Minggu, 14 November 2010

EMPLOYEE ENGAGEMENT


Pada akhir Oktober 2010 lalu penulis berkesempatan mengikuti Seminar Employee Engagement di Barcelona Spanyol. Seminar ini diselenggarakan oleh Teneo. Seminar diikuti oleh para profesional dan eksekutif bidang pengelolaan HR dari berbagai negara dan perusahaan.

Employee Engagement adalah salah satu isu terkini yang berkembang dalam pengelolaan SDM. Engagement sendiri merupakan kekuatan yang mengikat antara perusahaan dan karyawan baik secara emosional, rasional maupun motivasional yang mampu mendorong kinerja optimal individu sehingga membuat perusahaan mampu mencapai tujuannya memiliki keunggulan bersaing. Dalam pengertian lain employee engagement disebutkan sebagai suatu hubungan yang luas dan mendalam antara karyawan dengan perusahaan yang menghasilkan suatu kemauan yang kuat bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik melebihi apa yang diharapkan agar perusahaannya sukses.

Definisi lain dari William H. Macey, Ph.D. (Valtera) mengatakan bahwa engagement adalah kesadaran dan kesediaan individu untuk memfokuskan seluruh energi, menunjukkan personal inisiatif, kemauan adaptasi, berusaha keras dan gigih untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Berdasarkan pemahaman diatas proses engagement diberbagai perusahaan berkembang secara dinamis dan secara umum yang tadinya bergerak dalam ranah transaksional menjadi transformational. Hal yang tadinya sekedar bersifat formal berubah menjadi sesuatu yang lebih membudaya. Untuk itu, suatu perusahaan hendaknya tidak hanya terbatas melaksanakan survey engagement tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengkaitkannya dengan budaya dan strategi perusahaan.

Organisasi yang cerdas seharusnya mampu menggerakkan konstruksi dasar engagement kearah yang lebih fokus untuk secara nyata mendorong meningkatnya kinerja perusahaan. Kunci dari hal ini adalah kemampuan para pengelola perusahaan (manager) menggerakkan orang-orangnya agar mampu berkontribusi secara maksimal melalui kesadaran yang dibangun dari proses engagement management. Karyawan secara sadar dan rela memberikan yang terbaik dari yang dimilikinya untuk mendukung keberhasilan perusahaan merupakan kunci dari engagement yang berhasil. Kajian terkini terkait dengan Employee Engagement meliputi topik-topik sebagai berikut:

1. The journey from transactional to transformational engagement.

Proses dari transaksional menuju transformational engagement merupakan suatu perjalanan yang membutuhkan penyesuaian yang terus menerus dari perusahaan terhadap berbagai perkembangan baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Hay Group sebagai sebuah perusahaan konsultan ternama mencoba mengkaji hal ini secara menerus dengan mengamati perkembangan yang terjadi diberbagai perusahaan.

2. Engaging for success: The MacLeod review and after.

Kajian tentang bagaimana engagement dapat mendorong kesuksesan organisasi yang diteliti oleh David Macleod dan Nita Clarke di Pemerintahan Inggris pada tahun 2009. Studi ini mengamati secara komprehensif tentang manfaat employee engagement terhadap organisasi dan individu. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara engagement dengan produktivitas. Produktivitas merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung kesuksesan organisasi.

Selain itu dengan memiliki transformasi yang potensial, perusahaan dan karyawan harus bekerjasama, sehingga perusahaan harus menempatkan karyawan yang mempunyai komitmen tinggi dijantung perusahaan (posisi yang strategis), maka akan meningkatkan kinerja perusahaan.

Salah satu caranya dengan membangun hubungan yang harmonis antara perusahaan dan karyawan, Respek antara keduanya merupakan jantung (inti) dari keberhasilan dalam menghadapi competitive advantage.

3. From absence to attendance in Royal Mail.
Kemangkiran merupakan isu yang penting dan membuat kinerja organisasi menurun. Kemangkiran ditengarai juga merupakan akibat lain dari lemahnya engagement. David Stephenson Group head of OD Royal Mail Group mencoba mengkaji hal ini. Menurutnya kunci utama mengatasi kemangkiran adalah dengan cara memberdayakan manager lini. Hasil dari mengatasi masalah ketidakhadiran karyawan ini mampu menghemat perusahaan secara sangat signifikan, di Royal Mail Gropu mampu menghemat sampai dengan 80 juta Pound Sterling.

Salah satu caranya adalah meraih perhatian karyawan, menolong dan mendukung karyawan serta mengarahkannya kearah yang lebih baik, demostrasikan bahwa perusahaan care terhadap karyawan.

4. Investors in vitality, in pursuit of vital workplaces.

Studi ini berkaitan dengan bagaimana memberdayakan lingkungan kerja agar karyawan merasa lebih nyaman sekaligus memiliki keterikatan yang tinggi dengan lingkungan kerjanya. Studi ini dilakukan di Unilever oleh Andy Iwaniec. Bekerja harus berfokus pada hasil. Untuk mendapatkan cara kerja yang baik perlu dilakukan penelitian disertai best practices. Hasil dari penelitian dan best practices ini digunakan untuk rencana pengembangan yang bertujuan memperbaiki metoda kerja secara lebih baik (improvement). Perlu memanfaatkan dan mengambil pelajaran dari data-data yang ada, kemudian keseluruhan data ini digunakan sebagai bahan umpan balik untuk meningkatkan kinerja (performance). Salah satu cara untuk improvement tersebut adalah dengan mendengar “voice of employees”.

5. People strategies to support corporate objectives.

Alex Merrylees dari Virgin Atlantic bersama dengan Steven Buck dari CLC Genesee menerapkan bagaimana strategi mengelola karyawan untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Diperlukan pembentukan dan pelaksanaan strategi bagi karyawan yang baru, yang intinya adalah menyelaraskan seluruh potensi karyawan untuk memperkuat pencapaian visi perusahaan. Selain itu perusahaan dapat mengarahkan karyawan yang mempunyai potensi bagus, agar dapat mengambil tindakan yang tepat pada ujung tombak layanan.

6. The future of engagement : leveraging employee insights to drive performance.

Pada masa depan, kita hidup dalam dimensi waktu yang kompleks. Paradigma kerja baru muncul dan organisasi berubah untuk menyesuaikan kompetisi yang ada, perubahan regulator dan lingkungan bisnispun pada akhirnya mempengaruhi kebijakan perusahan. Inti pemaparan dari studi ini adalah bagaimana mengelola engagement dimasa depan. Hal ini dikaitkan dengan peran karyawan untuk mendukung secara prima peningkatan kinerja perusahaan. Kunci utamanya adalah pada peran Senior Leader, dimana perilaku Senior Leader akan berpengaruh penting terhadap level engagement karyawan.

Diharapkan para Senior Leader memahami bagaimana dampak perilaku mereka sendiri dapat mempengaruhi karyawan.

Agar perusahan dapat bertahan dimasa depan, salah satunya melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempertahankan dan menarik karyawan yang terbaik
b. Menjaga karyawan yang memiliki talent
c. Memotivasi karyawan diatas dan berikan yang terbaik
d. Monitor tingkat kesejahteraan karyawan
e. Fasilitas dan benefit harus lebih unggul dari pasaran dan melebihi dari kompetitor, agar tidak mudah dibajak

7. Engagement through self managed leadership.

Self leadership berperan penting terhadap engagement. Bagaimana kita mengelola diri kita sendiri memiliki dampak terhadap level engagement. Self leadership merupakan hal penting untuk mendorong kekompakan diantara leader. Dan solidnya hubungan antara leader akan mampu menciptakan iklim kerja yang sehat, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap level engagement karyawan dan mampu mendorong kinerja organisasi secara signifikan.

8. Being engaged does not mean you have to be married : Engagement at Nokia.

Nokia telah mengimplementasikan Employee Engagement selama bertahun-tahun, ini adalah tentang inklusivitas dan dilakukan secara 2 arah: apa yang ada didalamnya bagi karyawan dan apa yang ada didalamnya bagi perusahaan.

Implementasi Engagement adalah bagian dari strategi untuk mengetahui orang dan dilakukan sensus setiap tahun dengan nama “Mendengarkan Anda” (kalau di Telkom survey satisfaction index atau survey Employee Engagement) untuk setiap karyawan diseluruh dunia.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan Engagement, karena Nokia meyakini dengan Engagement merupakan penggerak utama bisnisnya, melalui proses secara holistik dengan pengumpulan, berbagi, bertindak atas data Engagement dengan fokus pada frame tindakan dalam konteks bisnis, kemudian kembali mengukur. Selanjutnya, apabila berhasil, itu bertanda bekerja sangat baik, dengan harapan implementasi Engagement menjadi tetap dan untuk berlangsung lama.

9. Engagement Employees at Rio Tinto.

Dampak dari karyawan yang baik dalam mengukir keberhasilan suatu perusahaan, telah lama dimengerti di Rio Tinto, namun untuk mengkuantisir, mengukur dan mendorong Employee Engagement adalah pendekatan baru untuk organisasinya.

Dalam kajian ini John Bell memberikan menyampaikan bagaimana Rio Tinto telah menggunakan ukuran-ukuran untuk mengimplementasikan program Employee Engagement dan tantangan-tantangan yang dihadapi.

Salah satunya mengukur hubungan antara kinerja organisasi dan Employee Engagement, fokus pada yang sedikit dan tidak pada yang banyak, untuk menumbuhkan Employee Engagement harus melibatkan seluruh karyawan.

10. Re-connecting engagement to business strategy in a post recession economy.

Dalam menghadapi resesi ekonomi kemampuan perusahaan untuk bertahan diantaranya ditentukan oleh kemampuan menerapkan strategi bisnis secara tepat. Untuk membuat strategi tersebut berdaya perlu dilakukan koneksi kembali antara engagement dengan strategi bisnis. Dalam melakukan koneksi kembali ini perlu dirancang suatu budaya engagement yang mampu mendorong kinerja organisasi.

12. The power of getting it right.

Studi ini dilakukan di Standard Chartered Bank oleh Ana Herrera Head of Employee Engagement. Studi ini menunjukan pentingnya melakukan segala sesuatu yang tepat. Dimulai dari analisa tujuan dan kebutuhan yang tepat. Dilanjutkan dengan membuat perencanaan yang sejalan dengan tujuan bisnis. Untuk menjamin terlaksananya hal tersebut secara baik diperlukan upaya membangun ownership engagement karyawan.

13. Building the engagement culture.

Membangun budaya engagement merupakan yang hal penting untuk menjamin kontribusi yang maksimal dan terus menerus dari karyawan. Hal ini harus dimulai dengan dengan konsep dasar bahwa engagement harus diposisikan sebagai suatu sebuah konstruk yang unik. Terkait dengan budaya, dua komponen dari engagement perlu dikelola secara khusus. Kedua komponen tersebut adalah feelings dan behavior. Feeling fokus pada semangat, sikap antusias dan memahami urgensi kepentingan organisasi. Sedangkan behavior fokus pada kegigihan, proaktif dan kemampuan mengembangkan cara-cara yang adaptif untuk mengembangkan peran yang dibutuhkan oleh organisasi.

14. Removing the blockers to engagement.

Jonathon Scott CEO dari EMIC mengamati banyak organisasi yang mencoba untuk melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan engagement tapi gagal mencapai tujuan yang mereka harapkan. Jonathon mencoba menawarkan pendekatan baru untuk mengatasi hambatan penerapan engagement. Untuk itu diperlukan identifikasi dari sikap resisten karyawan. Peran Senior leader disini sangat penting untuk membangun kesadaran karyawan. Untuk menjamin bahwa engagement berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan diperlukan peningkatan secara terus menerus upaya untuk melayani pelanggan dan tetap inovatif.

Tidak ada komentar: