Rabu, 30 September 2009

PISKOLOGI MUDIK

Arus mudik lebaran 2009 berangsur-angsur mulai surut seiring dengan berakhirnya liburan Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Mudik merupakan fenomena yang sosial yang luar biasa. Dimana sejumlah orang berbondong-bondong pulang ke kampung halaman, pulang ke udiknya. Kembali ke asal dimana secara budaya mereka tumbuh dan berkembang.

Mudik adalah pulang ke sanubari kultural, ke rahim sosial dimana orang merasa berarti dan bermakna dilingkungan udiknya. Semua daya upaya dikerahkan untuk mencapai udik setelah mengadu nasib di kota. Motif dan kebutuhan apakah yang melatar belakangi ini?

Secara psikologi kita bisa meminjam teori motif sosial McClelland, dapat pula memanfaatkan Need Theory yang ada termasuk dari Abraham Maslow. Melalui kajian ini mudik dapat ditelaah secara psikologis.

Dari sisi motif sosial terkesan bahwa kebutuhan afiliasi mendasari perilaku mudik. Tapi apakah anda memperhatikan bagaimana orang mudik dengan pamer keberhasilan dan kemudian mencoba mengatur-atur keluarganya di desa, termasuk membujuk mereka untuk mengikuti jejaknya ke kota, bukankah disini motif prestasi dan kekuasaan pun tidak dapat diabaikan?

Dari teori hirarki kebutuhan Maslow, apakah mudik hanya menggambarkan kebutuhan sosial, bukankah ada unsur prestise dan kebanggaan diri disini? Termasuk tentunya tidak dapat diabaikan kebutuhan aktualisasi diri bahkan sampai dengan ke dimensi spiritualitas.

Lihatlah mereka yang mudik tidak sekedar untuk dapat berkumpul dengan keluarga. Mereka pun melakukan mobilitas ekonomi dan intelektual, mereka ingin memberi dan berbuat sesuatu untuk kemajuan udiknya. Terjadilah pengumpulan dana untuk pembangunan infrastruktur desa, terjadilah diskusi dan musyawarah untuk merumuskan strategi pembangunan desa. Bukankah unsur self esteem dan aktualisasi diri tercermin disini? Bahkan dimensi spiritualitas semakin mengental manakala orang tidak mengharapkan balas budi apapun terhadap kontribusi yang ia berikan, ia menganggap ini semata-mata sebagai amal ibadahnya dengan harapan memperoleh ridho dariYang Maha Kuasa.

Tanpa mudik orang akan kehilangan orientasi psiko-sosio-kulturalnya. Tanpa mudik bisa jadi orang kehilangan makna dan jati dirinya. Tanpa mudik membuat dirinya hampa dan kemudian merasa semua yang dilakukan selama ini sia-sia.

Manusia sejatinya butuh pulang kampung, butuh mudik, butuh kembali ke alam asalnya. Mudik tidak sekedar ritualitas tahunan, tapi ini adalah fenomena psiko-sosio-kultural yang memiliki kompleksitas tersendiri. Namun, pernahkah kita berpikir untuk mudik menuju kampung keabadian, dimana mudik ini tidak membawa kita kembali ke alam seperti ini. Ini adalah mudik ultimate menuju keharibaan Illahi, menuju kampung halaman sesungguhnya, menuju alam keabadiaan. Ini adalah mudik yang sesungguhnya, mudik yang sejati dan kendaraan mautlah yang membawa ita kesana. Kapan anda akan mudik sejati? Tak satu pun kita yang tahu, yang dapat kita lakukan hanyalah melakukan persiapan sebaik-baiknya untuk menyongsong mudik yang sesungguhnya ini ...... kembali ke alam keabadian.

Jumat, 11 September 2009

GUILTY FEELING


Guilty feeling adalah suatu perasaan bersalah akibat perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh seorang individu. Ini merupakan suatu kondisi emosional yang dihasilkan dari pemahaman seseorang bahwa telah terjadinya suatu penyimpangan standar moral. Para ahli sepakat bahwa rasa bersalah ini bersumber dari kepedulian yang tinggi individu terhadap standar moral yang berlaku bagi dirinya atau berlaku dalam masyarakatnya.

Rasa bersalah ini bersumber dari dalam diri individu yang bersifat internal. Ini yang membedakannya dengan rasa takut yang biasanya terkait dengan faktor eksternal seperti ketakutan akan dihukum akibat melanggar suatu peraturan tertentu yang dibuat secara eksternal.

Rasa bersalah ini sering pula disebut sebagai "a self administered punishment." Yaitu, suatu proses pemberian hukuman terhadap diri sendiri akibat dari adanya kesadaran terhadap nilai atau moral tertentu. Biasanya intensitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan ketakutan terhadap hukuman karena karena adanya pelanggaran aturan yang datang dari luar.

Ini sedikit berbeda dengan rasa malu yang lebih disebabkan oleh adanya kesadaran seseorang terhadap suatu konsep tertentu tentang kepantasan dan ketidakpantasan, meskipun dalam perilaku luarnya (overt behavior) terlihat ada sedikit kemiripin namun sesungguhnya berbeda.

Seorang Parjurit yang terus menerus mandi setelah melakukan suatu penyerbuan ke suatu desa merasa dirinya sangat kotor. Ini merupakan suatu refleksi dari sikap bersalahnya karena telah menewaskan banyak penduduk yang tidak bersalah termasuk anak-anak dan wanita. Ia merasa begitu bersalahnya sehingga terus menerus mandi yang secara psikologis dapat dimaknakan sebagai ritual pembersihan diri terhadap rasa bersalah yang ia rasakan.

Rasa bersalah ini dapat memberikan gangguan psikologis yang muncul dalam berbagai macam bentuk. Diantaranya anxiety, obsessif-compulsive sampai dengan gangguan yang bersifat neurotic.

Sebagai mana disebutkan diatas tadi bahwa rasa bersalah ini bersumber dari standar moral yang diinternalisasikan kedalam diri individu. Standar moral yang sangat kuat bisa menjadi pencetus munculnya rasa bersalah yang terkadang muncul secara eksesif. Dalam konsep Psikoanalisa Freud faktor Super-ego yang dominan menjadi penyebab munculnya beberapa gangguan psikologis termasuk rasa bersalah yang mengganggu.

Faktor pola asuh dan penanaman nilai yang berlebihan yang berlangsung pada usia dini menjadi sumber dari pembentukan konsep standar moral yang berlebihan pula. Apabila hal ini tidak diimbangi oleh ego yang kuat, sikap mental yang positif dan akal sehat maka standar moral yang berlebihan tadi dapat mengganggu keseimbangan psikologis individu.

Kamis, 10 September 2009

TRAGEDI MEURAH PUPOK SANG PUTRA MAHKOTA


Kesultanan Aceh tahun 1636, Seorang Sultan Perkasa - Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam - yang menguasai Sumatera dan Semenanjung Malaka sedang berdiam diri dalam istana. Sultan merenung di Balairung yang juga tidak jauh dari Balai Cermin yang agung. Sumatera dan Malaka sudah dalam genggamannya. Namun, ia pun melihat Portugis, Inggris dan beberapa Negara Eropa lain sedang mengincar penguasaan Selat Malaka.

Beliau telah memerintah Aceh dan daerah taklukannya hampir 30 tahun. Ia seorang pribadi yang kuat dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental. Seorang bangsawan yang cerdas serta tegas. Negarawan yang adil sekaligus politisi dan diplomat yang ulung. Ia adalah Sultan terbesar Aceh yang mampu membawa Aceh Darussalam mencapai kejayaan dan menjadi kerajaan yang disegani.

Dalam kurun hampir 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyempurnakan Qanunul Asyi Ahlussunah Wal jamaah yang terdiri dari 500 ayat Al-Quranul Karim, 500 Hadis Rasulullah, Ijma' Sahabat rasulullah, Qiyas Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian dilengkapi pula dengan Qanun Putroe Phang suatu aturan yang mampu memberikan perlindungan kepada Kaum Wanita.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda inilah dikenal sebuah Kata Filosofis Rakyat Aceh : Adat bak Poteu meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, reusam bak Laksamana. Kata Filosofis ini menjadi pedoman hidup bagi kerajaan dan masyarakatnya untuk mengatur tata kehidupan dalam menegakan kebenaran dan keadilan demi kesejahteraan masyarakat.

Ditengah perenungannya didalam Istana, Sultan mulai memikirkan kederisasi kepemimpinannya. Ia membutuhkan seorang penerus kerajaan yang kuat yang mampu merpertahankan kekuasaannya dan menjaga Kerajaaan Aceh dan daerah taklukannya agar tidak tunduk pada kekuasaan asing, terutama Portugis dan Inggris yang saat itu terus melakukan provokasi di Selat Malaka.


Terlintaslah pandangannya pada wajah Sang Putra Mahkota - Meurah Pupok - yang digelari Sultan Muda atau Poteu Cut. Anak kesayangannya ini berwajah gagah mewarisi ketampanan wajah sang ayah. Putra Mahkota atau Poteu Cut ini memang masih belia, minim pengalaman. Saat ini sedang menanjak dewasa. Sultan merencanakan untuk memberikan beberapa tanggung jawab kepada Putra Mahkota agar ia belajar dan berpengalaman. Termasuk diantaranya tugas tempur untuk memimpin Armada Laut terbesar Kerajaan yaitu Armada Cakra Donya. Diharapkan dengan berbagai pengalaman penugasan termasuk dengan menjadi Panglima Perang pada saatnya nanti ia mampu menggantikan dirinya untuk menjadi Sultan.

Menurut sebuah riwayat Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang berasal dari istrinya seorang Putri Gayo. Yang kedua adalah wanita yang bernama Safiatuddin yang berasaal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.

Ditengah lamunannya Sultan terpengarah karena tiba-tiba seorang Perwira Muda Kerajaan yang sangat dikenalnya dan merupakan kepercayaannya tiba-tiba menorobos masuk dan langsung berlutut menyembah dirinya. Dengan terbata-terbata Sang Perwira menangis tersedu-sedu sambil menyebutkan bahwa Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupok telah melakukan tindakan asusila dengan menodai istrinya. Perwira tersebut langsung membunuh istrinya setelah mengetahui peristiwa tersebut. Namun, untuk Putra Mahkota ia serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan Sultan. Ia menuntut keadilan kepada Sultan. Selepas ia mengadukan hal tersebut kepada Sultan, Perwira tersebut langsung mencabut rencongnya dan menikam ke hulu hatinya sendiri tanpa sempat dicegah oleh Sultan dan pengawalnya. Robohlah perwira tersebut dan langsung tewas saat itu juga.

Syahdan Perwira Muda ini adalah Pelatih Angkatan Perang Aceh. Ia mengetahui peristiwa tersebut setelah melakukan pelatihan terhadap para prajurit di kawasan Blang Peurade Aceh. Ia sangat kecewa dengan peristiwa yang melibatkan istrinya tersebut. Kekecewaan tersebut ia tumpahkan dengan membunuh istrinya sendiri kemudian ia sendiri bunuh diri dihadapan Sultan.

Tercenunglah Sultan dengan wajah bergetar menahan amarah. Ia baru saja menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun peristiwa yang baru terjadi bagaikan geledek yang menyambar dirinya. Seorang Perwira kerajaan kepercayaan dirinya menyampaikan pengaduan yang membuat dunia ini seolah-olah runtuh. Putra Mahkota kesayangannya telah melakukan tindakan yang tidak patut.

Segera Sultan berteriak garang disaksikan orang-orang penting Kerajaan dan para pengawalnya. Aku adalah Sultan Penguasa Aceh, Sumatera dan Malaka. Aku telah memerintah Aceh dan taklukannya dengan menegakan hukum yang seadil-adilnya. Aku pun akan menegakan hukum terhadap keluargaku sendiri. Aku pun akan menerapkan hukum kepada Putra Mahkota yang seberat-beratnya. Dengan tanganku sendiri akan kupenggal leher putraku karena telah melanggar hukum dan adat negeri ini.

Semua pembesar kerajaan tercenung. Sultan segera memerintahkan penangkapan Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Poteu Cut atau Sultan Muda. Pengadilan segera dilakukan dan Sultan Iskandar Muda telah memutuskan bahwa ia sendirilah yang akan memancung putra kesayangannya itu. Mendung menggelayut diatas Kerajaan Aceh, prahara telah menghantam negeri perkasa ini.

Beberapa pembesar kerajaan yang peduli terhadap kelangsungan kerajaan bersepakat untuk menghadap Sultan Iskandar Muda agar membatalkan hukuman pancung tersebut. Mereka mengajukan berbagai usul seperti pengampunan atau cukup dengan mengasingkan Putra Mahkota ke negeri lain. Termasuk mencari kambing hitam, mencari seorang pemuda lain untuk menjadi pesakitan menggantikan Putra Mahkota. Semua usul tersebut ditolak oleh Sultan dan dengan berang Sultan berkata akulah yang menegakan hukum di negeri ini dan kepada siapapun yang bersalah tidak terkecuali terhadap keluargaku sendiri harus dihukum. Kerajaan ini kuat karena hukum yang ditegakan dan adanya keadilan. Sultan kemudian menyebut dalam bahasa Aceh - gadoh aneuk meupat jrat, gadoh hukom ngon adat pat tamita? - yang artinya hilang anak masih ada kuburan yang bisa kita lihat, tetapi jika hukum dan adat yang hilang hendak kemana kita mencarinya?

Semua pembesar kerajaan terdiam tak kuasa membantah titah Raja Perkasa yang adil ini. Mereka mulai membayangkan bagaimana masa depan negeri ini. Bahkan Menteri Kehakiman pun yang bergelar Sri Raja Panglima Wazir berusaha membujuk tetapi Sultan tetap tidak bergeming. Sultan berketetapan hati tetap melaksanakan putusannya. Sultan sendiri dengan tegas mengatakan apabila tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman ini maka ia sendiri yang akan melakukannya. Pada hari yang ditentukan dilaksanakanlah hukuman pancung tersebut yang langsung dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota kesayangannya.

Dibawah linangan air mata masyarakat yang mencintai Sultan dan Putra Mahkotanya disaksikan pembesar kerajaan yang berwajah sendu dan tertunduk tidak mampu menatap kejadian tersebut, Sultan Iskandar Muda dengan tegar melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu. Langit kerajaan Aceh menjadi mendung kelabu.

Rakyat kebanyakan maupun pembesar kerajaan banyak yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mereka semua menaruh harapan besar terhadap Putra Mahkota sebagai pewaris kerajaan dan turunan langsung Sultan Iskandar Muda. Tetapi hukum telah ditegakan dan Sultan langsung yang melaksanakan keputusan tersebut.

Atas keputusan Sultan Iskandar Muda pula jenajah Meurah Pupok tidak dibolehkan untuk dimakamkan dikompleks pemakaman kerajaan. Pemakaman kerajaan disebut dengan Kandang Mas yang berada dilingkungan Keraton Darul Donya. Jenajah hanya dimakamkan disuatu kompleks di luar area Keraton yaitu didekat lapangan pacuan kuda Medan Khayali.

Waktu terus berjalan, Sultan mulai memikirkan siapa penggantinya. Kemudian berkembanglah sebuah informasi bahwa Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Sultan Muda Poteu Cut, memang sengaja disingkirkan oleh sebuah konspirasi. Oleh sekelompok orang tertentu yang tidak menginginkannya menjadi Raja atau Sultan, mencoba mencari berbagai cara untuk mencegahnya menjadi Sultan. Kelompok ini tidak berani berhadapan secara langsung dengan Sultan atau melakukan tindakan gegabah. Mereka berusaha menjebak Putra Mahkota dengan berbagai cara. Dicarilah akal bulus untuk menggoda Sultan Muda yang sedang menanjak dewasa ini. Sebagai pria muda ia dianggap akan mudah tergoda dengan wanita.

Akhirnya ditemukan seorang wanita jelita yang kebetulan pula istri seorang Perwira Kerajaan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Karena istri seorang perwira kepercayaan Sultan, wanita ini dengan mudah masuk kedalam lingkungan Istana. Sehingga ia dengan mudah bergaul di istana dan mendekati Pangeran Muda yang tampan yang juga adalah seorang Putera Mahkota. Akhirnya akibat godaan sedemikian rupa Sultan Muda terjebak kedalam skenario yang dibuat oleh konspirasi jahat yang bertujuan ingin menjebak dan menyingkirkannya. Akhirnya sebagaimana diketahui bersama konspirasi jahat itu berhasil menyingkirkan Putra Mahkota Sultan Muda yang bernama asli Meurah Pupok.

Informasi ini sampai ketelinga Sultan Iskandar Muda, namun semuanya telah terjadi. Ia mulai membayangkan Putra kesayangannya tersebut yang juga Putra Mahkota yang kelak diharapkan melanjutkan kepemimpinannya. Terbayang olehnya akan wajah seorang pemuda tampan namun minim pengalaman. Ditengah usianya yang menanjak dewasa sangat mungkin ia mudah tergoda. Sultan mulai menyesali kealpaannya dalam mengawasi Putra Mahkota kesayangannya itu. Ia dirundung kesedihan mendalam. Kesedihan yang terus menerus ini membuat Sultan jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu kemudian Sultan Iskandar Muda yang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27 Desember 1636.


Pengganti Sultan adalah menantunya yaitu Sultan Iskandar Tsani. Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah. Abangnya dijebak oleh suatu konspirasi yang jahat. Ratu kemudian membangun makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada lokasi strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi jalan masuk ke Medan Khayali. Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini sempat dihancurkan Belanda. Peucut berasal dari Pocut yang berarti putra kesayangan.

Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati anaknya sendiri yang nota bene merupakan putra kesayangannya sekaligus penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut akibat suatu konspirasi yang memang sengaja menjebaknya. Sejarah telah memberikan pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun kekuasaan itu pun syarat dengan intrik dan penuh tipu daya. Kisah Meurah Pupok memberikan hikmah yang mendalam.

Rabu, 09 September 2009

PENDULUM

In 1583 Galileo Galilei, a youth of nineteen attending prayers in the baptistery of the Cathedral of Pisa, was, according to tradition, distracted by the swinging of the altar lamp. No matter how wide the swing of the lamp to move from one end to the other was the same. Of course Galileo had no watch, but he checked the intervals of the swing by his own pulse. This curious everyday puzzle, he said, enticed him away from the study of medicine to which his father had committed him to the study of mathematics and physics. He had discovered, that the time of a pendulum’s swing varies not with the width of the swing but with the length of the pendulum.

(Daniel J. Boorstin, American historian, 1914 - ….)

Selasa, 08 September 2009

SEJARAH KEMBALI KE MASA DEPAN

Menilik perjalanan sejarah berbagai bangsa, terutama bangsa-bangsa besar banyak pelajaran yang dapat ditarik hikmahnya. Diantara mereka ada yang mampu mempertahankan kebesarannya, namun yang tidak jarang kemudian menyurut bahkan kemudian hilang dari sejarah.

Lihatlah bagaimana kehancuran Bangsa Ad, Bangsa Maya maupun menyurutnya kekuasaan Romawi, Persia, Mesir. India dan China yang dulu pernah jaya kemudian menyurut dan sekarang mampu bangkit lagi. Demikian pula kerajaan di regional seperti Sriwijaya, Majapahit dan sebagainya, setelah kejayaannya kemudian menyurut.

Sebagian dari keturunan dari bangsa-bangsa tersebut masih mengenang kejayaan bangsanya namun hanya sebatas kenangan tetapi tidak mampu mengulangi kembali kejayaan tersebut, mereka terjebak pada nostalgia masa lalunya.

Keterpakuan pada sejarah masa lampu dapat menjadi penghalang untuk meraih kejayaan masa kini. Ibarat orang yang mengemudi selalu melihat kebelakang melalui spion, bukan melihat kedepan sehingga berbuah celaka.

Untuk itu harus ada kesediaan dan kemampuan mengembalikan sejarah ke masa depan. Kejayaan masa lalu bukan untuk dikenang tetapi diambil pelajaran dan hikmahnya sehingga mampu menjawab tantangan masa kini dan membangun masa depan.

Kejatuhan kerajaan masa lalu lebih banyak terjadi karena konflik internal bukan karena serangan dari pihak luar. Konflik internal tersebut sangat didorong oleh motif perebutan kekuasaan dan motif materi. Para penguasa asyik dengan kemewahan dan cenderung memperkaya diri tanpa memikirkan rakyat dan mengabaikan kepentingan negara.
Selain itu menyurutnya kemauan politik untuk membangun peradaban yang berbasis pada pengembangan pengetahuan. Mengabaikan faktor budaya bangsa merupakan aspek lain yang memperparah rasa memiliki bangsa secara bersama, menghancurkan identitas diri bangsa dan terkooptasi dengan kepentingan asing.

Sejarah kembali ke masa depan adalah suatu upaya untuk membangun kembali sebuah kejayaan. Jalan yang ditempuh haruslah memlalui peradaban yang berbasis membangun pengetahuan dan kebudayaan. Tidak kalah pentingnya adalah kukuhnya moral pemimpin yang tidak mengalami erosi nilai yang semata-mata mementingkan kekuasaan. Kejatuhan bangsa-bangsa besar masa lalu memberikan pelajaran yang sangat berharga. Kunci untuk mempertahankan dan meraih kejayaan adalah pada perdaban, pengetahuan, budaya dan moral.

Sudahkah kita menyadari hal ini?

FOCUS VERSUS MULTI-TASKING


Pernahkah anda memperhatikan bagaimana seorang penjual martabak mengerjakan tugasnya? Mereka bisa bekerja sekaligus membuat beberapa martabak yang berbeda, baik martabak manis maupun asin/telur. Mereka bisa fokus dalam bekerja sekaligus multi-tasking.

Sebuah buku lama dari Al-Ries membahas tentang pentingya fokus. Dalam mengerjakan sesuatu atau menekuni sesuatu haruslah kita fokus jika ingin berhasil. Jika anda berbisnis anda harus fokus, jika anda berkarir harus fokus, jika mengerjakan sesuatu haruslah fokus. Fokus akan membuat seluruh sumber enerji dan potensi kita dikerahkan pada satu titik atau tujuan tertentu. Sehingga semua potensi ini akan bersinerji dan menghasilkan daya yang luar biasa dan inilah modal keberhasilan anda.

Fokus bisa berarti "the object upon which one's attention or thinking is centered." Atau fokus juga dapat berarti "to centre one's attention or particular thing." Lebih spesifik ada yang disebut dengan focus of attention, yang berarti "the object, even, idea, problem, thought, etc, upon whic one is concentrating." Kata kunci disini adalah perhatian, konsentrasi pada suatu titik tertentu.

Namun diera sekarang dengan berbagai tuntutan tugas, diperlukan juga suatu kemampuan yang disebut dengan "multi-tasking." Yaitu, suatu kemampuan untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus, terutama bisa dilakukan secara bersamaan atau bisa juga dalam keadaan yang tidak bersamaan namun dalam rentang waktu yang berhimpitan, misalnya mengerjakan suatu pekerjaan belum selesai kemudian mengerjakan pekerjaan lainnya dan kembali lagi mengerjakan pekerjaan semula.

Dalam pemahaman ini seolah-olah fokus berlawanan dengan multi-tasking. Namun, sesungguhnya dalam multi-tasking diperlukan pula kemampuan untuk fokus, hanya fleksibilitas fokusnya bisa begitu ekstrim. Dalam multi-tasking kita fokus terhadap sesuatu hal namun segera pindah fokus terhadap hal lain namun segera dapat kembali ke fokus yang sebelumnya.

Kemampuan fokus dan multi-tasking yang luar biasa adalah seperti yang dicontohkan para ibu-ibu rumah tangga. Seorang ibu bisa sambil memasak, kemudian segera mengurus anaknya dan harus siap pula memenuhi permintaan suaminya, kemudian setelah itu segera memeriksa kembali masakannya dan seterusnya berganti-ganti mengerjakan berbagai pekerjaan dalam rumah tangga secera bersamaan, berhimpitan namun tetap bisa fokus.

Contoh lain adalah para penjual martabak yang dibahas diawal tulisan ini. Dalam suatu kesempatan yang sama mereka bisa membuat martabak manis dan martabak asin/telur sekaligus. Dengan cekatan mereka berganti-ganti fokus saat mengerjakan pembuatan martabak asin/telur dan kemudian segera fokus mengerjakan martabak manis. Kedua martabak tersebut bisa selesai dalam waktu bersamaan. Mereka terampil dalam multi-tasking sekaligus fokus. Buktinya kedua martabaknya enak.

Tuntutan pekerjaan masa kini mempersyaratkan para pekerja dan profesional bertalenta multi-competencies untuk mengerjakan berbagai tugas dan pekerjaan. Namun, dalam mengerjakan berbagai pekerjaan tersebut tetap harus fokus. Seberapa banyak pun pekerjaan anda, fokus tetap dibutuhkan. Hal yang diperlukan sesungguhnya adalah kemampuan untuk berpindah-pindah fokus.

Minggu, 06 September 2009

APAKAH BURUNG ABABIL SEJENIS PESAWAT TEMPUR?

Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?
dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong


yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar

sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat) .....


Itulah bunyi Surah Al-Fil Surah yang ke-105 yang tergolong Surah Makkiyah. Sebagaimana yang diketahui bahwa Pasukan Abrahah yang hendak menghancurkan Ka'bah diserang oleh serombongan burung yang melempari mereka dengan batu-batu sehingga membuat Abrahah dengan pasukan gajahnya binasa.

Apakah burung Ababil itu? Apakah ia burung yang nyata? Atau hanya sebuah kiasan untuk menunjukkan adanya penyakit yang menyerbu Pasukan Gajah Abrahah?

Pendapat yang menarik dikemukakan oleh Ir. H. Bambang Pranggono, MBA, IAI, seorang Dosen ITB yang merujuk pada tafsir Majmau'ul karya Ibnul Hasan At-Tabrisi yang menyebutkan bahwa burung Ababil itu datang berbondong-bondong dari laut, warnanya ada yang hitam, putih dan hijau.

Dijelaskan bahwa setiap burung membawa tiga batu, satu digigit dengan paruhnya, dua digenggam dengan masing-masing kakinya. Mereka melempari pasukan gajah yang mau meruntuhkan Ka'bah. Yang terkena batu akan tertembus sampai kebelakangnya yang membuat tubuh gajah dan pasukan tersebut berlubang seperti daun yang dimakan ulat. Lubang itu bukankah mirip dengan luka-luka akibat tembakan peluru yang menembus dan membuat tubuh berlubang?

Hal yang menarik adalah penjelasan tentang cara burung membawa batu mengingatkan pada bentuk pesawat tempur yang aerodinamis mirip dengan pesawat F-15 atau Sukhoi SU-20. Pesawat itu membawa beberapa peluru kendali dibawah sayap dan moncong senapang mesin dibawah cockpit. Mungkin orang Arab tahun 570 M melihat pesawat tempur itu dengan mengatakannya burung karena keterbatasan pengetahuan mereka saat itu. Mungkin saja itu makhluk luar angkasa yang membawa pesawat tempur untuk menghacurkan pasukan gajah Abrahah.

Kemungkinan lain adalah berkaitan dengan teori lompatan waktu. Dimana suatu Skuadron Tempur dari negara Islam Abad 21 melakukan patroli diatas Laut Merah kemudian terjebak pada arus putaran waktu dan kemudian terbang diatas Ka'bah dan melihat ada pasukan gajah yang ingin menghancurkan Ka'bah kemudian mencegahnya dengan menjatuhkan peluru ke pasukan gajah tersebut. Apakah mereka bisa kembali lagi ke abad sekarang?, kemungkinannya tidak. Mereka terjebak pada masa lalu, kehabisan bahan bakar dan hilang dalam pusaran sejarah.

Kita berharap apabila suatu saat telah ditemukan teknologi mesin pemutar waktu hal ini akan terjawab termasuk dengan misteri para pemuda di gua seperti yang tertera dalam Surah Al-Kahfi dan misteri Atlantik semoga bisa terkuak. Wallaahu a'lam ..................

PEMBENTUKAN KABINET BARU

Dalam beberapa waktu belakangan ini sampai dengan sekarang SBY sebagai pemenang Pemilihan presiden mulai merancang susunan Kabinet untuk periode 2009-2014. Pembentukan Kabinet kali ini tampaknya dikendalikan secara penuh oleh SBY dan ini memang sesuai dengan sistem Presidensil yang kita anut. Namun, terlihat pula kecenderungan SBY untuk mengakomodasi berbagai kekuatan politik untuk menjamin stabilitas nasional pada kurun pemerintahannya yang akan datang. Stabilitas nasional adalah prasyarat penting untuk menjamin kelangsungan pembangunan nasional termasuk pembangunan ekonomi.

Prof. Mahfud MD mengatakan bahwa kabinet yang akan datang adalah Kabinet Rekonsiliasi Nasional. Penamaan ini tidak berlebihan melihat komunikasi politik SBY dan Partai Demokrat yang tampak intensif dengan pihak-pihak yang dulu dianggap sebagai kompetitor seperti PDIP dan Gerindra.

Saat ini SBY sedang menyusun pakta integritas yang mencakup mekanisme evaluasi atas kinerja anggota kabinet. Evaluasi dilakukan setelah setahun pertama, kemudian dua setengah tahun berikutnya. Pada setiap evaluasi tersebut ditentukan apakah Menteri terkait dapat terus melanjutkan tugasnya atau dirotasi atau diganti. SBY berusaha kabinet mendatang merepresentasikan kemajemukan, keterwakilan partai yang membentuk koalisi dan kesetraan jender. Hal itu dilakukan dengan tetap memperhatikan integritas, kapasitas, akseptabilitas, pengetahuan dan pengalaman anggota kabinet.

Saat ini telah beredar beberapa rumor para calon personalia kabinet. Tampaknya beberapa menteri yang berprestasi akan dipertahankan. Kemudian masuk sejumlah tokoh muda dan tokoh-tokoh profesional lainnya, termasuk dipertimbangkannya tokoh-tokoh dari PDIP dan Gerindra untuk masuk kabinet.

Melihat pertimbangan SBY terhadap kemajemukan bangsa dan sikap akomodatifnya tampaknya susunan kabinet nanti cukup beragam, mewakili berbagai latar belakang. Realitas bangsa menunjukkan bahwa kesediaan untuk mengakomodasi keberagaman merupakan hal penting yang harus diperhatikan setiap pemimpin bangsa ini termasuk SBY sebagai prasyarat untuk mendukung persatuan bangsa yang lebih kokoh.

Kita dukung sepenuhnya otoritas SBY sebagai Presiden terpilih untuk menentukan Susunan Kabinet terbaik yang akan membawa bangsa ini jauh lebih maju dan mampu mencapai cita-cita yang diharapkan, terutama dalam merealisasikan Visi Bangsa menjadi negara maju pada tahun 2025.

FUJIWARA KIKAN DI BAKONGAN ACEH DAN PERAN T. RAMLI ANGKASAH


Pada tahun 1942 saat Belanda mulai takluk kepada Jepang, Kekaisaran Jepang mulai melakukan konsolidasi untuk menarik hati para pemimpin di Indonesia termasuk Aceh agar dapat mempermudah masuknya Bala Tentara Dai Nippon. Jepang memilih para pemimpin-pemimpin yang mendapat dukungan masyarakat. Terutama para pemimpin yang pernah melawan Belanda termasuk anak-anaknya. Untuk itu Dai Nippon Jepang membentuk lembaga yang bernama Fujiwara Kikan, biasa disingkat dengan lembaga F saja.

Lembaga F ini semacam lembaga teritorial yang juga bisa berfungsi sebagai lembaga kemasyarakatan ataupun intelijen dibawah pembinaan Dai Nippon. Tugasnya untuk mempermulus pengusiran Belanda dan mempermudah masuknya Jepang.

Untuk Wilayah Bakongan ditunjuklah Teuku Ramli Angkasah (gambar diatas) putera dari Teuku Raja Angkasah yang pernah bertempur melawan Belanda sebagai Ketua Fujiwara Kikan. Awalnya Teuku Ramli Angkasah menerima jabatan ini karena berharap Jepang bersikap positif. Namun, setelah tahu bahwa lembaga ini hanya akal bulus Jepang untuk menguasai daerahnya, maka Teuku Ramli Angkasah mengundurkan diri.

Pengunduran diri ini memberikan dampak serius. Jepang akan bersikap keras terhadap para pemimpin yang tidak mendukung dirinya. Teuku Ramli Angkasah sempat diancam akan digantung. Atas kerjasama dengan Teuku Nyak Arief dari Aceh besar yang juga masih ada hubungan famili diantara mereka, Teuku Ramli Angkasah dapat mengatasi ancaman Jepang tersebut.

Kembali ke Fujiwara Kikan sesuai dengan informasi dari ahli sejarah Muhammad Junus Djamil bahwa Fujiwara Kikan atau Lembaga F mulai menjalankan propagandanya di tahun 1942. Setelah proaganda di Tapak Tuan dilanjutkan ke Bakongan dan Trumon. Di Trumon terutama dikendalikan oleh Teuku Daud, Dullah Panjang, Husein Tukang yang menerima amanat itu dengan perantaraan Merah Husein, Teuku M. Natsir dan M. Sahim Hasyimi yang menganjurkan dari Tapak Tuan. Sekembalinya dari Trumon mereka terus memperluas propaganda F tersebut.

Mereka semua sudah bersiap dan di Tapak Tuan sudah terjadi pemberontakan terhadap Belanda. Pemerintah Belanda di Bakongan sudah mencurigai Teuku Ramli Angkasah dan diperintahkan untuk ditangkap karena melihat ia juga adalah Putera dari Teuku Raja Angkasah. Oleh sanak famili Teuku Ramli Angkasah disembunyikan kedalam hutan dan seluruh sanak famili diminta untuk bertindak secara hati-hati. Hal ini terjadi karena ada ancaman dari Pihak Belanda jika terjadi sesuatu maka seluruh sanak famili Teuku Ramli Angkasah akan dihabisi dan negeri Bakongan akan dimusnahkan.

Seorang Hulubalang Kluet (TMA) yang sangat setia kepada Belanda menyatakan dukungan kepada Belanda dan akan membantu Belanda untuk menghadapi orang-orang yang tidak mendukung Belanda. Begitu juga di Trumon terbetik kabar bahwa ada pemberontakan di Tapak Tuan dan meminta mereka untuk menunggu petunjuk Fujiwara Kikan lebih lanjut bila sewaktu-waktu diperlukan pertempuran militer dengan Belanda.

Seorang Hulubalang Trumon yang setia kepada Belanda TH yang beristri orang Belanda mencoba menghalangi propaganda F. Saat orang-orang di Trumon menjalankan propaganda F maka Hulubalang TH tersebut menangkapi mereka dan memenjarakan mereka. Mereka yang dipenjarakan itu adalah Cut Hasan anak Cut Ali yang pernah pula bertempur melawan Belanda di Trumon, kemudian ditangkap pula Cut Daud, Agam dan Guruh. Mereka dipenjara dalam lumbung padi milik Hulubalang TH, tidak diberi makan dan mereka disiksa selama 7 hari 7 malam. Setelah Jepang masuk barulah mereka dibebaskan dan terjadilah pertempuran melawan Belanda di Trumon.

Lembaga F ini akhirnya menjadi media Jepang untuk menguasai daerah-daerah. Banyak dari para pemimpin yang awalnya ikut bergabung dengan Fujiwara Kikan karena dianggap dapat mengusir Belanda. Namun selanjutnya Fujiwara Kikan menjadi alat propaganda Jepang sehingga akhirnya ditinggalkan oleh para pemimpin tersebut termasuk Teuku Ramli Angkasah. Sikap ini memiliki resiko karena akan diancam hukum gantung oleh Jepang, namun Teuku Ramli Angkasah dengan beberapa pemimpin lainnya dapat mengatasi ancaman tersebut termasuk memperoleh dukungan dari Teuku Nyak Arief, seorang Pahlawan Aceh dan Hulubalang ternama dari Lamnyong Aceh Besar.

Sabtu, 05 September 2009

STRATEGI TEUKU RAJA ANGKASAH DALAM PERANG ACEH BAKONGAN


Melengkapi beberapa tulisan penulis tentang TEUKU RAJA ANGKASAH berikut ini akan diulas Strategi Teuku Raja Angkasah dalam Perang Bakongan. Perang Bakongan termasuk bagian Perang Aceh yang sangat menguras enerji maupun biaya bagi pihak Belanda, termasuk menewaskan Prajurit Belanda yang sedemikian banyak diantaranya terdapat beberapa Jenderal Belanda.

Teuku Raja Angkasah memiliki cara yang unik saat bertempur dengan Belanda. Strategi yang digunakan Teuku Raja Angkasah dalam Perang Bakongan adalah :

1. Sebelum bertempur Teuku Raja Angkasah senantiasa mengirimkan surat tantangan kepada Marsose Belanda untuk melakukan pertempuran di suatu tempat. Strategi ini merupakan bentuk perang urat syaraf (psywar) untuk menjatuhkan mental pihak lawan.

2. Mengingat keunggulan Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang dan keterbatasan persediaan senapang mesin yang dimilikinya, Teuku Raja Angkasah sering menawarkan untuk bertanding pedang dengan Komandan Marsose Belanda, diantaranya Kapten Paris yang dikenal sebagai Singa Afrika dan sebelumnya pernah menjadi Komandan Pasukan Belanda di Afrika Selatan. Teuku Raja Angkasah unggul dalam pertandingan pedang ini. Keunggulan Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang ini adalah kemampuannya untuk meloncat seolah-olah melayang sambil mengayunkan pedangnya kepihak musuh.

3. Melakukan jebakan dengan menggunakan tali pada jalur-jalur yang dilalui oleh Pasukan Marsose Belanda. Saat Marsose Belanda terperangkap pada tali-tali tersebut maka Teuku Raja Angkasah bersama Pasukannya melakukan penyerbuan dan menghabisi para Marsose tersebut.

4. Teuku Raja Angkasah bersama pasukannya menunggu di puncak bukit (Bukit Gading di Hulu Bakongan). Dikaki Bukit terletak sungai yang dilalui Belanda. Saat Belanda menyeberang sungai maka Teuku Raja Angkasah bersama pasukannya akan menyerbu dari atas sehingga membuat Pasukan Marsose Belanda kocar-kacir.

5. Berkoordinasi dengan pejuang lainnya diantaranya Teuku Cut Ali dan Teuku Datuk Raja Lelo untuk mengatur posisi secara menyebar sehingga menyulitkan pihak Belanda.

Syahid dan tewasnya Teuku Raja Angkasah lebih karena adanya suatu pengkhianatan karena provokasi yang dilakukan oleh pihak Belanda. Atas tekanan, ancaman dan bujukan pihak Belanda seorang masyarakat setempat berhasil memberikan informasi kepada Belanda tentang saat-saat lemah Teuku Raja Angkasah dan posisinya bersama pengikutnya di Bukit Gading.

Tewas syahidnya Teuku Raja Angkasah diawali dengan adanya seorang pengkhianat yang mengantarkan makanan. Kemudian pengkhianat ini dari belakang diikuti oleh Pasukan Marsose Belanda, saat Teuku Raja Angkasah bersama Panglimanya menyantap makanan yang diduga telah diracun untuk melemahkan badan, Pasukan Marsose Belanda melakukan penyergapan. Marsose Belanda dengan jumlah lebih banyak - puluhan orang - dan bersenjata lengkap menyerbu posisi kemah Teuku Raja Angkasah bersama 3 orang Panglimanya.

Dalam kondisi terdesak ini Teuku Raja Angkasah sempat menggunakan karabinnya (senapang tua). Karena terus ditembakan karabin itu menjadi sangat panas, kemudian Teuku Raja Angkasah membuka sorbannya untuk membalut karabin yang panas tersebut sambil mulutnya mengeluarkan sumpah serapah kepada Marsose Belanda. Sebetulnya beberapa peluru telah mengenai badan Teuku Raja Angkasah namun beliau masih bertahan. Saat dalam keadaan terdesak tersebut beliau masih terus melakukan perlawanan. Namun kemudian peluru habis dan beliau kemudian berteriak memaki Pasukan Marsose Belanda sambil mencoba menggunakan pedangnya untuk menyerbu Marsose. Pada saat inilah seorang penembak jitu dari Pasukan Marsose Belanda berhasil menembakan satu peluru menembus ke mulut beliau sehingga syahidlah Teuku Raja Angkasah. Gugurlah Teuku Raja Angkasah bersama 3 orang Panglimanya di Bukit Gading Bakongan Aceh, tepatnya pada 25 Oktober 1928.

Jumat, 04 September 2009

ANALISA MENGAPA TEUKU RAJA ANGKASAH BERPERANG MELAWAN BELANDA


Dalam blog ini penulis untuk ketiga kalinya menulis tentang TEUKU RAJA ANGKASAH - Pahlawan Pertempuran Bakongan yang tewas syahid melawan Belanda pada tanggal 25 Oktober 1928. Dari hasil penelusuran penulis terutama terhadap Ayahanda Penulis sendiri yaitu Teuku Ramli Angkasah yang juga adalah Putera Kandung dari Teuku Raja Angkasah dan hasil informasi dari sanak famili, beberapa penyebab Teuku Raja Angkasah bertempur melawan Belanda adalah :

1. Sikap Belanda yang mulai mencengkram wilayah Aceh.

2. Pendirian Tangsi Militer Belanda di Bakongan, terutama dengan menempatkan Pos Pasukan Khusus Belanda yaitu Marsose di Bakongan, sehingga Bakongan menjadi salah satu dari 6 Pos Marsose di Aceh.

3. Sikap Belanda yang mengadu domba keluarga Hulubalang Bakongan.

4. Terbunuhnya Ayahanda Teuku Raja Angkasah yaitu Teuku Abdurachman yang merupakan hasil provokasi dan konspirasi Belanda dengan antek-anteknya di Bakongan.

5. Belanda ingin memperkuat basis kekuasaannya di Bakongan dengan melemahkan peran Hulubalang.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Teuku Raja Angkasah mendeklarasikan perang terhadap Kompeni Belanda sampai akhirnya tewas syahid di Buket Gadeng Bakongan Aceh pada tanggal 25 Oktober 1928.

TEUKU RAJA ANGKASAH


Teuku Raja Angkasah adalah Pahlawan Aceh yang sahid dalam perang melawan Kompeni Belanda di Buket Gadeng Bakongan Aceh pada tanggal 25 Oktober 1928. Beliau pernah berperang tanding dengan menggunakan pedang dengan Komandan Marsose Belanda yang terkenal Kapten Paris yang dijuluki Singa Afrika karena pernah memimpin pasukan Belanda berperang di Afrika Selatan dan dikenal akan ketangguhannya bermain pedang. Sedangkan Teuku Raja Angkasah dijuluki oleh pihak Belanda sebagai Harimau Sumatera karena keperkasaannya. Teuku Raja Angkasah dikenal pula mahir dalam memainkan pedang terutama dalam mengayunkan pedang sambil meloncat, seolah-olah beliau sambil melayang saat mengayunkan pedang.

Pihak Belanda sering menyebutkannya sebagai Raja Angkasa karena kemahirannya meloncat seolah-olah melayang di udara sambil mengayunkan pedang tersebut. Dalam perang tanding satu lawan satu, Kapten Paris yang jago bermain pedang tersebut kewalahan menghadapi gaya meloncat dan melayang dari Teuku Raja Angkasah. Sehingga akhirnya Kapten Paris terluka parah namun tidak langsung dibunuh oleh Teuku Raja Angkasah, ia diberi kesempatan untuk memulihkan diri dan setelah sehat akan ditantang perang pedang kembali oleh Teuku Raja Angkasah. Namun karena tipu muslihat Belanda, Teuku Raja Angkasah tidak sempat bertanding pedang lagi dengan Kapten Paris. Tetapi, Teuku Raja Angkasah beserta tiga orang Panglimanya dijebak oleh Marsose Belanda di Buket Gadeng Bakongan Aceh, dalam kondisi terkepung oleh puluhan orang Marsose Belanda, Teuku Raja Angkasah beserta 3 Panglimanya dibombardir dengan tembakan bedil dan setelah tertembak oleh sejumlah peluru beliau masih mampu bertahan namun berikutnya salah satu peluru berhasil menembus mulut Teuku Raja Angkasah yang menewaskan dirinya.

Syahidlah Pahlawan dari Pantai Selatan Aceh ini bersama 3 orang Panglima Perangnya tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1928. Salah satu Panglimanya hanyut terbawa arus sungai, sedangkan Teuku Raja Angkasah beserta 2 Panglimanya dimakamkan bersama satu liang di kaki Buket Gadeng Bakongan Aceh Selatan. Sesaat setelah tewas sebenarnya pihak Belanda ingin memenggal kepala Teuku Raja Angkasah untuk di bawa ke Kutaraja untuk diperlihatkan kepada Pejabat Kolonial Belanda, namun Raja Bakongan saat itu yang juga adalah pamannya (dalam bahasa Aceh disebut Ayahcut) berhasil mencegahnya, sehinggal ia dimakamkan langsung bersama Panglimanya di Buket Gadeng Bakongan Aceh.

Dalam perang Bakongan yang dipimpin Teuku Raja Angkasah ini banyak korban dari pihak Belanda yang saat itu diangkut dengan kapal yang bernama Kapal Putih. Kapal Putih mengangkut berkali-kali korban dari Perang Bakongan ini untuk dibawa ke Kutaraja (Banda Aceh) dan sebagian dimakamkan di Kerkoff, kompleks Perkuburan Prajurit Belanda di Banda Aceh.

Perang Bakongan yang dipimpin oleh Teuku Raja Angkasah ini membuktikan bahwa Perang Aceh melawan Belanda sesungguhnya tidak pernah berakhir meskipun Sultan Aceh telah tertangkap pada tahun 1904 oleh Belanda. Setelah tahun 1904 masih banyak terjadi peperangan melawan Belanda di Aceh diantaranya adalah Perang Bakongan yang menewaskan Teuku Raja Angkasah beserta dengan para Panglimanya. Jadi sesungguhnya Belanda tidak pernah menguasai Aceh. Yang terjadi adalah perang terus menerus antara Aceh dengan Belanda.

Teuku Raja Angkasah kadang-kadang disebut secara keliru dengan Teuku Angkasa atau Teungku Angkasa. Beberapa nama jalan terutama di kota-kota di Aceh mengabadikan namanya. Selain itu ada pula di Bandung nama jalan Teungku Angkasa atau Teuku Angkasa yang sesungguhnya adalah bernama Teuku Raja Angkasah. Semoga Pemerintah Kota Bandung dan kota-kota lainnya yang menggunakan nama beliau bisa menyesuaikan lagi penamaan jalan dengan nama beliau yang benar, yaitu Teuku Raja Angkasah.