Rabu, 11 November 2009

SDM INDONESIA

Mochtar Lubis dalam salah satu bukunya menyebutkan tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang diantara bersifat munafik, pemalas, berpikir jangka pendek dan berbagai ciri lainnya yang cenderung negatif. Sebagian orang setuju dengan penilaian tersebut. Faktanya memang terlihat SDM Indonesia jauh terpuruk, tidak perlu jauh-jauh membandingkannya. Bandingkan saja dengan tetangga kita Malaysia, Singapura, Thailand, Filifina. Bahkan dengan Vietnam yang baru selesai perang saudara-pun kita masih tertinggal. Bahkan katanya sebentar lagi pun kita akan disalip Kamboja.

Coba kita perhatian tentang posisi kualitas SDM Indonesia berdasarkan Human Development Index (HDI). HDI adalah index untuk mengukur kualitas SDM suatu Negara apakah tergolog Very High, High, Medium atau Low Human Development. HDI mengukur berdasarkan beberapa criteria seperti tingkat harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. Pada tahun 2009 dari 182 negara diseluruh dunia Indonesia menduduki ranking 111.

Negara gemah ripah loh jinawi ini yang bergelimang kekayaan alam dan populasi penduduk nomor lima dunia, untuk mencapai 100 besar negara dunia sekalipun tidak mampu. Bahkan yang mengerikan untuk urusan korupsi kita menduduki peringkat yang tergolong atas. Untuk kemudahan investasi kita kalah jauh dibandingkan Negara tetangga.

Ini semua terkait dengan kualitas SDM Indonesia. SDM adalah seseorang yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (the people who are ready, willing to able to contribute to organizational goals). Jika Indonesia adalah suatu organisasi yang cukup besar sebagai bentuk Negara, maka SDM Indonesia adalah orang yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan untuk pencapaian tujuan Negara. Jelas tujuan Negara Indonesia termaktub dalam Mukaddimah UUD 1945 yang dikristalisasikan dalam Pancasila yang tujuan akhirnya adalah mencapai Masyarakat Adil dan Makmur.

Dengan kisaran angka kemiskinan yang cukup tinggi sekitar 30%, tingkat pengangguran yang tinggi dan kualitas lulusan pendidikan yang rendah akan menghasilkan SDM yang tentunya tidak akan kompetitif.

Pilar paling penting untuk membangun SDM adalah pendidikan. Namun, kita pun cukup prihatin dengan kualitas lembaga pendidikan kita. Lihat saja peringkat Perguruan Tinggi Indonesia dibandingkan dengan negara lain, baik untuk level dunia internasional maupun level Asia, peringkat Perguruan Tinggi Indonesia masih memprihatinkan.

Dari 500 Perguruan Tinggi ternama di dunia Indonesia hanya berhasil memasukkkan 3 Perguruan Tinggi dan tidak ada yang berhasil masuk 100 besar. Universitas Indonesia hanya peringkat 201, Universitas Gadjah Mada peringkat 250 dan Institut Teknologi Bandung peringkat 351. Untuk skala Asia hanya 8 Perguruan Tinggi Indonesia yang berhasil masuk, yang tertinggi diraih oleh Universitas Indonesia yang berada pada peringkat 50 Asia. Bandingkan dengan negara tetangga kita untuk ukuran dunia University of Singapore berada diperingkat 30, Chulalongkorn University di Thailand peringkat 138, Universitas Malaya Malaysia peringkat 180.

Tampak dari peringkat Perguruan Tinggi tersebut kita kalah bersaing sekalipun dengan negara tetangga yang notabene dulu masih tertinggal dibandingkan dengan Indonesia. Apa yang salah? Hal apa yang membuat kita mundur atau barangkali tidak maju-maju? Apakah karena budaya, sistem atau mismanagement dalam pengelolaan negara ini?

Mochtar Lubis mencurigai adanya faktor budaya feodalisme yang mungkin menghambat kemajuan manusia Indonesia. Ada pula yang menyalahkan faktor alam yang membuat manusia Indonesia manja dan malas. Secara sosial sikap kekeluargaan dan berlindung dibalik kelompok dikecam sebagai sebab yang membuat kita tidak mandiri dan tidak siap berkompetisi.

Sebetulnya alasan-alasan tersebut diatas tidak relevan. Negara tetangga kita yang kondisi budaya, sosial dan alam tidak jauh berbeda dengan Indonesia, tetapi mereka mampu tampil melejit.

Jika ada yang mengatakan negara kita terlalu luas, penduduknya terlalu banyak sehingga sulit mengelolanya, hal ini pun dapat dibantah. Lihatlah China, India, Brazil negaranya lebih luas, tetapi mampu meraih kemajuan yang sampai pada tingkat mampu menyaingi Barat.

Berdasarkan observasi melihat kemajuan negara-negara tersebut diatas tampaknya adanya seorang tokoh luar biasa yang mampu menggerakkan SDM negara tersebut. Lihatlah Deng Xiao Ping di Cina, pemimpin India dan Brazil, Lee Kuan Yew di Singapore dan Raja Bhumibol Aduljadej sebagai Raja yang dicintai rakyatnya di Thailand. Mereka semua menjadi energi penggerak yang luar biasa bagi bangsanya.

Kita tentu sangat berharap kepada Presiden Indonesia sekarang Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mampu mengambil peran tersebut. Periode pertama Kepresidenannya 2004-2009 telah sukses dilalui. Harapan besar kita sematkan untuk periode 2009-2014. Tetapi semua itu memerlukan sikap pantang meyerah, persatuan dan kebersamaa serta menjaga jati diri bangsa. Kata-kata ini diucapkan SBY pada saat penyelenggaraan National Summit. Sikap seperti itu pula yang ditunjukkan oleh negara-negara yang telah maju termasuk tetangga kita yang telah lebih maju dari kita.

Dapatlah kita sebutkan bahwa salah satu faktor penting untuk membawa kemajuan bangsa adalah adanya pemimpin yang memiliki visi, cerdas dan berkarakter. Namun, untuk menunjang kemajuan diperlukan pula suatu sistem yang kuat seperti kepastian hukun, iklim investasi yang menunjang dan berorientasi pada teknologi. Berikutnya sistem pendidikan yang mampu membangun manusia unggul, pengelolaan sumber daya alam yang tepat. Sebagai pendukung diperlukan Sistem Ketahan Enerji dan Pangan yang mampu membuat kita mandiri dan tidak tergantung pada negara lain.

Kita berharap semoga tesis Mochtar Lubis tentang manusia Indonesia yang bersifat negatif untuk sekarang dan kedepan tidak terbukti lagi. Dan optimislah bahwa kita akan menjadi bagian dari negara-negara maju dunia pada suatu waktu nanti. Semoga.

Tidak ada komentar: