Berita harian Kompas tanggal 8
September 2014 dipojok kiri atas halaman pertama menampilkan sebuah judul
berita “Pendidikan Karakter Tak Mudah Diajarkan.” Pendidikan karakter disebut akan
menjadi fokus dalam kurikulum 2013. Ada 18 karakter yang ingin dikembang di SD,
SMP dan SMA. Menurut Kompas pendidikan karakter tak mudah diajarkan
dikelas-kelas sekolah sehingga agama sering menjadi pendekatan untuk mengajarkan
karakter. Beragam cara sekola-sekolah yang ada di seantero negeri menerapkan
pendidikan karakternya. Sebagian besar menerapkan pendidikan karakter melalui
pendidikan agama.
Kompas mengutip pendapat Direktur
Pendidikan Karakter Education Consulting yang mengkritik penilaian spiritual yang
juga terdapat di kurikulum 2013. Menurutnya hal itu menyebabkan agamanisasi
kurikulum. Selanjutnya seorang pengamat pendidikan dan anak, Seto Mulyadi
menyebutkan bahwa pada dasarnya semua anak punya rasa ingin tahu, jujur,
disiplin, dan karakter baik lainnya. Namun semua karakter baik itu bisa terus
tumbuh dalam diri anak tergantung dari contoh yang diberikan orangtua, guru,
dan masyarakat. Kak Seto menyebutkan “anak-anak kita sekarang banyak yang
kehilangan contoh dan keteladanan.”
Tampaknya ada kebingungan para
praktisi pendidikan bagaimana harus bersikap terhadap kurikulum 2013, utamanya
dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Tujuan yang baik untuk
mengutamakan pendidikan karakter belum ditindaklanjuti oleh upaya untuk
menerapkannya secara terstruktur, sistematis dan standar. Sehingga dalam
penerapannya di berbagai tempat berbeda-beda yang tentunya memberikan
pertanyaan bagi kita apakah keperbedaan cara penerapan tersebut akan memberikan
jaminan bahwa pendidikan karakter akan sesuai dengan tujuan yang sebenarnya.
Pada sisi lain Presiden terpilih
untuk periode 2014-2019, saat kampanye pemilihan presiden menelurkan sebuah
gagasan tentang Revolusi Mental. Menurut Kompas.com, Jokowi pertama
kali menyebut visi dan misi revolusi mental di Metro TV pada tanggal 24/4/2014.
Menurut Jokowi, negara Indonesia adalah negara besar. Namun, masyarakat Indonesia
sering tidak percaya diri saat menghadapi tantangan-tantangan zaman. Oleh sebab
itu, mindset rakyat Indonesia harus
diubah melalui kepemimpinan dirinya.
Jokowi pun pernah mengatakan "Kita
ini kan selalu bicara mengenai fisik dan ekonomi. Padahal, kekurangan besar
kita character building. Oleh sebab itu
saya sebut revolusi mental," ujarnya di luar pagar rumah dinas, Jalan
Taman Surapati 7 Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2014). Ungkapan ini
menunjukan begitu seriusnya perhatian Jokowi terhadap Revolusi Mental. Lebih
khusus lagi beliau mengaitkan ini dengan pembangunan karakter. Persoalan besar
bangsa kita adalah masalah integritas, peran karakter sangat penting dalam
menentukan integritas seseorang.
Tampaknya ada benang merah antara
pendidikan karakter dengan revolusi mental yang diusung oleh Jokowi. Saat menjelaskan
revolusi mental Jokowi menghubungkannya dengan pembangunan karakter. Menurut Jokowi
seorang pemimpin harus mampumampu membangun pola pikir sekaligus karakter positif di
masyarakat. Dalam konteks ini Jokowi
mengaitkan antara pola pikir dan karakter positif. Dalam logika ini pola pikir
yang baik akan membentuk karakter yang baik. Atau secara timbal balik dapat
pula kita katakan bahwa karakter yang baik akan membuat orang berpikir secara
baik.
Melihat pesan kurikulum 2013 yang
menekankan pendidikan karakter dan gagasan Jokowi tentang revolusi mental,
tampaknya kedua konsep itu bisa saling bersinergi atau bahkan melebur untuk
membangun manusia Indonesia yang unggul. Memang menilik dari terminologi katanya,
pendidikan karakter lebih kearah suatu proses bertahap yang dilakukan secara
sitematik dan terstruktur. Sedangkan revolusi mental lebih kearah suatu
perubahan yang cepat dan fundamental serta memberikan dampak signifikan dan
segera dirasakan.
Menurut Lickona (belajarpsikologi.com),
karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing),
sikap moral (moral felling), dan perilaku moral
(moral behavior). Berdasarkan ketiga
komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan
tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan
kebaikan. Pendidikan
karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang
dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui
pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter
yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah
suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Dalam hal revolusi mental, menurut Zilmahram (habahate.blogspot.com),
secara operasional revolusi mental dapat diartikan sebagai upaya untuk
melakukan perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan
bernegara yang akan membentuk pola pikir, sikap dan perilaku rakyat Indonesia
agar berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian
secara sosial budaya.
Jika menilik kedua pengertian diatas dapat dikatakan
pendidikan karakter berfokus pada individu sedangkan revolusi mental menyasar
lebih luas kepada masyarakat dan bangsa. Tentunya kedua konsep ini bisa saling
memperkuat, melengkapi, menyatu menjadi sesuatu yang tidak saling terpisahkan. Tentunya
diperlukan langkah-langkah yang lebih konkrit untuk mengsinergikan kedua hal
diatas. Pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang lebih otoritatif perlu
merumuskan lebih lanjut operasionalisasi kedua konsep diatas, pendidikan
karakter dan revolusi mental untuk mencapai manusia Indonesia yang unggul.