Rabu, 11 November 2009

REPUBLIC OF CILUKBA : ANTARA CICAK, PELANDUK DAN BUAYA

Sebetulnya penulis agak enggan mengulas tentang Cicak dan Buaya, terlebih-lebih telah sangat banyak orang yang mengulasnya. Mengingat kepenatan dalam pemberantasan korupsi akhir-akhir ini, entah ini sebuah kenyataan, mimpi, atau sesuatu yang dibuat-buat entah rekayasa entah skenario, kita melihat panggung sandiwara sedang berlangsung dengan aktor utama cicak dan buaya. Kita sudah sampai hampir muntah menyaksikannya, bagaimana dalam kondisi mau muntah ini kita harus menulis, pasti yang keluar adalah sesuatu yang menjijikan. Untuk tidak membuat jijik maka antara Cicak dan Buaya diselipkan Pelanduk.

Mengapa penulis tergerak untuk mengulas hal ini? Berawal dari permintaan kepada penulis untuk menyampaikan presentasi tentang TRANSFORMASI ORGANISASI dikaitkan dengan budaya baru dan bagaimana karyawan melakukan transformasi secara personal/psikologis.

Sikap karyawan dalam menghadapi transformasi dapat diumpamakan kdalam tiga bentuk sikap dan perilaku, yaitu berperilaku seperti CICAK, berperilaku seperi PELANDUK atau berperilaku seperti BUAYA. Sehingga presentasi penulis diberi judul REPUBLIC OF CILUKBA alias Republik dimana hidup Cicak, Pelanduk dan Buaya.

Dalam sebuah transformasi, yaitu perubahan untuk menuju sesuatu yang lebih baik, sikap seseorang bisa bermacam-macam. Seorang yang konvensional yang telah nyaman dengan berbagai tradisi yang sudah mapan merasa tidak perlu berubah, toch segala sesuatu yang ada sekarang dirasakannya baik-baik saja. Pada titik ekstrim yang lain seorang yang progresif merasa perubahan harus bahkan mutlak agar tetap eksis dan bisa jauh lebih maju. Bagi kaum moderat cenderung bertindak ditengah, kalau berubah ya jangan terlalu ekstrim, apa yang masih bisa dipertahankan ya dipertahankan, kalau pun harus berubah harus dilakukan secara gradual.

Ada pula yang menganggap transformasi sebagai sebuah keharusan karena adanya ancaman yang akan menghancurkan eksistensi organisasi apabila tidak segera berubah. Maka dalam menghadapi situasi seperti ini dapat muncul perilaku seperti Cicak, Pelanduk atau Buaya.

Cicak biasanya akan merayap namun pasti, akan bergerak di dinding yang terjal, tidak peduli bagaimana tingginya sebuah dinding. Kakinya menancap secara erat, dia bergerak secara pasti menuju ketinggian. Ketinggian adalah sebuah harapan, merayap adalah gerakan yang pasti. Cicak perumpamaan bergerak pasti meraih harapan. Ini merupakan salah satu bentuk sikap seseorang dalam menghadapi perubahan, bergerak kearah pencapaian harapan yang positif.

Ada juga yang bersifat bagaikan Pelanduk. Saat ada ancaman berupa perubahan maka ia akan berlari sekencang-kencangnya menjauhi perubahan tersebut. Ia cenderung mencari selamat dan menghindari tersentuh perubahan yang ada. Lakon seperti itu dapat pula disaksikan sehari-hari dilingkungan kita. Terlihat sebagai perilaku orang yang enggan tersentuh dengan perubahan, bahkan berlari menjauhi dan cenderung cari selamat.

Perilaku berikutnya adalah bagaikan buaya. Buaya dapat hidup di air dan darat. Saat tertentu ia berada di air dan kadangkala muncul di darat. Ia ke darat mencari mangsanya dengan cara mengendus-endus. Jika ada ancaman ia berlari ke air menyelam, berlindung bersama teman-temannya mencari selamat. Setelah aman, muncul lagi ke darat dan dengan licik memangsa korbannya dengan menerkam secara tidak terduga. Dalam perubahan ada pula orang yang berperilaku bagaikan buaya. Pada hakekatnya mereka menolak perubahan, namun dengan licin menghindari perubahan dan bila ada kesempatan akan menerkam perubahan itu sendiri. Perubahan akan dianggap ancaman, buaya berusaha mematikannya.

Demikianlah dalam menghadapi transformasi atau perubahan ada yang berperilaku seperti cicak, pelanduk dan buaya. Saat ini siapa Cicak, siapa Buaya sudah jelas, namun siapakah yang menjadi Pelanduknya? Adakah yang bisa menjelaskan?

Tidak ada komentar: