Jumat, 22 Januari 2010

MODAL SECUKUPNYA MEMBERI YANG TERBAIK

Kemarin tanggal 21 Januari 2010 penulis berkesempatan megikuti HRMPA 1st Annual Conference di Jakarta Convention Center. HRMPA adalah Human Resorces Professional Association yang mewadahi komunitas profesional SDM. Pada konferensi yang pertama kali ini HRMPA mengambil topik "Leading Business Through Professional Human Resources." Banyak makalah yang dibahas dalam kegiatan tersebut dengan pembicara yang mumpuni.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengutip salah satu sesi yang menarik yaitu pada saat sesi penutup. Sesi ini menghadirkan pembicara Palgunadi T. Setiawan yang membawakan topik tentang spiritualitas. Ulasan beliau sangat menarik dan menggugah kesadaran spiritualitas kita.

Pak Palgunadi mengintrodusir pemaparannya dengan menceritakan sedikit kisah tentang pengalamannya di ASTRA. Hal yang menarik adalah saat beliau menceritakan tentang Alm. Michael D. Ruslin petinggi Astra yang baru saja berpulang pada hari Rabu sebelumnya. Beliau mengenang Michael sebagai pribadi rendah hati yang memiliki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa. Pribadi yang tidak berambisi terhadap jabatan namun lebih fokus pada karya apa yang bisa diberikan agar bermanfaat bagi orang lain. Ternyata Michael bebarapa hari sebelumnya telah menyiapkan sendiri kavling pemakamannya di San Diego Hill tanpa diketahui oleh keluarganya. Ia sebetulnya membeli kavling tersebut untuk keluarganya dan ternyata ia adalah pengguna yang pertama dari kavling pemakaman yang dipesannya.

Menurut Palgunadi, Michael memiliki pemikiran jauh kedepan, seorang yang mampu mengoptimalkan apa yang dimiliki namun selalu berpikir bagaimana berkarya yang mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain. Inilah menurut Palgunadi esensi spiritualitas yang sesungguhnya - bagaimana menjadi makhluk Tuhan yang bersyukur dan kemudian mengabdikan diri dan karyanya bagi orang banyak.

Palgunadi mengatakan hal ini berkaitan dengan konsep syukur. Kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki dengan cara salah satunya adalah merasa cukup. Apakah ini bertentangan dengan perilaku achiever? atau perilaku untuk membuat target yang menantang? Menurut Palgunadi tidak sama sekali. Kita harus mensyukuri dengan apa yang kita miliki dengan merasa cukup. Namun, dalam konteks memberi dan bermanfaat bagi orang lain harus senantiasa ditingkatkan, mungkinkah? Sangat mungkin.

Inilah fitrah sejati manusia. Manusia bukan mesin yang senantiasa harus diukur dengan konsep input-output. Manusia memiliki fitrah dengan kemampuan memproses segala sesuatu dengan dorongan spiritualitasnya dan hasilnya akan menjadi berlipat ganda. Jika anda makan cukup tiga kali maka anda anda berkarya dengan baik tanpa tergantung apakah anda harus makan lima kali atau sepuluh kali. Cukup disini maknanya adalah cukup dalam batas kewajaran, dalam batas kemanusiaan yang wajar.

Jadi esensi spiritualitas adalah kita paham sebagai makhluk Tuhan dan berkewajiban mengedepankan rasa syukur. Rasa syukur dengan cara merasa cukup namun harus meningkatkan nilai kemanfaatan kita bagi orang lain dan lingkungan. Kita harus merasa memiliki modal yang cukup, namun mampu memberi yang terbaik. Dan kita pun harus menyadari bahwa ketamakan manusia tidak pernah mengenal kata cukup. Ketamakan adalah antitesa dari rasa syukur. Jadi spiritualitas sangat tergantung dari rasa kebersyukuran yang dimiliki.

Tidak ada komentar: