Sexual Deviation atau Penyimpangan Seksual merupakan fenomena umum yang sekarang semakin marak terjadi. Hubungan seksual yang biasanya dilakukan secara sah oleh suatu pasangan dan dilakukan dalam ruang private, sekarang mulai dilakukan secara bebas dan bahkan telah keluar dari batas-batas privasi seseorang serta dapat menjadi konsumsi publik.
Sexual (seksual) merupakan istilah yang merujuk pada aktivitas yang terkait dengan sensasi-sensai organis dari perangsangan organ-organ penerima dalam erogenous zones. Sedangkan deviation atau penyimpangan adalah suatu hal yang dilakukan berbeda dari standar referensi, norma atau nilai-nilai yang berlaku umum. Dalam konteks ini dikenal pula dengan apa yang disebut sebagai sexuality, yang merujuk pada aspek mental dari totalitas sifat-sifat seks primary dan secondary, kadang-kadang digunakan dalam arti semi patologis dari perkembangan impuls seks yang berlebihan. Jadi, penyimpangan seksual dapatlah diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan hubungan seksual yang dilakukan secara berbeda atau menyimpang dari standar referensi, norma atau nilai yang berlaku umum.
Suatu aktivitas atau hubungan seksual yang sehat biasanya harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Dilakukan dengan senang hati, tanpa keterpaksaan dari kedua-belah pihak atau pasangan.
2. Tidak memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisik dan psikologis baik pada saat aktivitas tersebut berlangsung atau setelah aktivitas tersebut berlangsung.
3. Sesuai dengan standar, norma dan nilai-nilai yang dianut oleh kedua-belah pihak atau pasangan.
Namun, dalam berbagai hal sering terlihat salah satu, dua atau kesemua syarat tersebut tidak terlaksana dengan semestinya, sehingga hal ini menimbulkan apa yang disebut dengan penyimpangan seksual. Penyebabnya sangat beragam mulai dari faktor psikologis, fisik, sosial, budaya bahkan terkait dengan kepentingan ekonomi dan kekuasaan.
Sebagian besar permasalahan penyimpangan seksual terjadi karena faktor psikologis. Salah satu kajian penting dalam terhadap penyimpangan seksual dapat dipahami melalui pendekatan psikoanalisis yang sangat menekankan pengkajian terhadap kehidupan masa awal seseorang (balita). Seringkali penyimpangan seksual dimulai dengan terjadinya trauma yang berkaitan dengan seksual pada saat awal kehidupan seseorang. Sexual trauma merupakan suatu shok secara emosi yang dialami pada masa kanak-kanak awal dan dalam teori psikoanalitis lama dianggap sebagai suatu penyebab yang menentukan kehidupan seksual seseorang saat dewasa. Kadang-kadang trauma seksual ini dikaitkan dengan gangguan histeria, namun diantara para ahli masih berbeda pendapat terhadap hal tersebut.
Dalam konteks ini perlu dipahami pula apa yang disebut dengan sexual instinct dan sexual latency. Sexual inxtinct adalah seluruh hal yang terkait dengan impuls perangsangan termasuk yang berkaitan dengan seksual, namun sexual instinct ini sering ditentang oleh ego instinct, sehingga sering terjadi proses tarik menarik dalam diri seseorang antara dorongan penyaluran seksualnya dengan egonya atau akal sehat yang berkaitan dengan realitas.
Sexual latency adalah suatu periode perkembangan psikologis seseorang, kira-kira antara 5-6 tahun sampai dengan pubertas, dimana periode antara usia ini sampai dengan memasuki masa dewasa secara seksualitas terjadi jeda dari perkembangan seks. Jadi konkritnya selama periode 0 tahun sampai dengan 5-6 tahun terjadi proses pembentukan fondasi dan orientasi seksualitas seseorang, setelah itu akan memasuki masa laten sampai dengan tahap memasuki dewasa awal atau remaja. Saat memasuki masa remaja akan terjadi ledakan dorongan seksual dan pada pribadi normal ditandai dengan ketertarikan yang intens terhadap lawan jenis.
Perkembangan seksual seseorang sangat terkait erat dengan sex character, yaitu setiap ciri-ciri anatomis, fisiologis, psikologis yang membedakan jenis kelamin. Sexual charaxter ini diklasifikasikan dalam primary dan secondary. Primary berhubungan dengan fungsi-gungsi reproduksi dan secondary tidak berhubungan langsung dengan reproduksi.
Dalam perkembangannya, sangat mungkin pula terjadi proses pelambatan perkembangan seksual. Hal ini sering disebut dengan sexual infantilism, yaitu perlambatan dalam perkembangan sifat-sifat seksual, primary atau secondary, walaupun usia pubertas sudah dicapai, namun perkembangan aspek seksual belum mengikuti secara sesuai, bahkan sangat mungkin terjadi kemunduran dalam aspek perkembangan seksual seseorang.
Jika diurut penyimpangan sexual dapat dilacak mulai dari sexual instinct, sexual character, sexual feeling dan sexual behavior. Sexual instinct merupakan aspek yang tersembunyi yang tidak dapat dilihat secara terbuka. Sexual character sebagian dapat diamati. Hal tersebut semakin jelas pada tahap sexual feeling, yaitu mencakup perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang dialami oleh anggota-anggota satu jenis kelamin terhadap jenis kelamin yang lain yang diakibatkan oleh perbedaan jenis kelamin. Sexual behavior merupakan gambaran utuh mengenai refleksi dari dorongan seksual seseorang. Penyimpangan akan sangat jelas terlihat pada bentuk-bentuk perilaku yang ditunjukkan.
Dalam kajian yang lebih modern yang sedikit berbeda dengan pendekatan psikoanalitis konvensional, faktor lingkungan dipercaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemunculan suatu penyimpangan. Seperti kasus bestiality, yaitu melakukan hubungan seks dengan hewan, pelakunya sering sekali mereka yang sehari-hari berhubungan secara intensif dengan hewan, seperti diperternakan, klinik hewan atau yang suka memelihara hewan. Demikian pula fobia yang berhubungan dengan seksual, selain faktor pengalaman, peran lingkungan memberikan pengaruh yang kuat pula.
Kasus-kasus kekerasan yang terkait dengan seksual seperti sadism dan masokism sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil, dimana yang bersangkutan pernah menyaksikan perilaku tersebut secara intens atau bahkan menjadi korban dari perlakuan tersebut. Kemudian karena ada rangsangan seksual yang mengiringi saat peristiwa kekerasan tersebut terjadi maka terjadilah proses asosiasi yang kemudian diadopsi menjadi perilaku yang bersangkutan dan terus tumbuh dan berkembang saat dewasa. Konkritnya terjadi proses asosiatif antara kenikmatan dengan kekerasan. Sadism dan masokism dikaitkan pula oleh dorongan agresi dan kehendak untuk berkuasa. Apabila ia seorang yang memiliki kapasitas kekuasaan yang cukup (superior) maka kesenangan seksual dibarengi dengan perilaku menyakiti sehingga yang bersangkutan disebut sebagai seorang yang sadism. Apabila yang bersangkutan tidak memiliki kapasitas kekuasaan yang cukup (inferior) maka dorongan agreasi dan berkuasanya ditransfer kepada pasangannyan, kemudian kesenangan seksualnya akan dibarengi pula oleh kesediaan atau kebutuhan untuk disakiti, perilaku ini disebut dengan masokism. Dalam beberapa kasus individu dapat mengidap kedua gejala tersebut, artinya dapat sebagai pribadi yang sadis sekaligus masokis. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pada fase perkembangan seksulitasnya ia mengadopsi kedua perilaku tersebut kedalam dirinya.
Berbagai bentuk penyimpangan seksual lainnya dapat diurai dinamikanya dengan melacak kehidupan seksual seseorang ditahap awal perkembangannya, melakukan analisis pola asuh dan melakukan analisis terhadap lingkungan kehidupannya. Kebutuhan terapi biasanya menyertakan tentang riwayat kehidupan seseorang, informasi tentang lingkungan dan analisis psikologis terhadap kepribadiannya.
Sexual (seksual) merupakan istilah yang merujuk pada aktivitas yang terkait dengan sensasi-sensai organis dari perangsangan organ-organ penerima dalam erogenous zones. Sedangkan deviation atau penyimpangan adalah suatu hal yang dilakukan berbeda dari standar referensi, norma atau nilai-nilai yang berlaku umum. Dalam konteks ini dikenal pula dengan apa yang disebut sebagai sexuality, yang merujuk pada aspek mental dari totalitas sifat-sifat seks primary dan secondary, kadang-kadang digunakan dalam arti semi patologis dari perkembangan impuls seks yang berlebihan. Jadi, penyimpangan seksual dapatlah diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan hubungan seksual yang dilakukan secara berbeda atau menyimpang dari standar referensi, norma atau nilai yang berlaku umum.
Suatu aktivitas atau hubungan seksual yang sehat biasanya harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Dilakukan dengan senang hati, tanpa keterpaksaan dari kedua-belah pihak atau pasangan.
2. Tidak memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisik dan psikologis baik pada saat aktivitas tersebut berlangsung atau setelah aktivitas tersebut berlangsung.
3. Sesuai dengan standar, norma dan nilai-nilai yang dianut oleh kedua-belah pihak atau pasangan.
Namun, dalam berbagai hal sering terlihat salah satu, dua atau kesemua syarat tersebut tidak terlaksana dengan semestinya, sehingga hal ini menimbulkan apa yang disebut dengan penyimpangan seksual. Penyebabnya sangat beragam mulai dari faktor psikologis, fisik, sosial, budaya bahkan terkait dengan kepentingan ekonomi dan kekuasaan.
Sebagian besar permasalahan penyimpangan seksual terjadi karena faktor psikologis. Salah satu kajian penting dalam terhadap penyimpangan seksual dapat dipahami melalui pendekatan psikoanalisis yang sangat menekankan pengkajian terhadap kehidupan masa awal seseorang (balita). Seringkali penyimpangan seksual dimulai dengan terjadinya trauma yang berkaitan dengan seksual pada saat awal kehidupan seseorang. Sexual trauma merupakan suatu shok secara emosi yang dialami pada masa kanak-kanak awal dan dalam teori psikoanalitis lama dianggap sebagai suatu penyebab yang menentukan kehidupan seksual seseorang saat dewasa. Kadang-kadang trauma seksual ini dikaitkan dengan gangguan histeria, namun diantara para ahli masih berbeda pendapat terhadap hal tersebut.
Dalam konteks ini perlu dipahami pula apa yang disebut dengan sexual instinct dan sexual latency. Sexual inxtinct adalah seluruh hal yang terkait dengan impuls perangsangan termasuk yang berkaitan dengan seksual, namun sexual instinct ini sering ditentang oleh ego instinct, sehingga sering terjadi proses tarik menarik dalam diri seseorang antara dorongan penyaluran seksualnya dengan egonya atau akal sehat yang berkaitan dengan realitas.
Sexual latency adalah suatu periode perkembangan psikologis seseorang, kira-kira antara 5-6 tahun sampai dengan pubertas, dimana periode antara usia ini sampai dengan memasuki masa dewasa secara seksualitas terjadi jeda dari perkembangan seks. Jadi konkritnya selama periode 0 tahun sampai dengan 5-6 tahun terjadi proses pembentukan fondasi dan orientasi seksualitas seseorang, setelah itu akan memasuki masa laten sampai dengan tahap memasuki dewasa awal atau remaja. Saat memasuki masa remaja akan terjadi ledakan dorongan seksual dan pada pribadi normal ditandai dengan ketertarikan yang intens terhadap lawan jenis.
Perkembangan seksual seseorang sangat terkait erat dengan sex character, yaitu setiap ciri-ciri anatomis, fisiologis, psikologis yang membedakan jenis kelamin. Sexual charaxter ini diklasifikasikan dalam primary dan secondary. Primary berhubungan dengan fungsi-gungsi reproduksi dan secondary tidak berhubungan langsung dengan reproduksi.
Dalam perkembangannya, sangat mungkin pula terjadi proses pelambatan perkembangan seksual. Hal ini sering disebut dengan sexual infantilism, yaitu perlambatan dalam perkembangan sifat-sifat seksual, primary atau secondary, walaupun usia pubertas sudah dicapai, namun perkembangan aspek seksual belum mengikuti secara sesuai, bahkan sangat mungkin terjadi kemunduran dalam aspek perkembangan seksual seseorang.
Jika diurut penyimpangan sexual dapat dilacak mulai dari sexual instinct, sexual character, sexual feeling dan sexual behavior. Sexual instinct merupakan aspek yang tersembunyi yang tidak dapat dilihat secara terbuka. Sexual character sebagian dapat diamati. Hal tersebut semakin jelas pada tahap sexual feeling, yaitu mencakup perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang dialami oleh anggota-anggota satu jenis kelamin terhadap jenis kelamin yang lain yang diakibatkan oleh perbedaan jenis kelamin. Sexual behavior merupakan gambaran utuh mengenai refleksi dari dorongan seksual seseorang. Penyimpangan akan sangat jelas terlihat pada bentuk-bentuk perilaku yang ditunjukkan.
Dalam kajian yang lebih modern yang sedikit berbeda dengan pendekatan psikoanalitis konvensional, faktor lingkungan dipercaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemunculan suatu penyimpangan. Seperti kasus bestiality, yaitu melakukan hubungan seks dengan hewan, pelakunya sering sekali mereka yang sehari-hari berhubungan secara intensif dengan hewan, seperti diperternakan, klinik hewan atau yang suka memelihara hewan. Demikian pula fobia yang berhubungan dengan seksual, selain faktor pengalaman, peran lingkungan memberikan pengaruh yang kuat pula.
Kasus-kasus kekerasan yang terkait dengan seksual seperti sadism dan masokism sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil, dimana yang bersangkutan pernah menyaksikan perilaku tersebut secara intens atau bahkan menjadi korban dari perlakuan tersebut. Kemudian karena ada rangsangan seksual yang mengiringi saat peristiwa kekerasan tersebut terjadi maka terjadilah proses asosiasi yang kemudian diadopsi menjadi perilaku yang bersangkutan dan terus tumbuh dan berkembang saat dewasa. Konkritnya terjadi proses asosiatif antara kenikmatan dengan kekerasan. Sadism dan masokism dikaitkan pula oleh dorongan agresi dan kehendak untuk berkuasa. Apabila ia seorang yang memiliki kapasitas kekuasaan yang cukup (superior) maka kesenangan seksual dibarengi dengan perilaku menyakiti sehingga yang bersangkutan disebut sebagai seorang yang sadism. Apabila yang bersangkutan tidak memiliki kapasitas kekuasaan yang cukup (inferior) maka dorongan agreasi dan berkuasanya ditransfer kepada pasangannyan, kemudian kesenangan seksualnya akan dibarengi pula oleh kesediaan atau kebutuhan untuk disakiti, perilaku ini disebut dengan masokism. Dalam beberapa kasus individu dapat mengidap kedua gejala tersebut, artinya dapat sebagai pribadi yang sadis sekaligus masokis. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pada fase perkembangan seksulitasnya ia mengadopsi kedua perilaku tersebut kedalam dirinya.
Berbagai bentuk penyimpangan seksual lainnya dapat diurai dinamikanya dengan melacak kehidupan seksual seseorang ditahap awal perkembangannya, melakukan analisis pola asuh dan melakukan analisis terhadap lingkungan kehidupannya. Kebutuhan terapi biasanya menyertakan tentang riwayat kehidupan seseorang, informasi tentang lingkungan dan analisis psikologis terhadap kepribadiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar