Selasa, 04 November 2008

APAKAH SILA KE-4 PANCASILA MASIH DIJADIKAN PEDOMAN?

Sila ke-4 Pancasila berbunyi ”kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Pertanyaanya apakah sila ke-4 ini masih dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Jelas dalam pemilihan Presiden dan Kepala Daerah telah dilakukan secara langsung. Ini dikatakan sebagai pengejewantahan dari konsep demokrasi yang sesungguhnya. Kita pun sebagai rakyat merasa bangga karena secara personal ikut menentukan siapa yang menjadi pemimpin kita. Jelas konsep keterwakilan dalam proses pemilihan ini tidak digunakan. Namun, kita pun harus berlapang dada bahwa dengan konsep ini mereka yang buta huruf sampai dengan yang berpendidikan S3 memiliki hak sama, preman dan ustad memiliki hak yang sama, siapapun dia selama tidak kehilangan hak pilihnya memiliki hak yang sama. Ini lah konsekuensi demokrasi.

Konsep perwakilan masih kita rasakan dalam konteks memilih anggota DPR/DPRD maupun memilih DPD. Persoalan lain apakah para wakil-wakil tersebut mewakili kepentingan pemilih atau konstituennya atau memilih partai atau kelompoknya. Kalau tidak maka ini adalah penjabaran konsep perwakilan yang semu, perwakilan yang ”ecek-ecek.”

Bagaimana dengan konsep musyawarah? Dalam berbagai kesempatan baik di parlemen maun pada kegiatan lain voting mulai marak digunakan. Apakah hal ini mencedarai kearifan musyawarah? Memang selama ini pun kita akui kadang-kadang musyawarah itu sering dimanipulasi baik dengan mengatasnamakan kepentingan bersama, kepentingan bangsa dan negara sampai yang menuduh subversif bagi mereka yang tidak mau mengakui hasil musyawarah. Jadi bagaimana konteks musyawarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Selanjutnya tentang ”kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan” bagaimanakah implementasinya? Apakah proses kehidupan berbangsa dan bernegara sudah mengedepankan konsep kerakyatan? Apakah hikmah kebijaksanaan telah dijadikan pedoman dalam mengelola negara? Mudah-mudahan pemimpin yang terpilih nantinya untuk mengelola bangsa dan negara ini mampu menghayati secara sungguh-sungguh sila ke-4 dari Pancasila dan dijadikan pedoman dalam merumuskan berbagai kebijakan maupun program.

Senin, 03 November 2008

KNOWING-DOING GAP

Pada hari Senin 3 November 2008 penulis diminta memberikan presentasi tentang kompetensi di Universitas Widyatama Bandung. Kegiatan disetting dalam format Focus Group Discussion (FGD). Dalam diskusi berkembang hal menarik tentang adanya kesenjangan antara apa yang diketahui atau wawasan seseorang dengan yang dilakukannya atau lazim disebut dengan Knowing-Doing Gap. Hal ini lazim terjadi di Perguruan Tinggi. Bahkan di School of Business di Amerika pun terjadi gap ini, apa yang mereka ajarkan justru tidak pernah dipraktekkan di sekolah bisnis itu sendiri.

Ini suatu ironi antara lembaga pendidikan dengan kehidupan nyata. Perguruan Tinggi menjadi menara gading yang terlepas dari lingkungan masyarakatnya. Padahal Perguruan Tinggi diperlukan untuk menghasilkan SDM yang mampu berperan di dalam masyarakatnya. Permasalahannya jelas bahwa interaksi dunia pendidikan dengan dunia kerja sangat minim dan seolah-olah berada pada dua kutub yang berbeda. Dulu pernah diperkenalkan konsep link & match oleh Menteri Pendidikan saat itu yaitu Dr. Wardiman, tetapi kemudian konsep itu kurang diimplementasikan secara konsisten. Hal ini merupakan tugas besar bagi lembaga pendidikan kita untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas dan siap dikembangkan di dunia kerja. Untuk itu diperlukan penataan ulang kurikulum di Perguruan Tinggi agar selaras dengan kebutuhan pengembangan masyarakat. Jika tidak maka akan terjadi kesenjangan yang semakin melebar antara kemampuan SDM yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi dengan kebutuhan masyarakat.

Minggu, 02 November 2008

FILM LASKAR PELANGI


Sudahkah anda menonton Film Laskar Pelangi ? Film luar biasa yang mampu menggugah semangat juang untuk belajar dan menempatkan pendidikan sebagai suatu bidang yang sangat mulia. Film ini sungguh memotivasi. Pada saat aku menonton film ini bersama 17 orang anggota keluarga-ku di salah satu bioskop di Paris Van Java Bandung aku sempat mengontak sang inspiratornya yang kebetulan sahabatku yaitu Andrea Hirata pengarang buku best seller Laskar Pelangi, ia dalam cerita tersebut dipanggil "Ikal." Aku mengatakan padanya bahwa aku sedang menonton film tersebut dengan membawa 17 orang anggota keluarga, ia tertawa senang. Ia pun merespon bahwa ia dijadwalkan akan menonton Laskar Pelangi bersama Presiden dan beberapa Menteri. Luar biasa sebuah Film mampu mendorong Presiden untuk nonton bersama Menterinya. Andrea Hirata si "Ikal" meminta diriku untuk menghubungi kantor tempat ku bekerja agar dapat menjadi sponsor untuk memberikan tiket gratis bagi sejumlah panti asuhan untuk menonton Film Laskar Pelangi. Memang perhatian Ikal untuk orang-orang "kecil" cukup besar.

Yang jelas Film Laskar pelangi memberi pesan yang cukup kuat untuk kita bahwa :
1. Pendidikan adalah bidang yang cukup penting untuk membangun budi-pekerti (yang sekarang sudah banyak dilupakan orang).
2. Guru adalah profesi yang sangat mulia yang tidak bisa diukur dari kelimpahan materi, namun kita semua wajib memikirkan kesejahteraan guru.
3. Fasilitas sekolah hanyalah penunjang tetapi yang terpenting adalah peran Guru yang mampu menumbuhkan spirit untuk mencapai prestasi.
4. Keterbatasan tidak boleh menghalangi terselenggaranya pendidikan.
5. Bersikaplah untuk banyak memberi bukan banyak menerima (seperti yang disampaikan kepala sekolah Pak Harfan.

CUT NYAK DHIEN 100 TAHUN


Pada hari Sabtu pagi 1 November 2008 aku dikontak oleh salah satu tokoh masyarakat Aceh di Bandung. Di ajak ke Sumedang tepatnya ke Gunung Puyuh tempat bersemayamnya Srikandi Agung CUT NYAK DHIEN. Pada hari itu akan dilakukan peliputan oleh salah satu stasiun TV tentang kehidupan Cut Nyak Dhien bertepatan dengan 100 tahun wafatnya Cut Nyak Dhien. Beliau wafat di Sumedang pada tanggal 6 November 2008. Cut Nyak Dhien adalah srikandi tangguh, yang mampu menunjukkan bagaimana wanita dapat berperan sejajar dengan pria tanpa perlu menggembar-gemborkan konsep emansipasi yang terkadang salah kaprah tersebut. Ia juga tidak perlu berteriak tentang isu kesamaan jender, tetapi ia menunjukkan sikap yang sempurna untuk memperlihatkan bagaimana wanita pun memiliki kesamaan kemampuan dengan pria dalam berjuang bahu membahu melawan suatu kezaliman kolonialisme Belanda.

Berikut tentang profil Cut Nyak Dhien yang penulis peroleh dari sumber Wikipedia :

Cut Nyak Dhien (Lampadang, 18486 November 1908, Sumedang, Jawa Barat; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 yang menyebabkan meningkatnya moral pasukan perlawanan aceh. Nantinya mereka memiliki anak yang bernama Cut Gambang.[1] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda, namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakut encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.[2][3] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh, disana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh, namun, ia menambah semangat perlawanan rakyat Aceh serta masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap, sehingga ia dipindah ke Sumedang, dan ia meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.

Sabtu, 01 November 2008

OBAMA & MC CAIN


Rakyat Amerika Serikat pada tanggal 4 November 2008 akan melakukan pemilihan presiden dengan calon Barrack Obama dan John Mc Cain. Sesuai kebiasaan di AS pemilu presiden AS selalu dilakukan pada hari Selasa setelah Senin pertama pada bulan November. Alasannya dimasa lampau para petani di AS memiliki waktu senggang yang lebih banyak pada bulan November. Ketentuan ini ditetapkan pertama kali pada tahun 1845.

Siapa pilihan anda? Mc Cain? Atau Obama-kah? Mc Cain sang veteran perang Vietnam adalah seorang mantan penerbang tempur yang pernah merasakan “neraka” Hanoi Hilton yang merupakan kamp yang dibuat oleh Vietcong untuk menawan serdadu AS. Ini merupakan sebuah kamp penyiksaan dan Mc Cain mampu melewati masa gelap di kamp yang sering disebut Hanoi Hilton tersebut dengan selamat. Mc Cain juga sealiran dengan Bush yang mengidolakan patriotisme Amerika. Dapat dipastikan dengan terpilihanya Mc Cain program perang Bush di Irak, Afghanistan akan terus berlanjut, bahkan bisa-bisa akan bertambah lagi negara sasaran perang Amerika.

Bagaimana dengan Obama? Ia adalah tokoh flamboyan yang dibesarkan dengan suasana multikultural. Berasal dari seorang ayah kulit hitam asal Kenya dan ibu kulit putih. Memiliki ayah tiri dari Indonesia, pernah tinggal dan bersekolan SD di Jakarta. Ia memiliki saudara tiri dari Indonesia. Obama seorang penganut Leftist, yaitu orang yang memiliki aliran politik ekstrim kiri. Obama memiliki motto “spread the wealth around.” Pertemuannya dengan seorang tukang leding bernama Joe Wurzelbacher menegaskan hal tersebut. Si Joe yang memiliki julukan “Joe the Plumber” merasa kaget karena kalau pendapatannya meningkat maka pajaknya pun akan jauh meningkat secara progresif . Obama menjelaskan bahwa paket pajak yang akan diterapkannya bukan untuk menghukum kesuksesan si tukang leding, tetapi akan digunakan untuk men-sejahterakan orang lain juga. Obama memiliki kepedulian terhadap orang kecil dan ia mengajak orang kaya lainnya untuk juga turut memikirkan peningkatan kesejahteraan bagi orang kecil.

Jadi siapakah pilihan anda? Seorang sosial-demokrat seperti Obama? Atau sang patriot Mc Cain. Tampaknya deskripsi pilihan ini akan mewarnai pemilihan presiden Indonesia tahun 2009, yaitu pertarungan antara calon presiden yang berideologi sosial-demokrat dan patriot-nasionalisme. Siapakah pemenangnya? Waktulah yang akan menjawabnya.