Sabtu, 05 September 2009

STRATEGI TEUKU RAJA ANGKASAH DALAM PERANG ACEH BAKONGAN


Melengkapi beberapa tulisan penulis tentang TEUKU RAJA ANGKASAH berikut ini akan diulas Strategi Teuku Raja Angkasah dalam Perang Bakongan. Perang Bakongan termasuk bagian Perang Aceh yang sangat menguras enerji maupun biaya bagi pihak Belanda, termasuk menewaskan Prajurit Belanda yang sedemikian banyak diantaranya terdapat beberapa Jenderal Belanda.

Teuku Raja Angkasah memiliki cara yang unik saat bertempur dengan Belanda. Strategi yang digunakan Teuku Raja Angkasah dalam Perang Bakongan adalah :

1. Sebelum bertempur Teuku Raja Angkasah senantiasa mengirimkan surat tantangan kepada Marsose Belanda untuk melakukan pertempuran di suatu tempat. Strategi ini merupakan bentuk perang urat syaraf (psywar) untuk menjatuhkan mental pihak lawan.

2. Mengingat keunggulan Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang dan keterbatasan persediaan senapang mesin yang dimilikinya, Teuku Raja Angkasah sering menawarkan untuk bertanding pedang dengan Komandan Marsose Belanda, diantaranya Kapten Paris yang dikenal sebagai Singa Afrika dan sebelumnya pernah menjadi Komandan Pasukan Belanda di Afrika Selatan. Teuku Raja Angkasah unggul dalam pertandingan pedang ini. Keunggulan Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang ini adalah kemampuannya untuk meloncat seolah-olah melayang sambil mengayunkan pedangnya kepihak musuh.

3. Melakukan jebakan dengan menggunakan tali pada jalur-jalur yang dilalui oleh Pasukan Marsose Belanda. Saat Marsose Belanda terperangkap pada tali-tali tersebut maka Teuku Raja Angkasah bersama Pasukannya melakukan penyerbuan dan menghabisi para Marsose tersebut.

4. Teuku Raja Angkasah bersama pasukannya menunggu di puncak bukit (Bukit Gading di Hulu Bakongan). Dikaki Bukit terletak sungai yang dilalui Belanda. Saat Belanda menyeberang sungai maka Teuku Raja Angkasah bersama pasukannya akan menyerbu dari atas sehingga membuat Pasukan Marsose Belanda kocar-kacir.

5. Berkoordinasi dengan pejuang lainnya diantaranya Teuku Cut Ali dan Teuku Datuk Raja Lelo untuk mengatur posisi secara menyebar sehingga menyulitkan pihak Belanda.

Syahid dan tewasnya Teuku Raja Angkasah lebih karena adanya suatu pengkhianatan karena provokasi yang dilakukan oleh pihak Belanda. Atas tekanan, ancaman dan bujukan pihak Belanda seorang masyarakat setempat berhasil memberikan informasi kepada Belanda tentang saat-saat lemah Teuku Raja Angkasah dan posisinya bersama pengikutnya di Bukit Gading.

Tewas syahidnya Teuku Raja Angkasah diawali dengan adanya seorang pengkhianat yang mengantarkan makanan. Kemudian pengkhianat ini dari belakang diikuti oleh Pasukan Marsose Belanda, saat Teuku Raja Angkasah bersama Panglimanya menyantap makanan yang diduga telah diracun untuk melemahkan badan, Pasukan Marsose Belanda melakukan penyergapan. Marsose Belanda dengan jumlah lebih banyak - puluhan orang - dan bersenjata lengkap menyerbu posisi kemah Teuku Raja Angkasah bersama 3 orang Panglimanya.

Dalam kondisi terdesak ini Teuku Raja Angkasah sempat menggunakan karabinnya (senapang tua). Karena terus ditembakan karabin itu menjadi sangat panas, kemudian Teuku Raja Angkasah membuka sorbannya untuk membalut karabin yang panas tersebut sambil mulutnya mengeluarkan sumpah serapah kepada Marsose Belanda. Sebetulnya beberapa peluru telah mengenai badan Teuku Raja Angkasah namun beliau masih bertahan. Saat dalam keadaan terdesak tersebut beliau masih terus melakukan perlawanan. Namun kemudian peluru habis dan beliau kemudian berteriak memaki Pasukan Marsose Belanda sambil mencoba menggunakan pedangnya untuk menyerbu Marsose. Pada saat inilah seorang penembak jitu dari Pasukan Marsose Belanda berhasil menembakan satu peluru menembus ke mulut beliau sehingga syahidlah Teuku Raja Angkasah. Gugurlah Teuku Raja Angkasah bersama 3 orang Panglimanya di Bukit Gading Bakongan Aceh, tepatnya pada 25 Oktober 1928.

Tidak ada komentar: