Kamis, 14 Februari 2013

PARADOX & EXCELLENCE PEOPLE

Tulisan ini sejatinya terinspirasi dari tulisan CEO Telkom Bapak Arief Yahya tentang Paradox Marketing. Beliau mengatakan bahwa menemukan paradoks itu seperti menemukan “absolute truth.” Ini selaras dengan perilaku para filsuf dijaman dahulu dengan cara mencari kebenaran hakiki dengan selalu mempertanyakan dan mempertentangkan. Bahkan Nabiyullah, Nabi semua agama langit yaitu Ibrahim pun memulai keyakinannya terhadap Allah Sang Maha Pencipta melalui pertanyaan-pertanyaan yang juga mengandung unsur paradoks.

Lihatlah bagaimana metode Ibrahim saat mencari Tuhan. Ia selalu mempertanyakan siapa Maha Pencipta dan Maha Kuasa itu? Ia lihat matahari begitu perkasa apakah itu tuhan? Ternyata matahari pun tenggelam. Kemudian dimalam hari bintang-bintang begitu perkasa apakah itu tuhan? Ternyata bintang pun sirna dengan kemunculan siang. Demikian pula dengan bulan, gunung, angin semuanya tiada abadi. Bukankah Maha Pencipta dan Maha Kuasa itu seharusnya sesuatu yang abadi. Ibrahim pun melakukan pendekatan paradoks saat ia menghancurkan semua patung-patung sesembahan masyarakat saat itu dan menyisakan sebuah patung yang besar dengan mengalungkan kapak dileher patung tersebut. Saat orang-orang bertanya siapa yang menghancurkan patung-patung sesembahan tersebut? Dengan ringan Ibrahim menjawab silakan tanyakan pada patung besar tersebut karena kapak ada dilehernya. Orang-orang marah bagaimana sebuah patung dapat menggerakan sebuah kapak? Ibrahim menantang logika kaumnya, jika sebuah patung tidak dapat menggerakan kapak bagaimana ia bisa menggerakan yang lain dan tentunya ia tidak punya kekuasaan sehingga tidak layak untuk disembah.
Karena sikap yang menantang kaum dan rajanya, Ibrahim dihukum dan menghadapi situasi paradoks pula yang ditunjukan oleh kekuasaan Allah. Nabi Ibrahim dihukum bakar dengan cara dibuang tubuhnya kedalam api besar yang  menyala. Situasi paradoks atas ijin Allah terjadi api yang seharusnya panas menjadi dingin saat menyentuh tubuh Ibrahim. Ibrahim selamat dengan kondisi paradoks.

Kisah pengorbanan anaknya Ismail pun menggambarkan situasi paradoks yang dihadapi Ibrahim. Ibrahim sangat mencintai Ismail yang kelahirannya lama ditunggu-tunggu. Namun setelah anak itu hadir diperintahkan oleh Allah untuk menyembelihnya. Bagaimana kondisi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya, bukankah ini pun kondisi yang paradoks, namun inilah ujian yang diberikan Allah kepada Ibrahim dan putranya Ismail untuk mencapai derajat Insan dan Nabi yang mulia melalui ujian yang bersifat paradoks.
Contoh diatas jelas memperlihatkan bagaimana upaya untuk mencapai manusia yang unggul, insan yang mulia kita selalu dihadapkan pada situasi yang paradoks. Kisah Nabi dan orang besar lain pun selalu dihadapkan pada situasi paradoks. Lihatlah Bung Karno saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ia pun berhadapan dan melakukan suatu tindakan paradoks. Indonesia disekitar tahun 1945 tidak memiliki kekuatan yang cukup baik dari segi militer, persenjataan dan pasukan untuk memerdekan diri. Satu-satunya yang dimiliki adalah semangat. Kekuatan militer Jepang saat itu sangat kuat untuk mencegah upaya Indonesia memerdekakan diri. Demikian pula Belanda dengan dukungan sekutu memiliki segalanya untuk menancapkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Tetapi ditengah kekosongan kekuasaan saat itu, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Inilah kekuatan paradoks.

Mandela tokoh pembebasan Afrika menunjukan sikap paradoks pula dan kemudian ini mengangkat derajatnya sebagai manusia yang mulia dan unggul. Ia disiksa, dibungkam, dipenjarakan oleh rezim apartheid, namun ia tidak pernah menaruh dendam terhadap hal itu semua, ia lebih memilih masa depan. Mandela dapat memaafkan perlakukan keji yang diterimanya namun ia tidak melupakannya, tetap mengingatnya dalam konteks positif yaitu untuk tidak mengulangi kembali kekejian tersebut dan membangun masa depan yang lebih baik. Dalam berbagai versi terdapat pula kisah-kisah paradoks pada orang-orang besar seperti Martin Luther King, Gandhi, Bunda Theresa dan sebagainya.
Dalam buku Paradox marketing disebutkan untuk mencapai satu tujuan terkadang kita harus melakukan cara-cara yang tidak lazim, bahkan bersifat kontradiktif terhadap yang biasanya yang dilakukannya. Paradoks itu berlawan tapi sebetulnya melengkapi. Seperti Ibrahim yang menyintai Ismail tapi harus bersedia pula mengorbankannya. Paradoks membangun keseimbangan seperti Ying dan Yang dalam filosofi China, berlawanan tapi melengkapi dan menyeimbangkan.

Bukankah dalam kitab suci pun disebutkan bahwa semua itu diciptakan berpasangan, hal ini juga menggambarkan situasi paradoks bahwa perbedaan akan bisa saling melengkapi. Kekuatan justru dihasilkan melalui perbedaan seperti kutub positif dan negatif. Perbedaan yang saling melengkapi akan menjadi suatu kekuatan.
Orang-orang unggul biasanya melakukan hal-hal yang bersifat paradoks, seperti :

1.       Melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan kaumnya.

2.       Menggunakan metoda yang berbeda.

3.       Menantang logika.

4.       Tidak selalu berpikir linier.

5.       Memulai dari akhir.