Mengapa sebuah bangsa bisa jauh lebih maju dibandingkan dengan bangsa lainnya? Demikian pula dengan masyarakat, keluarga maupun individu mengapa ada yang bisa lebih maju atau pun berhasil dibandingkan dengan yang lainnya? Pertanyaan ini sering mengusik benak kita, mengapa ada yang lebih sukses dibandingkan dengan yang lainnya?
Dari hasil observasi, penelaahan dan pendapat dari berbagai tokoh besar yang berhasil sukses, setidaknya menurut penilaian sebagian orang, maka ditemukan prinsip-prinsip kemajuan sebagai berikut :
1. Adanya visi jangka panjang terhadap apa yang ingin dicapai.
2. Adanya misi yang mendukung pencapaian visi tersebut.
3. Investasi terhadap sumber daya manusia yang besar berupa pendidikan dan pengembangan kompetensi.
4. Kemampuan untuk bertindak efisien dan efektif.
5. Jeli dalam melihat prioritas apa yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan (importancy) dan kesegeraan (urgency).
6. Membuat target, perencanaan, program yang realistis sekaligus menantang.
7. Senantiasa melakukan evaluasi terhadap program yang dilakukan dan melakukan perbaikan/peningkatan yang berkelanjutan (continous improvement).
8. Adanya "leadership" untuk memastikan ketujuh hal tersebut berjalan dengan baik.
Kedelapan hal diatas umumnya dilakukan oleh mereka yang dianggap maju dan berhasil, apakah itu sebuah bangsa, negara, masyarakat, keluarga maupun individu. Disamping kedelapan prinsip kemajuan diatas, dalam konteks negara dikenal pula dengan Human Development Index (HDI). Biasanya kemajuan sebuah negara dapat pula dilihat dari pencapaian Human Development Index (HDI).
Menurut Wikipedia HDI adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.
IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
• hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran
• Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).
• standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip kemajuan tersebut, termasuk memperhatikan human development index diharapkan menjadi modal untuk meraih keberhasilan hidup, selebihnya keberuntungan dan nasib baik pun turut mempengaruhi kesuksesan hidup. Keberuntungan dan nasib baik adalah domain Yang Maha Kuasa, untuk itu kehidupan spiritual dan berdoa perlu pula dilakukan untuk mendukung semua usaha yang dilakukan.