Susilo Bambang Yudhoyono atau yang populer dengan nama panggilan SBY dinyatakan sebagai Presiden terpilih Republik Indonesia untuk periode 2009-2014. Ini adalah periode kedua beliau sebagai Presiden. Tentu beliau memiliki berbagai kelebihan sehingga sebagian besar rakyat tetap memilihnya untuk menjadi presiden.
Beliau adalah seorang jenderal yang dikenal demokratis, intelek sekaligus seorang yang cukup religius. Religiusitas beliau tentunya dipengaruhi oleh orientasi spiritualitas yang membentuk dirinya menjadi seorang pribadi yang agamis.
Mengkaji spiritualitas SBY tentu bukan pekerjaan yang mudah. Tetapi setidaknya dari perilaku, tutur kata, tindakan dan berbagai tulisan maupun pidato beliau dapat kita analisa bagaimana gambaran spiritualitas SBY. Analisa ini memang tidak mengandalkan pada data primer namun lebih pada data sekunder seperti dari beberapa buku yang mengulas tentang SBY, berbagai pemberitaan media masa maupun hasil observasi dari media cetak dan elektronik.
Spiritualitas disini tidak terbatas pada aspek keagamaan namun tentu meliputinya. Spiritualitas dimaksudkan pada aspek yang lebih luas, pada hal-hal yang lebih esensial, immaterial dan substansif. Spiritualitas lebih mengacu pada nilai-nilai luhur yang dipedomani yang memandu perilakunya, sekaligus spiritualitas sebagai orientasi hidup yang menjadi tujuan dari semua perbuatannya. Spiritualitas menyangkut komitmen jangka panjang yang dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur, melampaui batas keduniaan dan materi, orientasi terhadap kemanusiaan sekaligus kesadaran akan adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh tata kehidupan. Spiritualitas meliputi aspek horizontal dalam hubungan dengan sesama makhluk dan aspek vertikal dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Mengatur.
Untuk menggambarkan bagaimana spiritualitas SBY, seorang teman dekatnya – Yahya Ombara – mengatakan sebagai berikut :
“SBY hanya akan berkomitmen pada segala kepentingannya dimasa kini demi kejayaannya di masa datang – bagi cita-cita mulia semua orang. Segala anasir dan prasyarat untuk itu akan dia lakukan sekalipun harus mengubah malam menjadi siang dan siang menjadi malam. Dia seperti gerhana …… Siapa saja yang berhubungan dengannya dalam derajad apapun harus bersiap-siap untuk seketika cerah ceria dan secepat kilat pula untuk gelap gulita ….. Dan dia tetap tampil “innoncense,” tanpa dosa ….. “
Pandangan tersebut diatas dengan tegas menggambarkan spiritualitas SBY yang memiliki komitmen jangka panjang. Aspek kemanusiaan terlihat pada pertimbangannya terhadap cita-cita mulia semua orang. Ia berkomitmen melakukan apapun yang terbaik meskipun harus mengubah siang menjadi malam dan sebaliknya. Ia pun memiliki pengaruh yang besar terhadap siapapun yang berhubungan dengannya namun iapun tetap memelihara integritas dirinya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Dr. Dino Patti Djalal, seorang yang sehari-harinya bekerja sangat dekat dengan SBY. Ia mengatakan bahwa SBY adalah seorang pemimpin yang mampu memancarkan enerji positif, yang memancarkan aura sehat dan terang, positivisme, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain, altruisme, good governance, gotong royong, politik santun, sikap moderat, sikap inklusif, pluralisme, multikuklturalisme, humanisme, filantropi, egalitarianisme, sikap sportif, toleransi, harmoni. Semua yang disampaikan Dr. Dino ini adalah dimensi spiritualitas yang ditunjukkan oleh SBY.
Jika ada yang mengkritik SBY dengan mengatakannya seolah-olah tidak cepat, tidak tegas, maka penulis yakini pula hal tersebut dipengaruhi oleh dimensi spiritualitas yang menuntunnya untuk bersikap hati-hati, tidak tergesa-gesa, tidak grasa-grusu. Ia lebih mengedepankan kualitas daripada kuantitas dan ini adalah aspek penting dari spiritualitas.
Jika keagamaan sebagai sebuah sistem nilai yang memandu perilaku menjadi bagian yang penting dari spiritualitas, kitapun dapat melihat bagaimana pandangan SBY terhadap agama khususnya agama yang ia anut yaitu Islam. Pada saat SBY menyampaikan pidato di Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud di Riyadh Arab Saudi pada tanggal 26 April 2006 ia mengatakan bahwa Agama (Islam) adalah pencerahan, pembebasan dan pemberdayaan. Umat harus menerima teknologi dan modernitas dan harus tergerak oleh budaya unggul. Agama membawa perdamaian, perkembangan dan kemajuan. Jika menginginkan kemajuan kita harus berpikir kedepan melebihi era sekarang. Umat harus menjadi pemecah masalah bukan penghambat masalah. Umat harus memiliki iman yang kuat dan bangga pada warisannya, digerakkan oleh pengetahuan menikmati kemajuan dan kesejahteraan.
Dalam kesempatan lain SBY mengatakan bahwa agama (Islam) membawa pesan damai dan menjadi rahmatan-lil-alamin. Setiap orang wajib berperan dan mempromosikan perdamaian pada semua tingkatan mulai dari keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Dimensi spiritualitas SBY jelas terlihat pada berbagai perilaku dan orientasi dirinya sebagaima yang diulas diatas terutama terlihat pada kepribadiaannya yang dalam istilah Dr. Dino Patti Djalal memberikan enerji positif.
Pada saat menerima penghargaan Hall of Fame di Fort Leavenworth Amerika Serikat pada tanggal 12 September 2005 dimana foto SBY terpampang disitu, SBY mengatakan :
“Apa yang saya harapkan ketika mereka melihat foto saya adalah bahwa mereka akan melihat jauh dibalik medali-medali dan jabatan saya sebagai Presiden, dan melihat wajah seorang laki-laki dari desa kecil di Jawa Timur yang tidak hanya berani untuk bermimpi, namun juga untuk percaya. Dan saya harap mereka mengingat bahwa kemenangan yang sesungguhnya bukanlah menjadi seorang Presiden, namun dalam banyaknya pelayanan yang kita berikan kepada negara. Dengan demikian, mereka yang melalui lorong-lorong ini akan ingat bahwa masing-masing dari kita mampu mencapai kemenangan kita sendiri.”
Kata-kata dahsyat SBY yang mengatakan bahwa kemenangan sesungguhnya bukanlah menjadi Presiden tetapi pada banyaknya pelayanan yang kita berikan, bukankah ini cerminan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi lingkungan dan orang lain. Ini menggambarkan orientasi spiritualitas yang mendalam bahwa orientasi kemanusiaan adalah unsur penting untuk membangun perilaku yang luhur.
Spiritualitas SBY yang dilandasi nilai-nilai luhur seperti positivisme, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain, altruisme, good governance, gotong royong, politik santun, sikap moderat, sikap inklusif, pluralisme, multikuklturalisme, humanisme, filantropi, egalitarianisme, sikap sportif, toleransi, harmoni mampu memberikan enerji positif bagi dirinya dan dirasakan oleh orang lain yang berinteraksi dengan dirinya.
Kitapun ingat pernah beberapa kali SBY menerima fitnah dari orang-orang tertentu terutama berkaitan dengan pencalonan dirinya menjadi Presiden baik pada tahun 2004 maupun 2009, termasuk sebelumnya fitnah yang pernah dilancarkan oleh seorang mantan anggota DPR yang kecewa dengan dirinya. SBY menghadapinya dengan sikap tenang dan tetap menghormati orang lain dan hukum. SBY memancarkan enerji positif dan menampilkan diri sebagai pribadi pemaaf. Sabar, tabah, ikhlas dan pemaaf ini merupakan wujud spiritualitas SBY dalam menghadapi permasalahan.
Sikap itu ditunjukan pula saat meghadapi berbagai bencana di negeri ini. SBY dengan tabah menghadapinya. Ia mampu menghibur dan membangkitkan semangat, memotivasi korban untuk bangkit kembali. Ia memberikan gambaran masa depan yang cerah jika kita mau bersatu, berkerjasama, kerja cerdas dan kerja keras.
Kita juga teringat diawal-awal saat diperoleh kepastian bahwa SBY menjadi pemenang pemilihan Presiden tahun 2009 terlontar isu bahwa SBY menyiapkan keluarganya untuk menjadi Presiden pada tahun 2014, SBY dengan tegas membantahnya. Bahwa ia tidak pernah menyiapkan hal-hal seperti itu. Ia bukan seorang yang ”gila” kekuasaan, bukan ”power-maniac.”
SBY adalah seorang pribadi yang meyakini bahwa bersamaan dengan kesulitan itu ada kemudahan. Disetiap problem itu ada jalan keluarnya, setiap masalah pasti ada pemecahannya. Yang diperlukan adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasi berbagai permasalahan yang.
Spiritualitas SBY yang tergambarkan pada enerji positif tersebut memandu SBY dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya, menjalankan tugas kenegaraan, mengambil keputusan dan dalam berinteraksi dengan berbagai pihak. Kualitas pribadi seperti ini yang membuat SBY berhasil menjalankan misi kepemimpinannya dan memperoleh simpati serta dukungan banyak pihak. Tidaklah mengherankan jikan mantan Perdana Menteri Australia John Howard menyebutkan bahwa SBY adalah "the best President in the history of Indonesia."
Melengkapi kualitas spiritualitas SBY, Andi A. Mallarangeng salah seorang terdekatnya mengatakan SBY adalah pemimpin yang memiliki nilai estetika, seorang jenderal yang memproduksi dan mengapresiasi karya-karya budaya. Bagi SBY kehidupan tidak bisa hanya bertumpu pada logika dan etika, tetapi juga harus diwarnai estetika. Logika, etika dan estetika mempertajam kualitas spiritualitas SBY. Logika adalah dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika menjadi dasar pengembangan kehidupan bermasyarakat dan beragama. Namun, kehalusan budi dan rasa yang menjadi dasar dari estetika hanya bisa didapat melalui pengembangan kesenian, kesusastraan dan kebudayaan.
Pemimpin-pemimpin besar dunia sesungguhnya juga dipandu oleh spiritualitas yang kuat sebagaimana ditunjukkan oleh Gandhi, Mandela, Bunda Theresa, Hatta, Mahatir Muhammad dan Muhammad Yunus. Tampaknya SBY pun telah merintis jalan ke arah itu.