hal yang berbeda. Merasa diri sudah bagus adalah musuh terbesar perubahan. Orang-orang dan organisasi seperti ini tidak akan pernah menjadi hebat. Bahkan karena sikap ini sesuatu yang awalnya bagus dapat kemudian berkembang menjadi buruk. Jim Collins dalam bukunya ”Good to Great” menyebutkan bahwa Bagus adalah Musuhnya Hebat. Jelas orang dan organisasi yang merasa dirinya telah bagus memiliki keengganan untuk mengubah dirinya bahkan bisa jadi menolak pembaharuan. Pada suatu saat organisasi seperti ini akan menuju kubang kehancurannya.
Dalam konteks organisasi, kemauan untuk berubah seringsekali tidak diikuti oleh kapasitas yang cukup dalam menata organisasi. Salah satu kesalahan terpenting yang sering dilakukan dalam perubahan organisasi adalah saat melakukan restrukturisasi. Michael Hammer dan James Champy dalam buku ”Reengineering the Corporation” menyebutkan kesalahan umum dalam proses restrukturisasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Mencoba memperbaiki sebuah proses alih-alih mengubahnya.
2. Melakukan restrukturisasi diseluruh bagian.
3. Terlalu menghemat sumber daya.
4. Melakukan restrukturisasi tanpa membuat semua orang tidak gembira.
5. Mengabaikan nilai dan keyakinan orang.
6. Bersedia menerima hasil yang kecil.
Kondisi-kondisi tersebut diatas menggambarkan bagaimana organisasi gagal berubah dan tidak mampu memperbaharui dirinya. Kemampuan berubah memang penting namun jika tidak diikuti oleh kapasitas dan kapabilitas yang cukup maka akan menyebabkan kegagalan.
Terkait dengan kapasitas dan kapabilitas untuk berubah dapat dilihat dari kemampuan organisasi untuk mengatasi rintangannya, mengubah ”blocking” menjadi ”unblocking.” Menurut Mike Woodcock dan Dave Francis setidaknya ada 12 ”common blockages” dalam organisasi, yaitu :
1. Inadequate recruitment and selection.
2. Confused organization structure.
3. Inadequate control.
4. Poor training and development.
5. Low motivation.
6. Low creativity.
7. Poor teamwork.
8. Inappropriate management philosophy.
9. Lack of succession planning and management development.
10.Unclear aims.
11.Unfair rewards.
12.Personal stagnation.
Keduabelas blockages tersebut merupakan kondisi awal yang harus dibenahi atau minimal paralel pembenahannya saat melakukan perubahan organisasi. Organizational blocking yang tidak dibenahi secara seksama akan dapat menganggu perubahan organisasi. Perubahan organisasi sendiri merupakan salah satu bagian dari perubahan sebuah korporasi. Artinya, kegagalan sebuah korporasi dapat disebabkan oleh ketidakmampuan organisasi maupun manajemen untuk membenahi ”organizational blocking.”
Bagaimana mengatasi blocking tersebut? Mike Woodcock dan Dave Francis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan pemilihan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dan yang terpenting memiliki nilai yang sesuai dengan organisasi serta bersedia tumbuh bersama organisasi.
2. Struktur organisasi harus mampu mendukung terlaksananya seluruh proses bisnis yang ada, mendorong organisasi dapat bekerja secara efektif dan mampu menjembatani antara gagasan dengan implementasi.
3. Pengendalian harus jelas dan berada pada orang yang memiliki otoritas yang cukup dan memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuai jalur hirarki yang ada.
4. Organisasi harus memiliki sistem, struktur, prosedur dan infrastruktur yang memadai untuk pengembagan SDM.
5. Bangkitkan harapan karyawan untuk maju, beri kesempatan dan hargai sepadan dengan kinerja yang ditunjukkan.
6. Beri kesempatan setiap orang untuk mengeluarkan gagasan dan organisasi mendukung implementasi gagasan yang sesuai dengan nilai-nilai bisnis korporasi.
7. Kerjasama terbentuk apabila setiap orang merasa membutuhkan yang lainnya. Ciptakan situasi yang konstruktif, nyaman dan terbuka untuk mendorong orang saling berinteraksi.
8. Para manager harus memahami nilai dasar organisasi kemudian meralisasikannya dalam praktik kerja sehari-hari.
9. Membangun sistem kaderisasi yang berkesinambungan dan membuat sistem talent pool secara berlapis.
10. Tujuan harus dijabarkan secara rinci dan melihat kaitannya dengan seluruh fungsi maupun peran yang ada.
11. Pemberian penghargaan harus sepadan dengan kontribusi. Sistem penggajian harus dirasakan secara adil oleh karyawan.
12. Organisasi harus memberikan kesempatan untuk pengembangan personal, menghargai karyawan yang berkembang secara baik.
Untuk bisa mendukung keduabelas langkah mengatasi blocking tersebut maka diperlukan komitmen yang sungguh-sungguh dari pimpinan tingkat puncak dan diikuti oleh pemimpin tingkat menengah. Selain komitmen maka seluruh upaya tersebut harus memperoleh dukungan pula dari kebijakan dan strategi organisasi disertai dengan kelengkapan sistem, struktur, prosedur dan infrastruktur.
Suatu organisasi dibentuk dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut bisa dalam bentuk Visi, Misi atau Objective. Namun, seiring dengan perkembangannya organisasi terkadang menghadapi hambatan untuk mencapai tujuannya. Hal ini lazim disebut dengan Organizational Blocking. Menurut Mike Woodcock & Dave Francis setidaknya ada dua pertanyaan penting terkait dengan Organizational Blocking, yaitu : “What our purposes” dan “How can we organize work most effectively.”
What our purposes, sangat terkait dengan bagaimana organisasi dikelola. Kejelasan misi disini sangat penting sebagai sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sebuah organisasi meskinya memiliki falsafah dan nilai yang menjadi anutan. Bagaimana nilai-nilai ini dapat dikejewantahkan merupakan bagian penting dari “purposes.” Ini berarti sebuah organisasi hidup dengan falsafahnya namun harus senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan.
Mengorganisasikan kerja secara efektif merupakan refleksi dari “purposes” dimaksud. Perkataan efektif sering sekali ditujukan pada kesanggupan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Seberapa efektif berarti seberapa tepat kita mencapai tujuan. Mengorganisasikan secara efektif berarti mengelola seluruh elemen organisasi sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan secara tepat mengarah pada pencapaian tujuan organisasi.
Kunci terpenting terletak pada manajemen. Manajemen perlu memahami bagaimana organisasi dibentuk, tumbuh dan berkembang, mencapai kematangan dan mungkin kemudian dapat berangsur surut. Pemahaman ini penting diketahui oleh manajemen agar mampu secara tepat mempertahankan posisi organisasi supaya tidak runtuh.
Salah satu tesis yang sering dikemukan berkaitan dengan surutnya organisasi dan kemudian mengalami kebangkrutan adalah sikap resistensi terhadap perubahan. Perubahan adalah bagian terpenting dari kehidupan yang membuat kita tetap tumbuh dan berkembang. Namun, perubahan juga dapat menyakitkan karena akan memodifikasi bahkan mendekonstruksi seluruh bangunan organisasi. Pada seorang anak yang akan tumbuh dan berkembang terkadang mengalami demam, organisasi pun demikian dapat mengalami demam saat harus tumbuh dan berkembang. Sikap ketakutan untuk menghadapi rasa sakit atau takut menghadapi masalah sering menumpulkan kesediaan untuk berubah.
Sisi lain dari perubahan adalah pembaharuan. Berubah berarti memperbaharui diri. Berubah bukan menghancurkan, tetapi tetap mengambil hal lama yang dianggap bermanfaat dan masih sesuai dengan perkembangan jaman kemudian memperbaharui hal-hal yang dianggap sudah tidak layak lagi. Berkaitan dengan ini kita dapat mengutip perkataan dari Robert W. Galvin mantan CEO Motorola, sebagai berikut :
”Pembaharuan merupakan perubahan. Pembaharuan menuntut penggantian dan pembentukan kembali. Tetapi pembaharuan juga berarti menghargai hal mendasar yang telah terbukti benar.”
Robert W. Galvin benar bahwa perubahan bermakna pembaharuan. Dengan berubah ada yang diganti bahkan jikalau perlu dibentuk kembali, namun disamping itu perubahan dan pembaharuan juga menghargai segala sesuatu yang sudah baik dan dapat diteruskan untuk menopang ketangguhan organisasi.
Salah satu hal yang membuat orang atau organisasi resisten terhadap perubahan dan menolak pembaharuan adalah sikap puas diri berlebihan. Merasa apa yang sudah ada baik dan malas untuk melakukan hal yang berbeda. Merasa diri sudah bagus adalah musuh terbesar perubahan. Orang-orang dan organisasi seperti ini tidak akan pernah menjadi hebat. Bahkan karena sikap ini sesuatu yang awalnya bagus dapat kemudian berkembang menjadi buruk. Jim Collins dalam bukunya ”Good to Great” menyebutkan bahwa Bagus adalah Musuhnya Hebat. Jelas orang dan organisasi yang merasa dirinya telah bagus memiliki keengganan untuk mengubah dirinya bahkan bisa jadi menolak pembaharuan. Pada suatu saat organisasi seperti ini akan menuju kubang kehancurannya.
Dalam konteks organisasi, kemauan untuk berubah seringsekali tidak diikuti oleh kapasitas yang cukup dalam menata organisasi. Salah satu kesalahan terpenting yang sering dilakukan dalam perubahan organisasi adalah saat melakukan restrukturisasi. Michael Hammer dan James Champy dalam buku ”Reengineering the Corporation” menyebutkan kesalahan umum dalam proses restrukturisasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Mencoba memperbaiki sebuah proses alih-alih mengubahnya.
2. Melakukan restrukturisasi diseluruh bagian.
3. Terlalu menghemat sumber daya.
4. Melakukan restrukturisasi tanpa membuat semua orang tidak gembira.
5. Mengabaikan nilai dan keyakinan orang.
6. Bersedia menerima hasil yang kecil.
Kondisi-kondisi tersebut diatas menggambarkan bagaimana organisasi gagal berubah dan tidak mampu memperbaharui dirinya. Kemampuan berubah memang penting namun jika tidak diikuti oleh kapasitas dan kapabilitas yang cukup maka akan menyebabkan kegagalan.
Terkait dengan kapasitas dan kapabilitas untuk berubah dapat dilihat dari kemampuan organisasi untuk mengatasi rintangannya, mengubah ”blocking” menjadi ”unblocking.” Menurut Mike Woodcock dan Dave Francis setidaknya ada 12 ”common blockages” dalam organisasi, yaitu :
1. Inadequate recruitment and selection.
2. Confused organization structure.
3. Inadequate control.
4. Poor training and development.
5. Low motivation.
6. Low creativity.
7. Poor teamwork.
8. Inappropriate management philosophy.
9. Lack of succession planning and management development.
10.Unclear aims.
11.Unfair rewards.
12.Personal stagnation.
Keduabelas blockages tersebut merupakan kondisi awal yang harus dibenahi atau minimal paralel pembenahannya saat melakukan perubahan organisasi. Organizational blocking yang tidak dibenahi secara seksama akan dapat menganggu perubahan organisasi. Perubahan organisasi sendiri merupakan salah satu bagian dari perubahan sebuah korporasi. Artinya, kegagalan sebuah korporasi dapat disebabkan oleh ketidakmampuan organisasi maupun manajemen untuk membenahi ”organizational blocking.”
Bagaimana mengatasi blocking tersebut? Mike Woodcock dan Dave Francis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan pemilihan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dan yang terpenting memiliki nilai yang sesuai dengan organisasi serta bersedia tumbuh bersama organisasi.
2. Struktur organisasi harus mampu mendukung terlaksananya seluruh proses bisnis yang ada, mendorong organisasi dapat bekerja secara efektif dan mampu menjembatani antara gagasan dengan implementasi.
3. Pengendalian harus jelas dan berada pada orang yang memiliki otoritas yang cukup dan memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuai jalur hirarki yang ada.
4. Organisasi harus memiliki sistem, struktur, prosedur dan infrastruktur yang memadai untuk pengembagan SDM.
5. Bangkitkan harapan karyawan untuk maju, beri kesempatan dan hargai sepadan dengan kinerja yang ditunjukkan.
6. Beri kesempatan setiap orang untuk mengeluarkan gagasan dan organisasi mendukung implementasi gagasan yang sesuai dengan nilai-nilai bisnis korporasi.
7. Kerjasama terbentuk apabila setiap orang merasa membutuhkan yang lainnya. Ciptakan situasi yang konstruktif, nyaman dan terbuka untuk mendorong orang saling berinteraksi.
8. Para manager harus memahami nilai dasar organisasi kemudian meralisasikannya dalam praktik kerja sehari-hari.
9. Membangun sistem kaderisasi yang berkesinambungan dan membuat sistem talent pool secara berlapis.
10. Tujuan harus dijabarkan secara rinci dan melihat kaitannya dengan seluruh fungsi maupun peran yang ada.
11. Pemberian penghargaan harus sepadan dengan kontribusi. Sistem penggajian harus dirasakan secara adil oleh karyawan.
12. Organisasi harus memberikan kesempatan untuk pengembangan personal, menghargai karyawan yang berkembang secara baik.
Untuk bisa mendukung keduabelas langkah mengatasi blocking tersebut maka diperlukan komitmen yang sungguh-sungguh dari pimpinan tingkat puncak dan diikuti oleh pemimpin tingkat menengah. Selain komitmen maka seluruh upaya tersebut harus memperoleh dukungan pula dari kebijakan dan strategi organisasi disertai dengan kelengkapan sistem, struktur, prosedur dan infrastruktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar